Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hadiah, Kok Pabrik

30 Maret 2013   05:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:00 647 11

Namanya hadiah, berarti ini merupakan pemberian seseorang/lembaga kepada orang lain/lembaga lain. Entah karena prestasi, hari penting atau reaksi hati yang gembira sekenanya. Semoga saja selalu dilandasi keikhlasan dan niat yang baik. Tiada udang dibalik rempeyek.

Hadiah yang pernah saya terima dalam hidup antara lain piala, uang, voucher, foto, buku, pernak-pernik perhiasan, baju, tas dan masih banyak lagi.

Apa jadinya kalau saya dapat hadiah perusahaan, ya? Ngimpiiiii???

***

Suami saya baru saja bertemu seorang kawan lama setelah puluhan tahun lamanya. Si teman mengatakan bahwa ia sekarang menjadi salah satu pemilik sebuah perusahaan. Aneh tapi nyata, ini diperolehnya sebagai hadiah.

What ? Hadiah ? Iya. Mulanya ia bekerja di salah satu perusahaan penting di kota A. Saking rajin dan loyalnya bertahun-tahun bekerja pada sebuah perusahaan, suatu hari si pemilik perusahaan mendatanginya dan memberikan sebuah kunci sembari berkata :

« Aku sudah tua, ingin istirahat. Aku tidak punya keluarga, kuserahkan perusahaan ini padamu untuk dijaga dan diteruskan dengan baik. »

Saya yang mendengarkan cerita suami saya hanya manggut-manggut. Kok kisah kehidupannya seperti film atau novel, tapi benar nyata terjadi. He’s lucky.

Beberapa orang Jerman yang kami kenal, ada yang tidak memiliki anak. Mereka yang akhirnya meninggal, kekayaan diteruskan kepada keluarga dekat. Jika tidak, negara republik Jerman mengambil alih kekayaan. Warisan itu dibagikan pemda kepada mereka yang masih memiliki hubungan darah meski tlah jauh. Sama rata.

Oh ya. Kisah hadiah berupa pabrik diatas, make sense lantaran si pemilik harta, belum meninggal. Wow. Hadiah yang butuh kertas seluas pabrik.

***

Saya masih ingat, ketika masih single dan bekerja memeras keringat demi mendapatkan gaji, beberapa teman terlihat terjaga kesejahteraan dan kenyamanan hatinya. Mereka ini mendapat hadiah berupa perusahaan dari keluarganya. Ada yang mendapatkan kedudukan sebagai direktur perusahaan, pemilik perusahaan atau pemegang saham perusahaan misalnya, karena keturunan. Warisan ini saya sejajarkan dengan hadiah. Karena pemberiannya tanpa syarat, atas dasar kesukaan dan subyektifitas pemberinya. Keberuntungan dari garis darah merah.

Tidak. Saya tidak pernah iri pada mereka. Setiap orang memiliki rejeki sendiri-sendiri (keberuntungan, jodoh, kematian). Kebahagiaan manusia saya taksir tidak bisa dibeli dengan harta. Meski memiliki harta melimpah kalau hati gundah gulana, apa jadinya?

Lalu …

Suatu hari. Saya merasakan getaran bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tidak hanya di Indonesia tempat dimana banyak masjid dan kumandang adzan tertebar dimana-mana, gelaran sajadah yang melapangkan hati manusianya atau kerukunan lima agama lainnya yang hidup dan berbhinneka tunggal ika. Ada nilai lain yang sempat hilang di tempat merantau saya ini dan penukaran yang lain.

Sejak awal tahun, jam (dinding, meja, handy, laptop) yang saya lirik menunjukkan angka-angka cantik ; 11 :11, 21 :21, 18 :18 dan seterusnya. Apa pesan Gusti Allah untuk saya ? Rasaning rasa, kata ayah saya yang Jawa tulen.

Seorang lelaki berusia 75 tahun (umur orang Jerman biasa berakhir sampai angka 80-90 an), baru saja kenal dalam hitungan jari. Pria berambut putih itu beranggapan saya sangat simpatik (halah) dan hendak mengajak saya bergabung bersama perusahaannya. Arghhh … saya bisa apa, ya? Memang saya biasa membantu sedikit dalam membalas surat berbahasa Inggris dari rekanan internasional, menghadapi klien asing dalam jual beli, membantu selama pameran, mengkopi file atau pekerjaan yang berhubungan dengan komputer …. Tak banyak memang dan saya tidak berharap banyak ganjaran dari tindakan saya itu. Sekedar ingin belajar dan membantunya dalam membangun kembali perusahaan keduanya. Perusahaan pertamanya telah dijual 3 tahun lalu.

Katanya lagi:

“Saya tidak punya anak. Kamipun sudah tua. Kita buat perjanjian bahwa suatu hari jika aku meninggal. Perusahaan ini milik kamu. Kami merasa, kamu orang yang baik dan loyal.”

Subhanallah. Rejeki hendak lari kemana? Ini sudah garis Tuhan pada rajah tangan sayakah? Saya ingin memegang janji dan kepercayaan ini sebagai sebuah amanah sekaligus ujian. Oh. Kami berempat hendak mengadakan konferensi. Menandatangani perjanjian masa depan. Bukti hitam diatas putih.

Saya cubit kulit tangan ini. Aduuuuuuh, sakit. Saya tidak bermimpi. Hadiah berupa pabrik seperti cerita yang sudah-sudah itu, ternyata bukan hanya mimpi atau cerita novel bukan pula film di televisi. Ini bisa saja terjadi pada mereka, Anda juga saya. Matur nuwun, Gusti.(G76).

P.s: Dari kisah ini ada benang merah yang saya bisa ambil dalam hidup. Jika seseorang masih seumuran 30 an, belum sampai 40 an-pun bisa mendapat durian ambrol. Ya. Meski ada peribahasa yang mengatakan Life begins at 40, sebelum umur empat puluhan dan bisa memulai hidup yang sebenar-benarnya ternyata … boleh dan bisa. Kuncinya, melakukan yang terbaik dalam hidup; berbuat baik sebanyak-banyaknya, kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja … seikhlasnya, tanpa mengharap balas jasa apapun. Menuai hasilnya nanti benar tak terkira, menyejukkan jiwa. Selamat berbuat baik, selagi nafas masih berhembus.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun