Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Suami Semena-mena? Laporkan Saja!

8 Oktober 2012   09:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 434 2

“ … Suami semena-mena, laporkan saja … ! “ Pesan itu saya serap dalam pidato Christine Leutkart yang mewakili panitia lomba foto yang saya ikuti bertajuk Frauenvielfalt (red : aneka ragam wanita).

Wanita berambut coklat itu juga kembali mengingatkan soal Frauenhaus di dekat gereja Tuttlingen, sebuah tempat berlindung para wanita (yang kebanyakan adalah imigran) yang biasanya mendapat perlakuan sewenang-wenang (fisik maupun verbal) dari suami/pasangan tak resmi atau memiliki kesulitan hidup di Jerman.

Saya rasa rumah semacam itu juga tak asing lagi di Semarang (dan kota besar lainnya) di Indonesia. Sayangnya sosialisasinya belum sebesar di Jerman barangkali. Wahai perempuan, jika derita berlanjut, hubungi rumah perlindungan perempuan terdekat !

***

Hari itu hari libur nasional Jerman, Rabu, 3 Oktober 2012. Hari persatuan Jerman barat dan timur ini memang dimanfaatkan panitia untuk menggelar acara. Mereka yang datang, rata-rata adalah perempuan seumuran ibu saya. Kalau tidak salah hanya ada tiga-empat orang seusia saya (karena mereka juga membawa anak seumuran Chayenne).

Usai para tamu menikmati Sektempfang (red: minum sampanye) dan Brezel (red: roti mirip gelung, ditaburi garam kristal), Christine memberikan sambutan lalu menyerahkan hadiah kepada 12 peserta yang beruntung mendapatkan kalender dan tiket nonton. Nomor dikocok untuk memberikan 3 kalender bagi peserta yang tak menang. Byak, yak, saya tetap tak dapat!

Perempuan bukan hanya hiasan

Makna ini saya tangkap dalam sebuah film yang kami tonton bersama di gedung bioskop Scala Tuttlingen di studio 3, usai penyerahan kalender. Judulnya Das Schmuckstück. Film komedi Perancis buatan tahun 2010 itu dibintangi artis Catherine Deneuve yang memerankan Suzanne. Dubbing Jermannya sesekali membuat kami tertawa. Ya, sangat menarik sajian filmnya. Perempuan sekali.

Aduh, meski tertulis boleh dilihat untuk anak umuran 6 tahun keatas, ternyata film ini sensornya tidak sebersih di Indonesia. Ada adegan ranjang beberapa detik yang tidak disamarkan, atau saat Monsieur Pujol membuka celananya dan menyingkap rok Nadège di tempat parkir demi kepuasan seksual pria yang lama terbaring di RS. Segera saya tutup mata kedua gadis di sebelah saya, „Maaf … tutup matanya, ya, Nduk. Itu untuk dewasa.“

……..

Adalah Suzanne Pujol, seorang istri pemilik pabrik payung yang maju pada tahun 1977. Sebagai seorang Madame, ia baru tahu bahwa selama ini ia hanyalah penghias rumah. Perannyadalam hidup bak burung dalam sangkar emas. Ia harus selalu menurut apa kata suami, tak dihargai saran dan idenya, serta tak berhak turut campur dalam perusahaan keluarga.

Tuhan itu ada dimana-mana. Wanita cantik itu akhrinya membuat gebrakan baru, menjadi seorang pemimpin idola. Tiba-tiba, ia menggantikan suaminya sebagai direktris pabrik lantaran suami sakit keras, jantungnya kumat usai demo anak pabrik! Suzanne harus berunding dengan pemimpin demo dan anak pabrik. Wow, memikat juga cara elegan wanita berdiplomasi di atas meja. Dari cara ia berdandan/berpakaian dan berbicara. Perempuan memang bukan saja kanca wingking (red: teman dapur saja? No way).

Ya, perempuan itu didukung kedua buah hati; Joëlle dan Laurent dalam menjalankan perusahaan. Dan tentunya bantuan walikota (yang dulu juga mantan pacarnya), Maurice Babin. Suzanne berhasil! Perusahaan berjalan sukses meski tanpa kehadiran Monsieur Pujol.

Sekretaris bukanlah obyek seks untuk bos

Pesan ini dicamkan baik-baik oleh Nadège, sekretaris Monsieur Pujol. Biasanya, pak bos itu memang suka memegang pantatnya, meremas payudaranya, meminta servis seks di meja kantor saat sepi atau waktu istirahat siang di tempat parkir mobil.

Nadège menyadari bahwa untuk mendapatkan apa yang diinginkan, perempuan tak harus mengangkat rok tinggi-tinggi bahkan tak usah menurunkan celana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun