Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tentang Hari Ibu (22 Desember): Mari Kita Kembalikan Menjadi Hari Perempuan Nasional!

17 Desember 2024   14:44 Diperbarui: 17 Desember 2024   21:32 132 7
Menghadirkan Perempuan dalam Sejarah: Peringatan Kongres Perempuan 1928 yang Harus Lebih dari Sekadar Hari Ibu

Setiap tanggal 22 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Namun, tahukah kita bahwa akar sejarah tanggal tersebut berasal dari sebuah peristiwa yang jauh lebih besar dari sekadar perayaan ibu sebagai sosok keluarga? Pada 22 Desember 1928, para perempuan Indonesia dari berbagai organisasi berkumpul di Yogyakarta dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama. Mereka membahas isu-isu sosial, seperti pendidikan, pernikahan dini, hingga hak-hak perempuan, dan menghasilkan keputusan-keputusan penting yang menjadi fondasi gerakan perempuan di negeri ini.

Ironisnya, makna besar ini sering kali tereduksi menjadi sekadar perayaan domestik yang terfokus pada peran ibu di dalam rumah tangga. Padahal, Kongres Perempuan 1928 adalah bukti bahwa perempuan Indonesia tidak hanya berperan sebagai pendidik anak-anak, tetapi juga pemimpin, pelopor perubahan sosial, dan pejuang kemerdekaan. Sudah saatnya kita memaknai kembali tanggal 22 Desember sebagai Hari Perempuan Nasional, sebuah momentum untuk merayakan perempuan dalam semua peran mereka.

Kongres Perempuan 1928: Lebih dari Peran Domestik
Bayangkan suasana Yogyakarta pada Desember 1928. Gedung Dalem Jayadipuran dipenuhi lebih dari seribu perempuan dari berbagai organisasi. Mereka datang dari Jawa, Sumatra, dan bahkan Sulawesi, membawa aspirasi besar tentang masa depan perempuan Indonesia. Di sana hadir tokoh-tokoh hebat seperti Raden Ayu Soekanto dari Wanita Oetomo, Sujatin Kartowijono dari Poetri Indonesia, hingga Sutartinah Dewantara (Nyi Hajar Dewantara) dari Taman Siswa.
Mereka tidak sekadar berbicara tentang isu-isu keluarga, tetapi juga mendiskusikan pernikahan dini, perlunya pendidikan yang setara untuk anak perempuan, dan pentingnya peran perempuan dalam membangun bangsa. Bahkan, Kongres ini menghasilkan Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), sebuah federasi organisasi perempuan yang menjadi langkah besar menuju kesetaraan gender.

Namun kini, makna besar itu sering kali terkikis oleh narasi yang hanya mengangkat perempuan sebagai ibu dalam konteks rumah tangga. Padahal, jika menilik kembali sejarah, para pelopor Kongres Perempuan adalah perempuan muda, berpendidikan, dan penuh visi untuk memperbaiki nasib kaumnya. Mereka adalah perempuan yang melampaui batas-batas domestik dan berjuang untuk menjadi bagian dari perubahan sosial yang lebih besar.

Mengapa Hari Perempuan Nasional?

Merayakan 22 Desember sebagai Hari Perempuan Nasional akan memberikan ruang yang lebih luas untuk menghormati perempuan dalam berbagai peran mereka. Tidak hanya sebagai ibu, tetapi juga sebagai pelajar, pekerja, pemimpin, dan pejuang sosial.

Misalnya, kita bisa mengenang Sujatin, seorang pemudi berusia 21 tahun yang dengan berani memimpin diskusi tentang pendidikan perempuan di Kongres Perempuan 1928. Atau Raden Ayu Soekanto, yang mendobrak stereotip dengan menjadi ketua kongres, sebuah posisi yang jarang dipercayakan kepada perempuan pada masa itu. Bahkan, Sutartinah Dewantara, yang memperjuangkan pendidikan perempuan melalui Taman Siswa, membuktikan bahwa perempuan juga memiliki tanggung jawab besar dalam mencerdaskan bangsa.

Hari Perempuan Nasional bisa menjadi momen untuk merayakan semua pencapaian perempuan di masa lalu hingga masa kini. Baik mereka yang berjuang di lingkup domestik, sosial, hingga politik. Dengan menjadikan tanggal ini sebagai Hari Perempuan Nasional, kita mengembalikan makna besar yang sebenarnya dari Kongres Perempuan 1928.


Perempuan Masa Kini, Penerus Perjuangan Masa Lalu
Perjuangan perempuan masa kini adalah kelanjutan dari jalan yang telah dirintis oleh para pelopor di masa lalu. Jika dulu mereka memperjuangkan hak untuk mendapatkan pendidikan dan menolak pernikahan dini, hari ini perempuan Indonesia melanjutkan perjuangan untuk kesetaraan di berbagai bidang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun