Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Ruwetnya Republik Tikus

6 Februari 2014   07:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:07 35 0

Republik Tikus adalah nama sebuah negeri yang dekat dengan republik manusia dan meskipun hanya sebuah republik yang di dalamnya berisi ribuan tikus, jangan pernah membayangkan terdapat tikus curut dan werok yang kotor dan dekil. Republik Tikus saat ini dipegang oleh pemerintah yang berasal dari Partai Bemokarat untuk itulah maka seragam yang dipakai oleh kebanyakan masyarakat tikus adalah baju biru. Beberapa anggota Partai Bemokarat juga memiliki hidung seperti Pinokio, tokoh fiktif dalam dunia manusia. Hanya saja di Republik Tikus jenis “tikus Pinokio” ini tidak bisa dikenali “paman Geppeto-nya”. Kehidupan mereka selalu mengikuti gerak dan langkah manusia. Mereka adalah mus musculus scientificus (tikus berpengetahuan) dan di dalam dirinya juga sekaligus mus musculus religious (tikus beragama). Sayangnya meski banyak tikus yang berprofesi sebagai ilmuwan, yang kemudian beralih menjadi politikus,tikus – tikus ini selalu menunjukan sifat dasarnya, rakus dan tidak pernah peduli pada keadaan apalagi memberikan perhatian pada tikus – tikus lain yang hina dina dan lemah. Kepakaran para tikus ini tidak dipakai untuk mencipta, menolong orang lain agar Republik Tikus menjadi lebih baik tapi justru sebaliknya, dipakai untuk melanggengkan kekuasaan sekelompok tikus. Salah satunya adalah pembangunan mega proyek industri gigi palsu. Menurut sekelompok tikus itu, dalam rencana jangka panjang Republik Tikus, teknologi pergigian perlu mendapat perhatian serius, tujuannya adalah agar dari industri itu dihasilkan gigi palsu yang berkualitas, lebih tajam dan tahan lama dengan maksud agar nantinya dapat dipakai untuk mengerat kayu – kayu keras pelindung makanan.

Meski jenisnya banyak dan spesiesnya variatif, hanya ada dua jenis tikus yang dominan di Republik Tikus, yakni werok dan curut. Jenis pertama adalah tikus yang biasanya berpenampilan lebihsangar dibandingkan jenis tikus lain yang ada di Republik Tikus. Werok suka sekali menunjukan giginya yang tajam. Suaranya keras dan kadang memekakan telinga. Jenis tikus ini mempunyai hobi memprovokasi tikus – tikus lain, termasuk juga tikus – tikus kecil.Keributan – keributan dan pengrusakan beberapa infrastuktur dan bangunan oleh tikus – tikus kecil, menurut beberapa pakar politik di republik itu, didalangi oleh sekelompok werok yang dulu pernah berkuasa. Di Republik Tikus, banyak juga werok – werok yang mirip dengan badak. Kita semua tahu bahwa badak pandangannya terbatas, hanya beberapa meter didepannya saja benda yang bisa dia kenali. Alasan inilah yang menyebabkan mengapa sesuatu yang berada jauh dari pandangan badak dianggap musuh dan yang berada didekatnya dianggap teman. Badak tidak pernah memiliki pilihan selain diserang atau menyerang. Kelebihan badak terletak pada kekuatan badan yang dimilikinya, oleh karena itu badak selalu merasa kuat dan hebat. Badak tidak pernah memiliki rasa humor, seni maupun sastra, buntut – buntutnya badak selalu menganggap serius masalah – masalah kecil yang sebenarnya tidak perlu dijadikan alasan untuk menyerang. Begitulah kira-kira pendapat Frans Magnis Suseno tentang badak. Werok yang mirip badak iniakan dengan enteng menjatuhkan vonis bahwa tikus – tikus tertentu adalah pengkhianat, tidak setia, tidak solider, dan dianggap berbahaya hanya karena tikus – tikus yang dimaksud berada jauh dari pandangannya atau berada pada wilayah yang dianggap milik lawan. Werok bermental badak selalu gelisah, khususnya ketika keinginannya tidak tercapai atau kepentingannya terancam. Kelompok werok ini selalu ingin tikus – tikus jenis lain yang merasa teman dan pendukungnya selalu berada di sekitarnya. Alasan inilah yang menyebabkan tikus werok selalu menunjukan sikap peperangan kepada semua tikus yang tidak sepaham. Padahal di Republik Tikus tidak sedang berada dalam situasi perang saudara, sehingga setiap warga negara tikus bebas untuk pergi kemana saja diseluruh wilayah negeri tanpa merasa takut. Namun demikian karena sikap yang ditunjukan oleh tikus werok itu maka situasi yang terjadi di negara tikus menjadi mencekam.

Meskipun berjenis sama,tidak semua werok memiliki kesamaan visi dan misi dalam membangun Republik Tikus. Sebagai akibatnya di Republik Tikus terdapat dua golongan werok, yakni werok coklat dan werok hitam. Kedua kelompok ini sering baku hantam. Kedua kelompok werok ini juga merupakan biang keladi persoalan yang ada di Republik Tikus. Saking kompleksnya persoalan ini maka kemudian terbentuk wacana abu – abu dikalangan tikus jelata, karena menjadi tidak jelas apakah werok coklat dan werok hitam tersebut benar – benar saling bermusuhan, berbeda pendapat atau memang kedua kubu werok ini sekedar menjalani saja ritual permusuhan yang secara historis sudah berjalan puluhan tahun. Bahkan beberapa pengamat politik Republik Tikus berpendapat bahwa perbedaan itu hanya sandiwara saja. Republik Tikus memang sarat dengan persoalan dan salah satunya lahir dari pertikaian kedua kubu werok ini.

Salah satu sebab mengapa sering terjadi persoalan di Republik Tikus adalah karena sistem telekomunikasi yang ada di Republik Tikus begitu amburadul. Jaringan telepon yang sering tu la lit, stasiun televisi yang tidak berfungsi serta satelit komunikasi yang digunakan masih memakai teknologi yang sangat kuno. Infrastruktur telekomunikasi memang telah terpasang, hal ini ditandai dengan banyaknya instalasi jaringan telekomunikasi yang sudah tersusun rapi di beberapa sudut kota Republik Tikus. Sayangnya jaringan ini tidak dimanfatkan dengan baik, dan yang lebih parah lagi tidak sedikit kabel – kabel yang sudah terpasang itu dimakan oleh tikus – tikus liar. Selain itu sarana transportasi juga amburadul meski sudah dibuatkan Sistrakus (Sistem Transportasi Tikus). Entah sudah berapa tumpuk kajian mengenai transportasi ini dibuat, masih saja sistem transportasi di republik itu semrawut.

Dalam bidang telekomunikasi, memang pernah Republik Tikus membuat perjanjian dengan beberapa negara binatang lain untuk tidak hanya membeli tetapi membantu membuatkan satelit sendiri bagi Republik Tikus. Bahkan pada saat itu Republik Tikus akan mengembangkan satelit Syncom 4. Dengan satelit itu diharapkan Republik Tikus akan memiliki kemudahan dalam penyediaan jaringan telekomunikasi di seluruh negeri, mulai dari penyediaan informasi bagi stasiun televisi, telefax, telepon, radio, dan data digital. Namun karena kerjasama itu dilakukan dengan Pemerintahan Negeri Buaya dan Negeri Kadal maka bukan keuntungan yang didapatkan, justru sebaliknya, berton – ton makanan terpaksa harus diberikan kepada pengusaha telekomunikasi dari Negeri Buaya dan Kadal oleh Republik Tikus sebagai dampak dari beberapa perjanjian yang pernah disepakati oleh segelintir pejabat Republik Tikus dengan Negeri Buaya dan Kadal. Sebenarnya tidak masuk akal ketika para (yang katanya) pakar dan merupakan kumpulan mus musculus scientificus dengan mudah ditipu mentah – mentah oleh pengusaha penyedia jaringan telekomunikasi kelas teri dari Negeri Buaya dan Kadal. Dengan demikian wajar saja apabila sering terjadi miscommunication, tidak hanya dikalangan para pejabat tikus tetapi juga ditingkat tikus jelata, dan mismanagement di organisasi pemerintahan, akibat kacaunya sistem komunikasi dan manajemen di Republik Tikus.

Bayangkan, dengan sistem manajemen dan komunikasi yang sophisticated saja Amerika Serikat bisa kebobolan, apalagi yang terdapat di Republik Tikus. Ambil contoh skandal Iran-Contra yang melibatkan Letnan Kolonel Oliver North pada masa pemerintahan Ronald Reagan tahun 1985 – 1986. Hampir semua orang di seluruh dunia tahu kehebatan sistem yang ada di Gedung Putih, baik itu sistem administrasi, keamanan dan telekomunikasi. Kenyataannya, tetap saja Oliver North dapat dengan mudah menjual senjata ke Iran dan mengucurkan keuntungan sebesar 30 juta dolar Amerika ke Nikaragua untuk membantu gerilyawan kontra yang memerangi pemerintahan kiri Sandinista.

Meskipun akhirnya hukuman terhadap Oliver North dicabut karena tidak ada bukti – bukti yang memperkuat dugaan bahwa dia satu – satunya perwira yang melakukan kesalahan, tetap saja menjadi sebuah pertanyaan yang masih menggelitik banyak orang sampai saat ini yakni “Apakah memang benar – benar Ronald Reagan tidak tahu atau dia mempunyai kepentingan dengan skandal Iran – Contra tersebut?” Alasan pertama sepertinya tidak masuk akal, dan seiring dengan berjalannya waktu banyak kalangan akhirnya meyakini bahwa Reagan sebenarnya mengetahui skandal itu tetapi membiarkannya saja karena Reagan juga mempunyai kepentingan. Perbedaan mendasar antara skandal yang terjadi di Amerika Serikat dan di Republik Tikus adalah dalam hal kepentinganya. Meskipun Ronald Reagan mengetahui skandal tersebut, secara pribadi ia tidak mendapatkan keuntungan finansial. Kasusnya sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Republik Tikus. Werok – werok yang terlibat dalam kerjasama dengan Negeri Buaya dan Kadal tersebut mendapatkan sejumlah makanan yang lezat dan banyak hingga mampu membuat buncit perut werok – werok itu dengan timbunan – timbunan lemak.

Mengapa Repulik Tikus bisa seperti ini? Awal “bencana” diRepublik Tikus ini sebenarnya sudah lama dan puncaknya terjadi ketika ada reformasi besar yang memakan korban ribuan tikus. Meskipun telah terjadi reformasi, sebenarnya tidak semua tikus yang dulunya berkuasa benar – benar hilang dari pusaran kekuasaan pada pemerintahan tikus berikutnya, termasuk di dalamnya jenis tikus cuwek. Tikus inimasih memiliki pengaruh meskipun tidak lagi memiliki kekuasaan secara de jure. Demi mempertahankan harta benda yang sempat dimaling saat berkuasa, mereka membentuk organisasi – organisasi seperti BPMT (Barisan Pembela Martabat Tikus), BR2T (Barisan Reformasi Republik Tikus) dan AW2R (Aliansi Werok – Werok Reformis). Jumlah tikus cuwek tidak banyak tapi karena kuatnya tindakan represi yang mereka lakukan pada masa lalu membuat dia masih memiliki pengaruh diantara para pendukungnya di kementerian dan lembaga negara di Republik Tikus.

Para mantan penguasa tikus itu kemudian bergabung dengan kelompok tikus curut yang lain. Tikus jenis ini biasanya tidak memiliki keberanian seperti werok. Curut tidak memiliki keberanian untuk berubah dan mengubah keadaan. Tikus jenis ini paling suka kasak – kusuk dan sangat potensial untuk menjadi Marcus Junius Brutus, tokoh sentral dalam konspirasi pembunuhan Julius Cesar, bersama dengan Gaius Cassius Longinus. Curut juga mewarisi sifat pengkhiatan yang melekat dalam gen Yudas Iskariot. Di Republik Tikus, curut biasanya tidak memiliki kelompok karena dia bekerja untuk dirinya sendiri. Meskipun tidak ada garis tegas yang membedakan keduanya, setidaknya ada dua golongan curut yang dominan yakni curut priyayi dan curut awam.

Perbedaan mencolok dari kedua golongan curut ini adalah dalam hal pengorganisasian kerja. Dalam menjalankan aksinya mencari makanan, curut priyayi bekerja dengan hati – hati. Kehati – hatian curut priyayi disebabkan karena tingkat pendidikan yang mereka miliki dan tingkat kepentingan jangka panjang. Curut priyayi akan dengan teliti menghitung untuk rugi pada setiap langkah yang akan diambil. Bagi curut priyayi, makanan adalah ideologi dengan demikian tidak bisa dianggap main – main. Sementara bagi curut awam, kasak – kusuk dan aktivitas perburuan makanan dilaksanakan secara acak kadut, karena curut awam berpendidikan rendah dan tidak memiliki kepentingan jangka panjang. Apa yang dilakukan curut awam lebih disebabkan oleh dorongan kuat kekerabatan, atau setidaknya curut awam mempunyai talenta sejak lahir untuk menjadi pembawa berita kebohongan. Bahkan ada beberapa curut awam yang memang sehari - harinya di Republik Tikus hanya mencari berita dan menyiarkan kepada para tikus di seluruh negeri melalui stasiun televisi amatir yang mereka miliki, meskipun mereka sebenarnya bukan jurnalis. Muncul kemudian acara – acara gosip di stasiun televisi amatir di Republik Tikus, seperti Gossip Tikus Hari Ini, Tikus Dalam Rumor, Gosip Seputar Republik, serta acara gosip yang lain. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah menarik hati werok penguasa agar mereka juga mendapat jatah di pemerintahan.

Kelompok curut – curut ini mempunyai kelebihan dibanding werok karena para curut melengkapi dirinya dengan receiver dan transmitter hingga mereka mampu membangun stasiun radio dan televisi. Perbedaanya terletak pada kualitas alat – alat tersebut. Curut priyayi memiliki alat – alat yang dibeli langsung dari Negeri Singa dan Republik Buaya sedangkan curut awam biasanya hanya memiliki alat – alat telekomunikasi buatan negara Kecoa atau Kerajaan Nyamuk. Dengan demikian jelas keduanya memiliki kualitas yang berbeda. Alat – alat komunikasi yang dimiliki oleh curut priyayi memiliki daya jelajah yang tinggi dan dapat diandalkan. Curut priyayi mempergunakan seluruh fasilitas itu dengan baik dan hati – hati. Demi keuntungan pribadi,baik curut priyayi maupun curut awam tidak segan – segan untuk menyewakan alat – alat komunikasi ini pada para werok, baik werok hitam maupun coklat. Meskipun alatyang dimiliki curut priyayi lebih canggih, beberapa werok lebih suka menyewa alat dari curut awam, dan curut awam tidak jarang meminjamkan secara cuma – cuma. Curut awam bahkan sering mempersilahkan werok – werok untuk memanfaatkan stasiun radio atau televisi yang mereka miliki. Hanya saja karena alat yang dimiliki oleh curut awam itu tidak terlalu berkualitas maka seringkali transmiternya mengalami trouble. Dampaknya jelas, radio atau televisi yang dimiliki oleh jenis tikus – tikus lain yang ada di Republik Tikus menjadi kacau karena tiap radio atau televisi menerima frekuensi gelombang yang berbeda – beda. Sering sekali hal semacam ini terjadi dan mendorong terciptanya petaka tidak hanya bagi para pejabat tapi juga tikus jelata dan tentu mengancam kelangsungan hidup Republik Tikus.

Selain perlengkapan stasioner yang ada di studio radio atau televisi, alat – alat milik curut priyayi sifatnya mobile. Alat komunikasi ini selalu berpindah – pindah. Disinilah kelebihan para curut priyayi, mereka selalu menempatkan alat – alat itu ditempat yang strategis, sambil tidak pernah berhenti mencari tempat – tempat lain yang berpotensi untuk dijadikan stasiun pemancar. Ketika terdapat sebuah tempat yang lebih strategis, curut priyayi tidak serta merta sudi memindahkan alat komunikasinya sehingga mengakibatkan lahan untuk menempatkan alat yang dimiliki oleh curut awam dan tikus lain menjadi berkurang. Memang bodoh rasanya kalau para curut priyayi itu dengan sukarela mau memberikan tempat bagi tikus – tikus lain. Karena posisi alat – alat yang strategis itu maka dengan mudah curut priyayi mendapatkan informasi mengenai posisi makanan. Sebuahsurat kabar berpengaruh di Republik Tikus, Harian Warta Tikus, bahkan memberitakan kalau curut priyayi akan membangun stasiun VOR (very-high-frequency omnidirectional range). Dengan memiliki VOR maka curut priyayi akan mampu dengan cepat menentukan dimana letak makanan yang lezat dan banyak.

Dengan kondisi seperti ini maka seringkali terjadi kekacauan, yang kemudian dianggap biasa saja oleh penguasa. Mengapa sering terjadi kekacauan di Negeri Tikus? Hal ini karena penguasa dan juga sebagian masyarakatnya tidak memiliki kemampuan menemukan orientasi dirinya. Meskipun seluruh jenis tikus di Republik Tikus adalah mus musculus religiosus, mereka umumnya tidak peduli dan masa bodoh dengan pramana, prinsip hidup. Dalam kisah Dewaruci, diceritakan bahwa setelah Bima masuk ke dalam batin Dewaruci melalui telinga kiri, Bima diliputi oleh awang – uwung. Sesaat kemudian Bima menemukan kembali orientasinya dan terbukalah mata batin Bima. Werok, curut, cuwek dan jenis tikus lain di Republik Tikus tidak pernah diliputi awang uwung, simbol Yang Ilahi, hingga wajar apabila mereka tidak pernah menemukan orientasi dirinya. Sebenarnya disinilah kesalahan Republik Tikus dari waktu ke waktu, mereka tidak pernah belajar dari republik manusia persoalan – persoalan mendasar mengenai esensi kehidupan. Padahal manusia telah memberi contoh bagaimana menemukan orientasi diri melalui pertemuan manusia dengan Yang Ilahi. Manusia Jawa menemukannya dalam cerita Dewaruci, juga mengenai penyatuan diri dengan Tuhan, Manunggaling Kawula Gusti (Menyatunya Manusia dengan Tuhan). Manusia Kristen mendapatkannya dalam Perjamuan Kudus, menyatunya tubuh dan darah Kristus dengan manusia dan konsep penyatuan diri ini dengan Tuhan juga menjadi salah satu ajaran Kaum Sufi. Perenungan akan eksistensi Tuhan dan "menyatu" dengan ciptaannya ini sudah seharusnya mampu membuka mata batin untuk menemukan orientasi diri masyarakat tikus. Namun sayang hal ini tidak ditemukan di Republik Tikus karena Republik Tikus tidak pernah memahami, mengapa mereka menjadi mus musculus religiosus. Mungkin di Republik Tikus terlalu banyak pedagang agama, maka mereka menjadi tidak paham atau bahkan pura – pura tidak mengerti. Ketika saya mencoba untuk menemukan strategi mengenai bagaimana caranya supaya Republik Tikus menemukan orientasi dirinya, tiba – tiba saja seorang teman mengagetkan saya dengan tepukan dipunggung, “Heh, sana ngajar, tikus gendheng (gila)!” Di mata banyak teman, ternyata saya dikategorikan sebagai tikus yang dianggap tidak waras dan repotnya saya justru menemukan orientasi diri dalam ketidakwarasan ini. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun