Karakter pesantren di awal masa pembentukannya sebetulnya sangat kental dengan corak kemandirian ini. Lihat saja bagaimana pesantren-pesantren didirikan. Mereka berdiri dengan dana yang didapat dari hasil sumbangan masyarakat tanpa melibatkan pemerintah sedikitpun.
Biasanya juga, para santri yang belajar di pesantren tak dipungut biaya. Agar mereka bisa tetap survive maka cara termudah adalah dengan berjualan atau menggarap tanah milik kiyainya. Dari hasil garapan tanah itulah para santri kemudian hidup dan terus belajar.
Saat ini, corak pesantren seperti itu tidaklah banyak. Pesantren-pesantren masa kini (kebanyakan) lebih bertumpu pada pembayaran dari siswa dan bantuan dari pemerintah. Pesantren Babussalam Bandung pun demikian. Di pesantren yang juga terdapat 50 orang siswa yang ditanggung secara penuh dalam program beasiswa. Saya termasuk salah satu pengurusnya.