Sekitar tahun 1985, Tim Aerobatik The Red Arrow, membuat manuver-manuver yang impresif. Salah satu anggotanya, berpangkat Mayor, kemudian ngetop dengan panggilan Toto "Ibex" Riyanto.
Tahun 2006, nama ini muncul lagi dalam bursa calon Panglima TNI. Namun, yang terpilih kemudian adalah teman seangkatannya, Djoko "Beetle" Suyanto.
Kini, ketikda desakan kepada Partai Demokrat untuk mengikuti aturan KPU terkait persyaratan Daftar Caleg Sementara untuk Pemilu 2014, nama ini muncul lagi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kami Malik sudah menegaskan bahwa lembaganya akan berpegang pada UU No. 8 tahun 2012 yang mengatur bahwa Daftar Caleg Sementara (DCS) harus diajukan oleh ketua umum dan sekretaris jenderal definitif dan itu berlaku untuk semua partai.
Demokrat berpacu dengan waktu!
Batas akhir penyerahan DCS adalah 15 April 2013. Hanya satu bulan lebih sedikit dari sekarang. Walau sempat ada wacana permohonan dispensasi Menteri Hukum & HAM Amir Syamsuddin, namun KPU bergeming bahwa yang akan dijadikan pedoman KPU adalah susunan kepengurusan yang telah diregister di Kemenkumham, yang tidak lain adalah kantor Menteri Amir sendiri!
Permintaan Menteri Amir juga sontak menyulut kritik. Sejumlah pengamat mengecam langkah Menteri Amir yang sarat dengan nuansa intervensi. Dari sudut lain, permintaan Menteri Amir adalah bentuk sikap mentang-mentang partai yang berkuasa (ruling party) yang merasa bisa membengkokan peraturan.
Di tengah kepanikan berpacu dengan waktu itu, Cikeas ternyata sudah mengantongi nama calon Ketum Demokrat untuk didorong di Kongres Luar Biasa (KLB) yang terpaksa dilakukan dalam waktu dekat ini.
Nama itu tak lain dari Totok Riyanto, marsekal penerbang tempur yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif partai berlambang bintang mercy itu.
Super-Direktur
Dibanding dengan organisasi yang punya direktur eksekutif (DE), DE di partai fans club SBY ini bisa dibilang sebagai superdirektur!
DE biasanya bertanggung jawab dalam manajemen, administrasi dan logistik sehari-hari. DE bertugas memastikan mesin manajemen berjalan agar keputusan-keputusan politik dapat diambil dalam situasi yang kondusif dan ditunjang dengan "support system" yang kuat.
Tapi lain halnya dengan DE yang satu ini. Untuk memagari Anas Urbaningrum "si bayi yang tidak diharapkan," dirancanglah suatu struktur organisasi yang silang-menyilang dengan sistem "ex-officio" (otomatis karena jabatan). Ada Majelis Tinggi, Dewan Pembina, Dewan Kehirmatan dan Komite Pengawas yang tugas tak lain adalah memasung kaki Ketua DPP agar tidak berlari di luar kehendak SBY.
Dalam konteks tersebut, sangat menarik mengetahui bahwa DE yang sebenarnya adalah "kepala kantor" atau "komandan kompi markas" dalam istilah militer, menjadi anggota Majelis Tinggi yang berada satu kamar dengan Ketua Dewan Pembina dan Ketua DPP yang secara ex-officio menjadi Ketua dan Wakil Ketua Majelis Tinggi. Menurut seorang teman yang menjadi pengurus Demokrat di daerah, Super-Direktur ini juga kerap menuntut perlakukan protokoler kelas wahid jika berkunjung ke daerah.
Anggota Keluarga?
Sebenarnya tak heran jika nama Totok akhirnya dipilih oleh Cikeas sebagai penggati Anas. Selain diburu waktu, di atas kertas bisa dihitung bahwa jika KLB dilakukan hari ini, kemungkinan besar kubu Anas akan menang dan melahirkan "bayi yang tak diharapkan" untuk kedua kalinya.
Munculnya nama Totok sejalan dengan kegalauan keluarga Cikeas. Majalah Tempo edisi 4-10 Maret 2013 menggambarkan bahwa Ani Yudhoyono menilai Demokrat terhuyung-huyung akibat dipimpin "orang luar keluarga". Ani kemudia menyorongkan nama Pramono Edhie yang akan pensiun pada bulan Mei nanti. Sejunlah media telah mengangkat isu ini namun Jenderal Pramono telah berulang kali menampik spekulasi ini.
Lalu, apakah Totok bisa dihitung sebagai keluarga? Memang kita tahu bahwa SBY punya ikatan batin khusus dengan teman seangkatannya di Akabri tahun 1973. Lihat saja, nama-nama seperti Djoko Suyanto, Bambang Soetojo, atau Sutanto, sampai sekarang masih menjadi "ring satu" SBY. Apakah jabatan DE juga bagian dari kompensasi SBY kepada Totok yang kalah dari Djoko dalam perebutan menjadi Panglima TNI yang pada 2006 menjadi "jatah" Angkatan Udara?
Mari kita bahas setelah ini.