Pada suatu hari, bulu kuduk saya sempat berdiri saat berbincang dengan para pakar lingkungan dari sebuah universitas negeri yang mengatakan bahwa suatu waktu kota Semarang dan Jakarta akan tenggelam. Senti demi senti, permukaan tanah digenangi air yang lebih tinggi. Proses penenggelaman kota itu pelan tapi pasti, sementara saya sangsi bahwa langkah-langkah penanganan baik dari pemerintah, swasta atau masyarakat demi mengantisipasi kejadian yang mengerikan ini sudah terencana sejak dini.
Awww … ternyata bulu kuduk ini bisa lagi-lagi berdiri jika membayangkan bahwa suatu hari Venezia atau Venedig akan tenggelam pada tahun 2050 nanti … whattt ??? Gosipkah ? Berbagai researcher dunia dan pihak pemkot sendiri mulai perang opini soal ini. Sementara itu, kontroversi proyek dam yang ada masih belum saya dengar lagi kelanjutannya …
***
Hari amat terik kala itu. Perjalanan dari Schenna ke Venedig dengan tur bus nampaknya sebuah kenyamanan tersendiri. Maklum, travel dengan anak-anak dalam sebuah perjalanan jauh amatlah tidak mudah.
Sesampai di Venezia, kami disambut sebuah gerbang bertuliskanPer Piazza S.Marco (red: jalur menuju St.Mark Square). Dalam ferry kecil, guide kami mengingatkan kami harus turun di sebuah hotel „Cabrielli“ sebagai tempat berkumpul grup.
Pemandangan dari ferry sangatlah mempesona. Gedung-gedung bersejarah nan eksotik nampak dikelilingi taman air disana-sini. Mata saya melirik pada pelampung yang menggantung di dinding. Hiks … kalau kecemplung (red : tenggelam) harus nyawut (red : ambil) yang itu …
Oha … terik matahari benar-benar membakar tubuh waktu itu. Maklum musim panas, para turis dari segala penjuru dunia itu sudah main buka-buka (mulai dari gaya pakaian “you can see” look atau I see „yours“) dan tentunya bersandal jepit! Beberapa dari pejalan kaki itu mulai kipas-kipas cari angin … sumuk tenan (red : gerah).
Begitu berada ditengah kota dekat Piazza San Marco (red : menara Markus ?), jutaan burung dara hitam itu beterbangan kesana-kemari. Beberapa penjual jagung snack si burung nampak mengais rejeki ditengah kunjungan turis sejagad. Tiga bungkus beralih ke tangan kami, @ 1 euro. Gadis kecil kami nampak ketakutan dikerubuti hewan danyang (red: penunggu) Venezia itu. Beberapa photographer minta ijin memotretnya … nak, kamu masih umur 2 tahun waktu itu … dapat honor berapa foto castingnya???
Setelah mengisi lambung kawanan itu, gantian perut kami yang harus diisi. Kami melirik pizza mini; pizza Margherita Pomodoro Mozzarella yang dipatok 3 Euro dan pizza Farcita-Funghi Pomodoro Mozzarella seharga 3, 50 Euro. Ya ampun … sak upil (red: kecil sekali)!
Begitu melewati sebuah jembatan Rialto, beberapa Gondola mulai wara-wiri di Grand Canal. Turis nampak tersenyum menikmati pemandangan yang ada. Anak-anak mencoba mendekat barisan Gondola yang diparkir, saya mencoba memotret. Ya ampun kagetnya ketika sang empunya datang dan marah-marah … ih lecet juga enggak, Om! Pelit amat … Maklum, naik Gondola memang mahal.
Kami menyingkir dan menatap sekeliling. Haduh, rumah-rumah pada tergenang, berlumut dan dinding rapuh nan keropos. Ngeri dot com …
Para pelukis jalanan nampak menawarkan lukisan mini dan portrait dari ukuran mini hingga jumbo. Harganya ? Saya tak mau tanya karena pasti mahal hehehe …
Guide mulai menghitung grup. Lengkap sudah, kami siap menuju ferry untuk kembali ke bis menuju Schenna.
Tiba-tiba sebuah kapal pesiar mewah raksasa lewat. Hiyyyy takuuuuttt … mengingatkan saya pada Costa Concordia yang numplek pada tanggal 13 Januari 2012 yang lalu hingga menewaskan puluhan orang dan sekaligus mencemari lingkungan karena tingkatan kepekatan minyak yang tumpah. Kami naik ferry saja, Senor!
***
That was our travel to Venezia last time in summer … belum tenggelam.
Global warming sudah mulai terasa dimana-mana. Bumi menangis, alam memberontak, tanpa harus menyalahkan siapapun (pemerintah yang tak mau tahu, rakyatnya yang sembarangan, peraturannya yang malang melintang, alamnya yang tak mau kompromi …) namun lebih berkaca dalam cermin. Suatu hari terlihat kenyataan bahwa pelan tapi pasti semuanya, satu persatu rusak … hingga tak tersisa. Hiks …