Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Jepara: RA Kartini, Kota Ukir, Pantai Indah dan Gadis Sepeda Motor

18 April 2012   09:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 6507 2

Jepara … Jeparadise! Jepara memang tak ubahnya surga dunia … kota kecil nan sepi ini menyembunyikan banyak hal yang luar biasa!

Jika mendengar kata Jepara, yang pertama melintas di benak saya adalah; ibu kita Kartini!

RA Kartini lahir di Mayong, Jepara. Kenangan saya waktu kecil pada hari jadinya yaitu tetap pada berkebaya, keperempuanan, perlombaan dan tentu saja kini, lambat laun seiring dengan bertambahnya usia yakni soal makna dan hikmah dari hari itu (saya sebagai seorang perempuan biasa).

Arggg … sayang liburan kami tidak panjang waktu itu, tak sempat menengok sejarah peninggalan ibu Kartini barang sebentar … dan menggali spirit wanita putri bupati di jaman Belanda itu dan napak tilas sisa-sisa yang ada. Hmmm ... berkunjung ke museum.

Kedua, Jepara identik dengan kota ukir

Kota ini memiliki daya magnet tak hanya bagi bangsa Indonesia, untuk bangsa asing (bule) kota ini menyimpan talenta berlebih dalam seni ukir kayunya yang bisa didesainuntuk diberdayakan. Produk buatan tanah air ini telah banyak membanjiri rumah-rumah negara tetangga, pameran internasional (di Jerman, misalnya), atau dikagumi ciri khasnya oleh banyak bangsa.

Kami tidak melewatkan kesempatan jalan-jalan dipusat ukiran Jepara dimana acara memilih sendiri barang yang disukai, mau dimodel bagaimana, langsung didiskusikan dengan pekerja/pemiliknya. Amboi, suasana yang indah bersama orang-orang lumrah yang tak gampang gerah. Semoga banyak rejeki, ya, bapak-bapak ….

Usai kami memborong kerajinan ukir dan mebel dari Indonesia lewat container 4 kaki saat pindah rumah dan memasangnya di Jerman, ternyata bangsa Eropa ini terpesona dengan kreativitas anak bangsa ... apalagi harganya miring. Misalnya sebuah hiasan dinding kepala suku Indian harga dihargai Rp 250.000,00 padahal kalau harga segitu kita hanya bisa membeli hiasan sak upil (red : kecil) di Jerman. Atau sebuah cermin dinding ukuran besar dan berukir dibandrol Rp 500.000,00 sedangkan di negeri penuh aturan ini, sudah melambung minimal 190 euroan!

Hiks, Indonesia memang kaya akan hasil produksi berkualitas, tapi lini bawah bisa jadi belum bisa kaya meraup hasil jerih payahnya …

Ketiga, pantai pasir putih nan indah membuat saya bangga sekaligus iri (Semarang dianugerahi pantai pasir coklat kehitaman, amis dan kotor sedang Jerman, hanya Hamburg dan sekitarnya yang ketiban sampur dapat pantai dingin)

Pantai Tirto Samudera adalah sebuah obyek unggulan kota Jepara (kira-kira 7 km dari pusat kota, arah utara). Pantai yang dahulu sering dikunjungi RA Kartini dan keluarga serta teman Belanda ini dijuluki pantai Bandengan karena konon banyak ditemukan ikan bandeng kala itu. Sedangkan desa didekatnya, namanya Desa Bandengan.

Pantai ini tak hanya cocok untuk bermain pasir,  bermain layang-layang, berperahu, bermain volley pantai, jalan-jalan atau sekedar duduk-duduk menikmati sun set

Pulau Karimunjawa yang masih kabupaten Jepara sudah kami jejaki sebelum liburan yang ini, sayang pulau Panjang diseberang sana yang dengar-dengar juga asyik untuk dijelajahi tak sempat kami kunjungi.

Hebatnya pantai TS ini … tak hanya masyarakat lokal, bangsa asing (pengusaha meubel/turis) juga tak ingin melewatkan kesempatan berkunjung secara reguler. Ada sudut yang bagus untuk ditilik, sebuah cottage-restaurant-cafe yang memiliki swimming pool tepat sebelum pintu gerbang pantai Bandengan. Disana tak perlu bayar karcis tetapi makanan dan minumannya tentu saja berstandar internasional dan agak mahal untuk kantong jelata. Ah, kangen warung!

Ada harga=ada rupa

Keempat, ealahhhh … apakah benar ada gadis sepeda motor di kota RA Kartini?

Supply=demand ???

Waktu itu kami berempat berlibur di sebuah hotel berbintang tiga JI di pusat kota. Ada yang bilang hotel sebaiknya ditinjau ulang pangkat kebintangannya, saya memilih pada zona nrima ing pandumit’s OK. Letaknya yang di pinggir jalan raya kami pilih lantaran kami pikir mendukung rencana perjalanan kami dari hari ke hari (ke pantai, pusat ukir, pasar dan sebagainya).

Mengambil kamar Deluxe (Rp 300.000 an/malam waktu itu), kami menikmati fasilitas internet (di lobby), TV satelit, cafe dan restaurant, kolam renang, laundry, safe deposit box atau berbelanja di toko souvenir tepat di seberang hotel !

Nahhh … yang paling bikinkami ger-geran waktu itu adalah gadis sepeda motor.

Lhadalahhh ! Entah karena iseng atau sengaja, kami membuka tirai jendela yang tepat menghadap pintu utama karena ingin menikmati pemandangan langit. Kami sangka barangkali beruntung bisa melihat rasi bintang lantaran cuaca sedang cerah. Tak ada hujan tak ada angin, temaramnya malam mengundang lima gadis bersepeda motor tepat di sebelah pintu gerbang dekat pos satpam. Mereka bak gula dalam semut ! Apa ada kampanye atau pawai sepeda motor, ya?

Suami saya langsung menyeletuk; ciblek! Trend penjaja seks dengan bersepeda motor memang pernah trend di Semarang waktu itu (di sekitar jalan A.Yani, Ki Mangunsarkoro atau seputar Simpang Lima), tak heran suami langsung main duga.

Menurut pengamatan saya, para gadis sepeda motor di depan hotel HI Jepara ini menunjukkan gerak-gerik tersendiri. Sendau gurau gadis bercelana blue jeans ketat itu nampaknya menyimpan sesuatu. Sebab rasa kantuk yang hebat, kami tarik tirai dan selimut hingga meninabobokkan kami berempat.

Masyaallah … semoga tuduhan ini salah alias ngawur … dan mata kami sedang rabun malam itu. Ada yang punya pengalaman sama di Jepara seperti kami? (G76).

P.s : Sebentar lagi masyarakat kita akan memperingati Hari Kartini. Jerman memang tidak memiliki hari Kartini, tetapi gerakan emansipasi keperempuanan memang sudah lama bergejolak jauh sebelum terjadi di tanah air. Bertahun-tahun dinegeri ini, ada sebuah kesan yang melekat bahwa tanpa hari Kartini, tetap tidak ada pembedaan antara pekerjaan perempuan dan laki-laki! Yang lelaki mau mengurus anak dan dapur, yang wanita mau membantu pekerjaan kasar para pria. Pria dan wanita juga memiliki hak yang sama dalam hidup. Kita yang punya hari Kartini ada baiknya untuk lebih BISA … selamat menyongsong hari Kartini, Indonesian women ! Yes, we can.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun