Sastra sering menjadi subyek yang dicemooh sekaligus ditakuti. Pada masa Orde Baru, rezim Suharto sangat sering melakukan pelarangan dan penarikan buku-buku karya sastra yang dianggap mendiskreditkan pemerintah. Tidak mengherankan apabila pada masa itu mustahil bagi orang awam membaca dengan bebas karya-karya Pramoedya Ananta Toer dan para penulis ‘kiri’ lain. Karya-karya sastra yang dilarang tersebut (menurut penguasa pada waktu itu) itu ditengarai mengajarkan ideologi komunis dan Marxisme. Semua kegiatan berkesusastraan yang dianggap tidak sejalan dengan selera, sikap dan ideologi penguasa kemudian “dipasifkan” secara sistematis dengan cara “dimarjinalkan, dilarang, dibredel, dihantam, dilibas, dihancurkan, dipenjarakan, di-PKI-kan dan kalau perlu dihabisi.”