[caption id="attachment_124483" align="aligncenter" width="240" caption="googling.com"][/caption] Teruntuk DIA...
Dalam keheningan malam, ku coba mengerti apa terjadi. Merangkai puing-puing kisah yang tak pernah bisa terjawab oleh logika. Menyatukan getir dan manis berpadu menjadi bingkai kesalahpahaman yang berkepanjangan. Ini bukan mauku. Ini juga bukan inginku. Semua terjadi di luar kendaliku.
Apakah aku salah?
Sebuah pesan dari sanubari muncul ketika jiwa tersayat oleh nyatamu. Senyum mengelakkan luka yang tersamar. Meskipun mata tak akan pernah mampu untuk bersembunyi. Lalu, hanya penyesalan yang kemudian menjabat erat keterasingan antara maaf dan seandainya.
Dan diri menepi, mencoba merenungi. Hingga lahirlah sebuah kejujuran hatinya dalam puisi ini:
Letter from the heart
Sungguh aku tak pernah meminta hati dan cintamu
Sungguh aku tak ingin kau membalas rasa ini
Ingin aku mengatakan itu, jujur, tulus dihadapanmu
Namun beraniku tak pernah hinggap didiriku, walau sesaat
Aku takut kau lebih menjauhiku
Aku takut kau lebih membenciku
Meskipun aku tak tahu apa yang ada dibenakmu saat ini
Telah bencikah itu ada untukku
Telah menjauhkah pilihanmu kini kepadaku
Sungguh aku ingin berkata maaf
Maafkan aku jika telah melukaimu dengan rasaku
Maafkan aku jika aku tak bisa untuk tidak mempedulikanmu
Maafkan aku yang selalu mengganggumu hanya karna ingin mendengar suaramu
Maafkan aku yang pernah menjadikanmu sebagai penyemangat hidupku
Maafkan aku untuk semua yang telah aku lakukan....
Dan sungguh aku ingin berkata terima kasih
Terima kasih atas penerimaanmu terhadapku meski terkadang seakan terpaksakan
Terima kasih kau mengijinkanku sedikit hadir di kisahmu walau hanya sepenggal
Terima kasih kau pernah mengajakku masuk dalam duniamu meski sepintas lalu
Terima kasih karna kau telah membangkitkan semangatku walau kau tak pernah tahu
Terima kasih kau pernah mewarnai dunia kecilku ini...
Tuhan sampaikan kata-kata ini untuknya..
Agar dia tahu aku tak meminta hati dan cintanya
Agar dia tahu aku takut kehilangan dirinya
Agar dia tahu aku selalu mempedulikanya
Meski dia tak pernah mempedulikanku...
Tuhan katakan padanya aku merindukannya
Aku hanya ingin dia menggangapku ada
Ada di mata dan di hatinya
140510
Terpaku. Mulut terkatup. Tak satupun kata bersuara saat puisi ini terlahir. Surat yang tak pernah terjamah mata siapapun. Surat yang selalu tersimpan nyaman di dalam laci hati. Jiwa bergetar, berharap puisi ini sampai ke relung terdalamnya. Bukan untuk mengganggu, bukan pula mengusik ketenangan di sana. Namun, sepenggal mengertimu itu, akan menjadi nafas kehidupanku selanjunya.
Maka, kelak lihatlah aku dengan hatimu. Sentuhlah aku dengan jiwamu. Tatap mataku dengan tulusmu. Dengan begitu ku kan tahu sebening embun pagi nanti senyummu tertumpah dalam cawan keikhlasanku, melepasmu.
Lakz yu^^
Karya PesertaNo.41
Untuk membaca hasil karya para peserta Fiksi Surat Cinta yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke Malam Perhelatan & Hasil Karya Fiksi Surat Cinta [FSC] di Kompasiana