Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Bangga, Indonesia Punya Christine Hakim

28 Desember 2012   15:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:53 1212 8

Hari Rabu 26 Desember 2012, saya barusan nonton film Eat, pray and love yang diputar channel Jerman, Sat1. Film yang dibintangi artis sekaliber Julia Roberts dan Javier Bardem ini dibintangi artis lokal, Christine Hakim, menarik perhatian kami malam itu. Dari berbagai lokasi film yang dipilih, salah satunya adalah Bali. Bangga rasanya menikmati sajian ini, apalagi diulang-ulang oleh TV yang bersangkutan disambung TV lain sampai hari Jumat ini. Saya yakin tak hanya saya dan suami saja yang terkesima menonton keindahan alam dan budaya Bali, Indonesia … tapi banyak rakyat Jerman lainnya (dari beragam ras).

***

Masih melekat ingatan kita bahwa Bali pernah dijauhi orang, akibat tragedi Bom Bali di Kuta 2002 dan disusul tahun 2005, yakni di Jimbaran dan Kuta.

Setidaknya pada tanggal 13 Agustus 2010 itu, dimana film berjudul Eat, Pray and love dirilis di premier Amerika dan ditonton diseluruh dunia, nama Bali atau Indonesia yang sempat rusak (bagai nilai setitik rusak susu sebelanga) diperbaiki dengan elegan. Yah … yang kena bom, kota Bali, ada orang asing jadi takut pergi ke kota-kota lain di Indonesia. Ini sama halnya ketika Tsunami di Aceh, Indonesia, indikasi kekhawatiran orang untuk mengunjungi Indonesia sudah kentara. Ketakutan bahwa semua kota kebanjiran air bah itu. Beberapa orang asing berimaginasi, semua kota di Indonesia kena.

Untunglah, nama baik ini kembali diulang pada momen 10 tahun pasca bom Bali, yakni tahun 2012. Ide yang cemerlang menampilkan film box office pada hari libur. Betapa tidak? Pada hari Rabu, 26 Desember 2012, salah satu TV swasta Jerman memutar film EPL kembali. Selain itu, film EPL diputar lagi hari Kamis, 27 Desember 2012 oleh saluran ORF1 lagi, pukul 09.50 dan diulang Sat1 pada hari ini … Jumat, 28 Desember 2012 pukul 14.00! Oyoyoy! Seru.

Film hebat pendukung hebat

Dibelakang film ini memang di-backingi tokoh-tokoh yang mumpuni. Misalnya rewriter dan director oleh Ryan Murphy, novelis best seller Elizabeth Gilbert. Belum lagi produser film EPL layaknya Brad Pitt dan kawan-kawan. Narasinya dikatakan dilakukan oleh Julia Roberts sendiri namun dalam film yang sama di Jerman ini didubbing dengan bahasa Jerman, pasti dengan dubber penutur asli.

Distribusi oleh Columbia Pictures sebagai distributor boleh bangga bahwa rilisan EPL ini menggunakan bahasa Inggris, Italia, Portugis dan tentunya Jerman (kemarin pas nonton itu). Meski saya yakin dalam penayangan di tanah air tetap dengan menggunakan bahasa Inggris dengan teks bahasa Indonesia. Inilah bedanya pengaturan masuknya film asing di Indonesia dan di Jerman. Haduh, di Jerman saya belum menemukan film yang tidak didubbing dengan bahasa Jerman. Untung saja, di Indonesia sensornya kenceng, di Jerman saya sering deg-deg an ketika film siang bolong tidak ada cut dan ditonton anak. Meski didampingi saat menonton, kecolongan juga ya?

Film berdurasi 133 menit itu ternyata tidak murah. Dana pembuatannya saja dikatakan sebesar $60 juta. Argh, tak sia-sia karena jadi box office dengan pendapatan setidaknya $204,594,016.

Plot cerita film drama Hollywood EPL

Adalah Elizabeth Gilbert yang diperankan Julia Roberts. Wanita modern bertubuh tinggi, langsing, cantik, berambut pirang ombak, aktif, bersuami, memiliki harta benda yang cukup itu tiba-tiba merasa ada yang kurang dalam hidup. Mungkin ia terlalu mendongak ke atas, tapi sebagai manusia, ia berhak untuk memiliki pandangan lain meski telah diikat dalam tali perkawinan. Ada kegelisahan mengganggu hati dan pikirannya.

Usai cerai, ia keliling dunia mulai dari; empat bulan di Italia, yang memanjakan perutnya, kekuatan puja-puji doa di India selama 4 bulan lagi dan juntrungannya adalah sebuah rasa damai, keseimbangan hidup yang seutuhnya, dan sebuah cinta abadi yang ia temukan di Bali, Indonesia.

Ya, ia ini memang kepanah asmara Felipe, yang diperankan aktor Javier Bardem. Duda yang memiliki anak pria usia remaja itu benar-benar membuatnya yakin bahwa ia benar-benar sedang jatuh cinta meski awalnya, padahal ia mengira ini fatamorgana.

Oh ya, sebagai manusia pasti ia punya sahabat terpercaya. Tak hanya di luar negeri, di dalam negeripun (Indonesia), Elizabeth memiliki kawan-kawan baik seperti Wayan danKetut Liyer (didapuk oleh Hadi Subiyanto), penasehatnya selama di Bali. Saya yakin, Christine Hakim mampu mengimitasi tokoh Wayan yang dikenal penulis novel EPL itu, dalam kehidupan yang nyata.

Oi. Saya tak berkedip ketika muncul adegan singkat; Christine sedang berbincang serius dengan Julia, saat tokoh itu sedang sakit (usai berhubungan seksual dengan Felipe). Tatapan mata khas Christine beradu tajam dengan tatap pasrah si Julia. Dalam cerita, menurut Wayan alias Christine, teman bulenya itu mengalami infeksi kemih.

Kedekatan Wayan dan Elizabeth tak hanya sampai soal kesehatan pribadi tapi sampai pula soal hubungan Elizabeth dengan Felipe. Bahkan novelis itu menggalang dana untuk membuat rumah bagi Wayan dan anaknya. Cerita Elizabeth soal Wayan, a single parent itu mengetuk hati teman-teman dekat. Tak terasa, terkumpul sudah 1800 US dolar untuk membangun rumah Wayan dan anaknya.

Lokasi syuting antara lain adalah kota New York di AS, ktoa Roma dan Naples di Italia, Delhi dan Patau di India, Ubud dan pantai Padang-Padang, Bali, Indonesia.

Saya juga suka ketika muncul syutingan pasar tradisional Bali menampilkan souvenir cantik disana-sini, orang-orang local dan asing yang bersliweran dalam jual beli kenang-kenangan bagi para turis ke tempat asal masing-masing. Atau ketika para wanita Bali menyunggi sajen.

Christine Hakim go internasional

Christine Hakim? Dia adalah aktris Indonesia yang paling saya ingat sampai kini. Kalau tidak salah, waktu itu saya masih SMP saat ia main film Tjoek Njak Dhien tahun 1988 dan meraih piala Citra, lambang penghargaan bergengsi ala FFI kala itu. Sekarang bagaimana kabarnya ya, event itu?

Perempuan Indonesia itu ternyata kelahiran Jambi, 25 Desember 1956 dan bernama asli Herlina Christine Natalia Hakim. Bakat Christine memang luar biasa. Bisa jadi karena ia memiliki darah campuran Minangkabau, Aceh, Banten, Jawa, dan Lebanon, mampu menanamkan akar budaya mix yang luar biasa pada dirinya. Akar karakter yang dahsyat.

Selain film sukses yang dibintanginya sejak 1977 sampaitahun 2012 (salah satunya Eat Pray Love tahun 2010 itu), ada juga yang mengena di hati saya, sinetron “Bukan Perempuan Biasa“. Dari semua film yang saya tonton yang dibintanginya, saya merasakan sangatlah kuat sekali karakter pemain ini. Bahkan ia tetap bisa mengimbangi akting aktris Hollywood sehebat si Pretty Woman.

Yup. Penghargaan aktris Indonesia bertahi lalat diatas bibirnya itu tak hanya berhenti pada piala citra, seperti yang ia dapat sejak tahun 1974 sampai tahun 1988 (Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Tjoet Nja' Dhien), penghargaan dalam event lain seperti Festival Film Bandung tahun 1989 juga mengapresiasi film Tjoet Nja' Dhien dimana ia didaulat sebagai aktris terpuji. Penghargaan dari FFB juga ia dapat pada tahun 1999 dan 2002. Lifetime Achievement SCTV Awards 2002 juga pernah diraihnya. Aktris yang ruaaar biasa.

Ow ow ow … kecantikannya tak hanya ia buktikan dalam soal akting (pemain watak, inner beauty) dan keberhasilannya menjadi duta UNICEF untuk Indonesia, kecantikan dari luar ia perlihatkan dalam iklan Lux tahun 1979. Ah, jadi ingat Deasy Ratnasari, Dian Sastro dan lenggak-lenggok wanita sabun wangi kala itu.

Ya. Saya bangga. Artis yang pernah jadi juri dalam Festival Film Cannes di Perancis itu, sempat saya tonton di Jerman dalam sebuah film Hollywood bikinan Amerika! Kalau melihat cara ia bertutur dan mimiknya mah, tak kalah sama mbak Julia. Hebaaat-hebattt.

Christine boleh berbangga diri, karena dari kawan-kawan seangkatan, seperti Yati Octavia, Lenny Marlina, Andi Meriam Mattalata, Widyawati, Jajang C Noer, Zoraya Perucha, Joice Erna, Ully Artha dan Vina Panduwinata, ia yang terpilih. Pilihan itu jatuh layaknya buah masak jatuh ke tanah. Plup. Ada usaha, dedikasi, bakat dan minatnya yang tergesek dengan pasti, buah dari segalanya. Ia menerima hasil akhir. Sekali lagi, selamat Christine Hakim (yeee telat, biarin). Meski film itu sudah 2 tahun dirilis, gaungnya masih saya rasakan di Jerman. Ya, karena memang baru digeber minggu ini “Großes Kino kleine Wohnzimmer” (red: film bioskop hebat untuk TV rumahan).

***

Semoga ini menginspirasi artis-artis generasi baru Indonesia lainnya. Tak hanya meramaikan infotainmen yang dipajang di TV tanah air dengan gonjang-ganjing kehidupan pribadinya, babagan perang merk dagang antar artis … boleh sih tapi kebanyakan juga juweh alias bosan. Betapa senang jika banyak artis yang ikut meramaikan rubrik perfilman dunia. Mengangkat nama diri dan negara tercinta. Caranya tentu tak mudah, harus ada doa dan usaha, bukan instan. Mungkin bisa meneladani perjuangan Christine Hakim, aktris Indonesia yang saya rasa, berkarakter kuat ini. Tak hanya memamerkan kecantikan luar tapi juga dari dalam (tak sembarang orang bisa memang).

Jayalah perfilman Indonesia ! Saya cinta, engkau cinta, semua cinta, buatan Indonesia … pilihanku, hanya satu, buatan Indonesia … (icon bayangin ada yang narik layar panggung sambil nyanyi ini).

Indonesia, saya padamu. Arghhh … sayang,ya? Anak-anak tinggal di Jerman, kalau tidak sudah saya ikutin artis S-A-F-A-R-I. (G76)

Sumber:

1.Nobar Eat,pray and love di rumah

2.WWW.Wikipedia.org

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun