Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Mie Sahabat Penyelamatan Ketika Darurat

14 Desember 2020   21:30 Diperbarui: 14 Desember 2020   21:44 55 1
Masih ingatkan masa-masa zaman jadi mahasiswa, dimana mie merupakan makanan yang sangat instan untuk disantap.

Ya maklum zaman mahasiswa tidak punya ketrampilan masak. Kalau, makan karena lapar, kalau tidak lapar ya tak makan.

Itulah kondisi genting untuk bertahan hidup di perantauan, mie jadi sahabat dikala darurat. Makanan favorit yg sangat terjangkau.

Rasa lapar merupakan upaya tubuh untuk menyeimbangkan energi sebagai fungsi metabolisme. Makanya kalau lapar kondisi tubuh jadi lemes.

Padahal aktivitas zaman itu sangat ligat. Semua kegiatan diikuti untuk pengembangan diri. Tidak ada masalah, walaupun makan mie berpikir tetap fokus.

Cuman mie yang bisa disantap saat itu. Ibarat kata, jadi sahabat penyelamatan ketika darurat dalam kondisi kering kerontang disebuah kos yang gersang.

Itu tidak masalah, meskipun lemes, kita tetap menjalankan aktivitas kita masing-masing, bertebaran menuntut ilmu disudut negeri ini.

Dewasa ini, ternyata ku tetap suka makan mie, walaupun ada yang mengatakan tidak sehat, namun ku kangen masa susah, dimana kelaparan tidak menjadi persoalan.

"Terkadang rasa lapar merupakan penyedap rasa"

Saya menganalogikan disaat kita lapar, apapun makanannya tetap kita santap, tetap selera untuk memakan agar perut terisi.

Artinya, disaat itulah emosional nafsu makan kita untuk memenuhi keseimbangan nutrisi tidak begitu jadi yang utama.

Obsesi nafsu makan kita tidak terlalu menuntut obesitas berlebihan. Karena makan di saat lapar, untuk hidup, bukan untuk kesenangan lidah.

Hidup bukan persoalan makan saja, masih banyak asupan yang perlu diserap untuk kebutuhan keseimbangan rohani dan jasmani.

Namun ku tetap merindukan bisa makan dengan teratur walaupun hanya ikan teri dan kuah mie instan yang cukup sederhana sambil mengenang masa sulit.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun