Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Surat Ijin Mengayuh Sepeda A la Jerman

5 September 2011   06:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14 325 2
Aku disilihi mbak K, sepeda ... ngantor, limang menit gembrobyos sik tur katisen san" seorang bapak asli Cilacap dan mengadu nasib di Semarang bercerita bahwa ia memiliki pengalaman menarik naik sepeda ke kantor di Jerman. Saya bisa membayangkan betapa dinginnya bulan Mei itu dengan mengayuh sepeda, meski lima menit saja.

„Heeee? Wani-wani men ... emange duwe SIM sepeda pow?" saya menggodanya, bahwa siapapun yang hendak naik sepeda di Jerman harus mengantongi SIM.

Ojo meden-medeni tho, mbak" lelaki umuran 30-an itu membujuk saya untuk tidak menakut-nakutinya. Padahal ia sudah PD sekali lantaran naik sepeda di Jerman amat dihormati, didahulukan dan ada jalurnya sendiri.

"Mosok sih? Saya naik sepeda kadang kebawah tuh ..." Si embak K, asli Solo dan lama tinggal Jakarta sekaligus pemilik apartemen mewah itu mengernyitkan dahi. Kemudian ia tertawa, karena buru-buru suami saya menjelaskan bahwa ia sedang digoda istrinya. SIM Sepeda hanya diwajibkan bagi anak-anak Jerman SD kelas IV. Tawa saya melebar.

***

Masih ingat di kepala saya, saat anak lanang repot belajar teori dan praktek bersepeda dirumah dan disekolah. Setelah menjalani segala prasyarat (termasuk membayar asuransi), mengikuti kuliah soal bersepeda di sekolahannya dibimbing guru dan pihak kepolisian, mengikuti ujian yang memiliki 40 Punkten (red: total nilai), ujian praktek di sekolah, ia lulus dengan nilai memuaskan (tiga nomor salah) dan berhak mengantongi SIM bersepeda. Yang penting, ia tahu aturan, pernak-pernik sepeda dan manfaat dari bersepeda itu sendiri. Lega rasanya, melepas anak di jalanan dengan naik sepeda kemana ia suka. Entah bersama-sama dengan temannya, keluarga atau sendirian untuk mengunjungi saudara, teman, ke sekolah atau piknik. Rad fahren ist einfach schön (red: bersepeda menjadi lebih mengasyikkan).

Ya ... ia dan kawan-kawan disangoni sekolah tempat ia menimba ilmu, sebuah buku tentang bersepeda, „Schulerheft zur Rahfahrausbildung" (red: panduan untuk belajar bersepeda). Buku terbitan departemen dalam negeri Baden-Württemberg di Stuttgart itu menuliskan materi di 35 halamannya dalam menu daftar isi, yakni pada halaman kedua setelah cover.

Soal mengendarai sepeda adalah sebuah olah raga sehat dan sangat ramah lingkungan dibahas dihalaman ketiga. Selanjutnya adalah bagaimana melatih sepeda dengan slalom, termasuk persiapannya. Halaman kelima hingga kesembilan mengandung pengetahuan tentang sistem pengaman bersepeda (rem, helm, jaket dengan scotch lite) dan tekniknya.

Nah, giliran rambu-rambu yang mungkin jarang ditemui di Indonesia itu mulai dicekokkan pada mereka di halaman 10. Dilanjutkan halaman 11, dengan bagaimana anak memberi tanda di jalan. Misalnya jika akan belok ke kiri, segera tengok ke kiri dan belakang lalu merentangkan tangan kiri. Peraturan lalin seperti; Sicherheitabstand (red: jarak anak dengan pengendara lain), di jalan yang ada perbaikan, Rechts vor Link (red: pengendara dari kanan didahulukan), melewati Ampeln (red: lampu merah), pada trotoar, dicakup halaman 12 hingga 27.

Der Tote Winkel (red: garis berbahaya hingga menyebabkan kecelakaan fatal atau kematian) misalnya naik sepeda disebelah truk atau disebuah sudut yang menyebabkan anak nyaris tidak terlihat pengendara lain ada dalam halaman 28. Kemudian mengendarai di bundaran, membonceng sepeda dan hal-hal lain yang mungkin terjadi saat mengayuh sepeda, misalnya ketika secara tiba-tiba seorang membuka pintu mobil atau disetir mundur, dibahas di halaman 29-33. Halaman terakhir, 35 mengingatkan anak agar Fahrradpass (red: STNK sepeda) sebaiknya disimpan rapi demi menjaga saat sepeda dicuri dan melaporkan ke polisi. Pihak kepolisian bisa mencarinya dengan mengidentifikasi nomor kode-nya saja, biasanya mereka akan gampang menemukan sepeda curian di pasar barang bekas alias Flöhmarkt. Jadi hati-hati membeli sepeda tanpa STNK. Selain itu tentu saja gembok amat diperlukan.

That's all. Senangnya bahwa anak-anak Jerman aman dan nyaman saat bersepeda, mudheng ngono loh (red: benar-benar mengerti dan taat). Sedangkan mereka yang berumur dibawah anak kelas IV SD dilarang naik sepeda sendirian, harus dibawah pengawasan ketat orang tua dan tentu saja memakai helm dengan kisaran harga 10-50 euro. Eh, lagian ... saya ngeri melihat harga sepeda disini. Untuk harga sepeda balita tanpa pedal alias ayuh kaki saja harus merogoh kocek setidaknya 50 euro kalau yang berpedal sekurang-kurangnya 150euro, untuk sepeda standar sebelum ujian SIM sepeda biasa dipatok minimal 250 euro! Ha ha ha ... saya kangen sepeda kumbang!

Sumber: terjemahan bebas dari „Schulerheft zur Rahfahrausbildung" Baden-Württemberg Innenministerium.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun