Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Angling Dharma Sudah Mati?

7 Mei 2011   02:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:00 3087 1
Kemarin dahulu itu kawan saya meminta saya agar memberi tolong kepadanya. Permintaannya sederhana saja. Tidak mewah-mewah. Tidak pula bergelimang harta. Hanya sekedar meminta saya untuk menghubungi salah seorang yang nun jauh di sebuah kota di jawa Timur sana. Kecil kata saya padanya. Tentunya dengan senyum jumawa saya yang manis & feminim itu. Maklum saja kalau untuk urusan yang membutuhkan akting per aktingan (insyallah) saya bisa disandingkan dengan Julia Robert. Apalagi kalau harus beradu akting romantis dengannya di Bali sana. Kebetulan memang tugas dari kawan saya ini memerlukan level akting yang tidak mudah. So, dengan rendah hati saya pun coba menawarkan bantuan. Awalnya saya sempat ragu. Bukan karena tidak mau memberikan tolong pada kawan saya itu namun karena kasus yang dialaminya seperti sebuah sinetron saja. Saya paling ogah kalau disuruh bermain sinetron. Kelas akting saya untuk ukuran film layar lebar. Hahaha... Ceritanya, syahdan, kawan saya ini terlibat kecelakaan dengan salah satu orang. Tolong digarisbawahi ini bukan kecelakaan dalam arti yang mesum. Sebab tidak mungkinlah kawan saya ini melakukan perbuatan yang seperti itu. Terlebih pihak yang terlibat dengannya itu adalah seorang laki-laki juga. Sama seperti kawan saya. Angling Dharma. Begitu nama yang ia beri tahukan kepada saya. Mendadak saya teringat kisah kuno Orang Jawa. Itu saya lantas membuat pertanyaan buat kawan saya itu, apakah ia Angling Dharma yang ada di dalam mitos Jawa? Dia jawab tidak tahu. Payah kata saya. Padahal kala saja benar Angling Dharma yang saya maksud, tentunya kawan saya bisa meminta tanda tangan padanya. Kalau tidak, minimal bisa melihat bagaimana Angling Dharma merubah dirinya menjadi binatang dengan Aji Gineng-nya. Karena kawan saya tidak kenal artis kita yang satu itu, lantas saya tanyakan saja seperti apakah waktu itu kejadian yang terjadi antara dia dan dirinya. Hanya tabrakan biasa antara motor dengan motor kata kawan saya. Tidak sedahsyat tabrakan motor dalam film robot Zabogar. Tidak pula seedan tabrakan motor dalam acara motorcross ala Amrik sana. Ini hanya terpeleset saja. Itu pun karena kawan saya melamun saat mengendarai jagoannya. Akhirul kalam, meski awalnya sempat mengamuk, Angling Dharma mau diajak damai oleh kawan saya ini. Gilanya dia malah mau pula diajak menjadi saudara oleh kawan saya yang lagi-lagi yang itu. Entah pelet darimana yang dijuruskan kawan saya itu. Yang jelas, Angling Dharma yang kakinya terkilir dan retak mau begitu saja meninggalkan kawan saya di TKP sambil tak lupa bertukar nomer telepon. Nanti kontak-kontakan saja buat selanjutnya. Begitu kata Angling Dharma pada kawan saya dan kawan saya kepada saya. Mungkin ini dikarenakan kondisi mereka setelah kecelakaan itu memang tidak terlalu parah. Tapi, entahlah. Hanya mereka berempat yang tahu. Saya sih hanya mendengar apa yang kawan saya ceritakan saja. Ini yang membuat kawan saya menjadi bertanya-tanya sesudahnya. Terlebih setelah mendengar kabar tidak sedap mengenai Angling Dharma. Demi melacak kabar yang tidak nikmat itu, kawan saya meminta saya untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya. Sekaligus bertanya langsung pada Angling Dharma. Dua hari kemudian. Dari bandung. Malam-malam. Di tengah kamar yang gelap. Udara dingin yang menusuk tulang. ”Tit..tit...tut...tit...tit...ti..tit...ti..tit...ti...tit...,” sejumlah nomer telpon yang massage diatas hp. ”Malam”kata saya dengan intonasi yang percaya diri. ”Iya, malam” membuat telepon menjawab pertanyaan saya. Suara jawabannya mirip suara laki-laki yang tidak kalah percaya dirinya seperti saya. ”Angling Dharma?!” tanya saya. ”Bukan. Saya Bukan Angling Dharma. Saya kakaknya” jawab suara laki-laki disana. ”Oh... Saya mau bicara dengan Angling Dharma” ”Oh... Angling Dharma tidak ada” ”Sedang kemana ya?” ”Angling Dharma-nya sudah tidak ada” ”Maksudnya? Saya temannya dari Bandung. Tadinya ada janji bisnis dengan Angling Dharma” papar saya. ”Iya, tapi Angling Dharma tidak ada” ”Memangnya pergi kemana? Kemarin waktu Lebaran ada” ”Kalau Lebaran memang ada” ”Kalau sekarang?” tanya saya bertubi-tubi. Hening. Mencekam. Beberapa detik berlalu tanpa jawaban. ”Angling Dharma sudah meninggal” tegas laki-laki disana tanpa rasa menyesal yang beraroma menerima apa yang terjadi. ”Innalilahi wa inna illaihi rajiun,” sontak saya bisa berbahasa Arab saat itu ”Kenapa meninggalnya?” ”Tabrakan” jawab dari sana. ”Tabrakan?” Seketika itu juga saya teringat dengan kawan saya yang memberi saya tugas ini. Yang katanya terlibat tabrakan dengan seorang bernama Angling Dharma. ”Kapan?” tanya saya lagi kepada kakaknya Angling Dharma. ”Sudah sekitar 3 minggu yang lalu. Di kota ini” ”Tabrakan dengan apa?” tanya saya dengan sedikit berharap-harap cemas. ”Dengan motor...” ”MOTOR?!” saya kaget. ”Sebentar dulu.... Awalnya dia memang tabrakan dengan motor. Tapi tidak terlalu parah. Dia sempat pulang dulu ke rumah. Setelah itu pamit mau mengobati kakinya yang luka. Tapi di tengah perjalanan dia tabrakan lagi. Dengan mobil,” jelas kakaknya Angling Dharma ”Nyawanya tidak tertolong” ”Innalilahi...... Maap sebelumnya saya tidak tahu semua ini. Saya ikut berbela sungkawa. Semoga beliau diterima disisi-Nya” ”Terima kasih doanya” ”Kalau begitu, mohon maaf saya izin pamit dulu. Saya mau kasih tahu yang lain dulu” ”Iya. Silakan” ”Assalamu’alaykum” ”Wa’alaykumusalam” ”Klik.......” Telepon saya letakan di kursi. Saya lihat sekeliling kamar. Masih tetap gelap. Dingin. Mencekam ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (Al-'Imran 3: 185)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun