Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Kesatriapun Bisa Chic Dengan Warna …

17 Juni 2012   16:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:52 319 15

Siapa bilang jika fashion hanya untuk kaum hawa? Para adam juga bisa terbawa, bahkan seorang pendekar berkuda sekalipun. Buktinya, ini kami saksikan dalam acara 16.Maximilian Ritterspiele di Horb Am Neckar, Jerman pada hari Sabtu, 16 Juni 2012. Festival ini merupakan kebiasaan yang muncul sejak tahun 1498, dimana raja maximilian yang kemudian menjadi Kaisar Jerman di Württemberg, membuat perjanjian.

Ketujuh Ritter itu memakai pakaian bercorak warna-warni, tak mengurangi kegagahan mereka berlomba dalam aneka aksi yang digelar didepan ribuan penonton dari seluruh penjuru dunia. Meski pakai warna, tak ada kesan maskulin jadi feminin. No way.

Begitu pula dengan kuda yang ditunggangi, gagah tapi tetap cantik bak pelangi. Menonton dari dekat? Rasanya selangit! Heboh.

***

Matahari begitu gagah menyorot bumi. Sengatan 30 derajatnya semakin membuat ngantuk. Untung saya didapuk sebagai supir, mata harus awas melewati jalan tol. Biar tak tergoda menutup mata, tarikan gas tergenjot 180 km/jam. Wuss … wuss …

Setengah jam kemudian kami telah sampai. Karena mobilnya gendut, urusan parkir saya serahkan pada suami. Huh, orang pada parkir, mengapa dua tempat parkir untuk satu mobil? Saya grogi, takut menggores. Put my hands up.

Uang tiga euro berpindah tangan. Tukang parkir dengan pakaian adat gaya lama memberi info tempat parkir yang lowong.

Setelah berjalan kaki menuju area kegiatan ini, kami sampai di kasir. Seorang wanita dengan pakaian kerajaan menagih 25 Euro untuk tiket keluarga (5 orang). Lumayan lebih irit, karena tiket satuannya dijual 11 euro untuk dewasa.

Begitu melewati si mbak berambut merah itu, kami pandang sana-sini. Alte Markt (red: pasar gaya lama) digelar, menawan hati. Jualannya macam-macam; ada pernak-pernik kesatria dari kepala hingga kaki, wangi-wangian alami, pakaian dan asesoris dari kulit, lilin (lengkap dengan atraksi pembuatannya), penjualan ladam kuda dan pedang kesatria lengkap dengan entertainment cara membuatnya, wilayah pertandingan memanah dengan busur, warung ala jaman Hercules dan masih banyak lainnya yang menarik.

Begitu melewati jembatan, kami berada di arena pertandingan bagi para Ritter. Tempat duduk tak ada yang kosong, terpaksa kami berada di depan pagar paling atas mucuk eri. Lantaran lupa lensa zoom, saya minta ijin suami dan anak-anak untuk mengambil foto dari pagar pembatas penonton dan kesatria.

Ya ampun, ternyata meski panasnya menembus kulit dan capek berdiri, saya puas menikmati pertandingan yang hebat dari ketujuh kesatria ganteng, gagah dan chic itu. Segera saya SMS keluarga agar berjajar disebelah saya, biar mantab. Kamipun satu barisan.

Mula-mula ketujuh kesatria berjajar rapi dan diperkenalkan oleh ketua adat. Sang raja yang duduk di singgasana menyaksikan lomba “Goldenes Schwert” (pemenang berhak mendapatkan pedang emas). Para pria berkuda itu bertanding satu lawan satu dengan pedang atau tombak. Disusul dengan jenis perlombaan yang lain misalnya memasukkan gelang-gelang ke dalam tombak besar, memukul sebuah besi hingga berputar-putar berapa kali, memanah babi (palsu) dan mengambil gelas berisi air dalam balok. Huy, semuanya dengan menunggang kuda! Kecepatan, keseimbangan, ketepatan, ketrampilan menaiki kuda dan seni diramu dalam rangka melakukan sebuah aktivitas. Pastinya merupakan simulasi yang tak mudah.

Corak dan warna yang meriah menyolok mata; hitam pekat, biru muda, hijau royo-royo, kuning klenting dan merah membara adalah warna dasar dari pakaian ketujuh pria dan kudanya. Kami berlima menjagokan masing-masing satu ksatria. Hasilnya? Jago saya yang berwarna biru, menang! Hurray!

Acara duel telah usai, penonton bubar. Orang-orang segera merendam kakinya di sungai. Anak-anak ketularan.Untung lapar tak bisa ditolak, makananpun kami raih di warung terdekat. Dua tusuk sate kambing (@ 6 Euro) dan sepiring semangka (3 Euro) kami lahap. Minuman kami pilih dari tas ransel saja, air putih rasa stroberi. Segar!

Seorang badut dengan egrangnya menghampiri kami dan bercakap-cakap. Orang tinggi ini menganjurkan kami segera menuju gereja karena disana digelar acara untuk anak-anak. Walahh … sudah panas, Om, naiknya juga tinggi bangetttttt ke bukit ….

Pipi anak-anak sudah bertomat, merah-merah kepanasan. Jilatan es krim terakhir menandakan waktu kunjungan disudahi. Capek, mau pulang. Ketiga musketeers kami sudah rewel. Padahal pertandingan para kesatria masih dua kali lagi (pukul 18 dan 22).

Sepanjang perjalanan menuju mobil, para pengunjung, penjual dan para artis tampak manis dan mempesona dengan pakaian gaya lamanya. Corak, model desain dan warnanya rupa-rupa. Shenoa yang berpakaian Dirndl ingin dibelikan sebuah mahkota dengan bunga mawar kering. Yaiy, it’s very expensive.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun