Tinka adalah seorang wanita kelahiran Munich alias München pada tahun 1974.Setelah belajar dari Edinburg Politologie, ia bekerja sebagai reporter lokalpada sebuah kantor jurnalistik. Wanita cantik ini akhirnya menempuh pendidikan sekolah jurnalistik Jerman. Sejak 2003, ia memilih menjadi pengarang buku mandiri di Hamburg, halaman seni pada majalah „Brigitte“ dan reporter jalan-jalan.
Judul diatas adalah pengakuan Nadja Bennaisa, seorang mantan anggota band „No Angels“ yang terkenal di Jerman. Perempuan dari Marokko itu merupakan tokoh biografi berusia 28 tahun. Ia menjadi sebuah sorotan bagi penulis Tinka Dippel.
Nadja bukanlah figur ideal untuk anak gadis seusianya. Ia banyak terjebak diusia muda. Pada usia 14 tahun ia sudah menjadi cracksuchtig (kokain dengan campuran natron). Dua tahun kemudian ia hamil. Seremnya, perempuan berusia 16 tahun itu divonis HIV positive (Ya Allahhh …). Perempuan berambut keriting itu memang sudah jatuh tertimpa tangga tetapi justru ia belajar dari kerasnya kehidupan dan malangnya nasib. Nadja tabah dan semangat menyongsong hari yang cerah dengan sebuah bros di dada “Welcome to HIV/AIDS”.
Nadja sempat menyimpan rahasia ini hingga tahun 2009 dan terbuka dengan biografi tulisan Tinka dalam bahasa Jerman berjudul „Alles wird gut“ (red: badai pasti berlalu) pada tahun 2010 dengan 207 halaman dan 18 bab. Satu hal yang ditangkap Tinka adalah bahwa ada sebuah keterkejutan Nadja saat seorang penulis akan membuat biografi seorang tokoh yang masih muda sepertinya, 27 tahun. Iapun mengiyakan demi memberi warning bagi generasi muda.
***
Masa pubertas yang buruk
Di rumah orang tuanya di Hagenbuttenweg no 88, disanalah awal dari semua bencana. Di sebuah kamar di sebuah teras, ia sering mengeluarkan tali buatan dari sprei kasur untuk melarikan diri dari rumah. Kebebasan yang tidak terbatas diraih dengan segala cara.
Sebenarnya ia termasuk anak yang berbakat. Nadja telah belajar piano dan seruling, basket dan masuk ke Dreieichschule Gymnasium (red: sekolah elit, terusan dari kelas 5 SD hingga SMA kelas 3) lantaran impiannya belajar bahasa Perancis yang tinggi. Wanita manis ini fans kota Paris.
Di kelas 5 SD, ia meraih kasting musikal pertamanya, Tabaluga. Sayang, suatu hari ia menjadi brutal di sekolah, nilainya menurun, tidak membuat PR, ujian dengan hasil yang jeblok (5) dan berani kepada gurunya dengan perkataan:
„Wissen Sie was, ich werde das sowieso nicht brauchen in meinem Job. Weil ich mal Sängerin werde“ (red: Tahukah Anda? Saya tidak akan membutuhkan nilai bagus untuk mendapatkan pekerjaan karena saya akan menjadi seorang penyanyi).
Di usia 12 tahun, Nadja tampil di panggung balai kota. Setahun kemudian, ia memimpin pelaksanaan beragam program di panggung yang ditonton 800 orang. Kalau saya mungkin masih ndredeg (red: gemetar).
Senta adalah teman lelaki nadja yang banyak menghabiskan waktu bersama untuk jalan-jalan, keluar dan hal-hal yang tidak perlu dijelaskan lagi. Xixixixi …
Sahabat karib Nadja yang baru, dua tahun lebih tua. Nadja sering minum bir, merokok, sampai menghisap mariyuana bersamanya. Sebuah pertemanan yang salah kaprah. Piye, jal?
Diusianya yang ketiga belas, perkembangan Nadja semakin tak terkendali. Ia telah merambah kokain dan ekstasi. Sabine, mamanya sudah tidak didengar nasehatnya lagi. Aduh, Bu … dicekoki mawon … (red: diberi jamu saja).
Selain telah mencoba semua jenis narkoba di usia 14 tahun, Nadja telah melakukan hubungan seks yang pertama kali.
Beruntung ketika bersama teman-temannya ke Venlo Belanda, dan membeli mariyuana seberat 450 gram, ia dilepaskan polisi perbatasan jalan tol. Jika bernasib malang, ia sudah lama berada dibalik jeruji besi atau denda yang tinggi.
Karena ibunya sudah tak tahan lagi dengan keliaran Nadja, ia dilaporkan ke Jugendamt (red: departemen kepemudaan). Nadja dimasukkan dalam program sosial 80 jam sebagai kompensasi (yakni membantu di panti jompo dan rumah penitipan hewan).
Ternyata Nadja tak jera, ia semakin buas dengan keingintahuannya. Kini giliran kokain dicampur natron yang memaksanya masuk hotel rodeo. Rupanya ia kapok lombok (red: jera hanya sebentar saja).
Lantaran pergaulan bebas (dan meski sering menggunakan kondom), ia hamil di usia 16 tahun. Meskipun terasa berat, ia enggan mengaborsi janin di klinik Pro Familia, Frankfurt. Saat memeriksakan kehamilan ditemani ibunya, dokter memeriksa darahnya dan mengatakan bahwa ia menghidap HIV positif! Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelip … (red: shock skala 9 SR).
Leila, putri Nadja, luput dari HIV positiv turunan
Sebagai seorang calon ibu, wajar jika ia menginginkan bayinya sehat. Nadja dan mamanya pergi ke HIVCENTER pada musim panas 1999. Lembaga ini memiliki tugas membantu para calon ibu yang mengidap HIV positif. Di Jerman, sekitar 300 bayi terjangkit HIV positif dari ibunya pada setiap tahunnya.
Nadja mengkonsumsi obat-obatan yang disarankan klinik demi melindungi perkembangan janin dari ancaman beragam virus. Statusnya sebagai ibu hamil pengidap HIV positif, menjadi rahasia keluarga.
Leila lahir pada tanggal 25 Oktober 1999 dengan jalan Caesar karena kelahiran normal amat beresiko. Bayi perempuan cantik yang sehat, bebas HIV/AIDS.
Merekapun mendapatkan dana sosial dari pemerintah untuk bertahan hidup. Waktu itu, baju saja mereka kekurangan sekali. Lilo adalah pacar baru Nadja yang ditemui saat bernyanyi di panggung Langener (saat itu Leila baru 4 minggu). Lilolah yang menyemangatinya untuk terus menarik suaranya.
Awal karir Nadja di „No Angels“
Pada musim panas, Agustus 2000, ia tertarik menonton kasting “Popstars” di TV. Mereka sedang mencari 5 orang gadis berusia 18 tahun yang bertalenta. Nadja berharap ia adalah satu diantaranya yang beruntung nanti karena ia telah menjadi anggota rockband pada usia 12 tahun dan yakin akan talentanya. Ya, Nadja layak dapat bintang!
Setelah beberapa kali kasting, Nadja terpilih bersama 31 gadis lainnya yang terjaring dari 4000 pendaftar (dari Hamburg, Berlin, Frankfurt, Köln, Stuttgart dan München). Lima penyanyi yang pada tahun 2000 memenangi acara yang diselenggarakan RTL II untuk pertama kalinya itu dijadikan satu menjadi grup No Angels. Setelah memiliki album, akhirnya terjual sebanyak 5 juta platinum.
Jerman belum banyak memiliki program kasting musik di televisi seperti „Deutschland sucht den Superstar“ atau „Das Supertalent“. Grup band beraliran pop adalah grup cikal bakal „Popstar“. Sayang mereka harus bubar pada tahun 2003, berantakan, yah?
Pada bulan Januari 2007, album Destiny menjadikan grup ini kembali mengumpulkan massanya. Nadja Benaissa mengundurkan diri pada bulan September 2010. Band menjadi trio saja. Tahun 2011 ini adalah ulang tahun kesepuluh grup band.
Dihukum karena menularkan HIV positif
Pada tanggal 16 Agustus 2010, nama Nadja mencuat di berbagai media massa. Ini berawal dari proses pengadilan di Darmstadt. Nadja vs para lelaki yang ditidurinya sekitar tahun 2004-2006 dan Nadja vs teman intim tahun 1999-2004.
Oliver Wallasch dari departemen kriminal akhirnya menemukan bahwa memang dari sekian pria ada dua orang pria saja yang tidak tahu sama sekali status HIV positif yang melekat pada Nadja. Satunya adalah seorang pemuda berusia 17 tahun yang dikenal Nadja pada pesta di sekolah dan seorang lagi adalah pria yang menyeretnya ke meja hijau itu. Lelaki itu amat marah dibohongi hingga 3 tahun berlalu. Nadja memakluminya, ia pasrah. Tobat, tobattt …
Dua tahun ia dihukum dengan beragam program, menjalani terapi dan 300 jam masa kerja sosial diberikan untuk Nadja dengan tuduhan mengancam kehidupan orang lain dengan tidak menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi (HIV positif) dan berbohong kepada beberapa orang di wilayah Jerman. Sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh juga …
Dari biografi Nadja Bennaisa ini ada hikmah yang bisa diambil:
1.Menggunakan masa muda dengan hal-hal yang positif. Talenta bisa membumbung jika diasah terus (tak hanya IQ tapi juga EQ). Sesal kemudian tiada guna.
2.Menjauhi seks bebas dan narkoba, mencari teman yang tepat dan mendengarkan nasehat orang tua secara baik-baik. Doa orang tua, rahmat Allah juga.
3.Jika mengidap HIV/AIDS, menerangkan kepada pasangan dan menggunakan pengaman jika setuju untuk berhubungan intim, serta menghubungi pusat HIV/AIDS terdekat.
4.Pengidap HIV/AIDS bukan untuk dijauhi, seharusnya dibesarkan hatinya. Ia bahkan bisa dijadikan kaca untuk bercermin bahwa apa yang terjadi padanya tidak boleh terjadi lagi dalam kehidupan kita atau manusia lain.
5.Umur 28 tahun sudah patut ditulis sebagai tokoh biografi, ternyata telah banyak asam garam yang dirasakan pada usia muda. Jalan kehidupan Nadja masih panjang, semangatnya untuk meneruskan hidup meski dengan HIV positif patut ditiru. Rumput tetangga tak selamanya hijau, hidup adalah perjuangan.
Nadja telah berjanji tak ingin menjadi pop star lagi. Akun FB-nya yang berisi ribuan orang ditutup. Hanya akun rahasia dengan 50 teman saja yang ia pegang hingga kini, teman sejati. Teman yang mengerti dengan titel HIV positif yang disandangnya.
There is a long and winding road. Nadja, Leila dan Jeany mengungsi ke Berlin disebuah rumah susun Friedrichshain. Memulai hidup baru dengan suasana yang lain.
Berlin. Anjing. Menyepi. Tiga tekatnya untuk mengakhiri hidup yang menyeramkan dalam diri Nadja dan meraih hari esok yang cerah. Tak ada keinginan dikerubuti 1000 fans atau teman, yang ia puja hanyalah tempat bersarang yang aman dan nyaman, home sweet home. Hiks. Good luck, Nadja. God bless.
Sumber: Buku „Alles Wird Gut“ biografi Nadja Benaissa (eks anggota band „No Angels“ Jerman) karya Tinka Dippel.