Tak berapa lama, Mas Mommi nongol. Ia membawa saya ke kamar nomor 14.
"Nahhh... udah sampaiii." Sambutan hangat mami Kartika dan mbak Lulu, menggelegar.
Mereka memang menginap di sana dalam rangka 25 Tahun Prambanan; menulis dengan sang maestro.
Prambanan? OMG! Seumur-umur baru melihatnya. Idih, kalah sama bule dan pakle. Saya memang kurang piknik di Tanah air. Hufff.
***
Selasa, 25 Oktober. Pagi-pagi mami sudah bangun. Haha kalau mau melukis, mami memang senewen. Nggak bisa jenak. Sudah bangun jam 5 pagi!
Shubuhan, mandi lalu kami berdandan.
"Yaaaa didandani mami yaaa" Mas Didit anak ragil mami yang tanpa rambut itu berseloroh. Hooh. Tadinya mau pakai kebaya pink sama celana panjang hitam, sih. Eeee... Sama mami dikasih kain lukisan burung blekok. Yuhuuuuu... rejeki anak manis.
"Atasannya nggak punya, miiii" Sedih, ngga match bawaannya.
"Udah pakai punya mami aja" perempuan kuat itu mengulurkan hem warna kuning emas. Ah, pas! Mami memang paling bisa!
"Ndang balekno" cepat-cepat mbak Lulu, anak mami yang pinter masak itu meledek.