Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Jokowi Mati Kutu di Malaysia

9 Februari 2015   10:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 2962 8
di Jaman SBY kita melihat kharisma hebat Presiden RI. Presiden RI tidak kehilangan pamor saat bertemu dengan para pemimpin TOP dunia di G20. Di G20, SBY bertemu dengan presiden Amerika, Perdana Menteri Jepang, China dsb.

Hal yang kontras kita lihat saat lawatan Presiden Jokowi ke negara-negara Asean. Presiden kita dengan mudah digiring untuk membuat kesepakatan menyelamatkan industri mobil Proton yang tak pernah kunjung membaik. Presiden seperti linglung lupa dengan semua jargon-jargonnya mengenai mobnas Esemka yang menghantarnya meraih simpati dan lupa wacana LCGC yang sempat ditentangnya.

Proton

Proton adalah simbol kesalahan strategi industri otomotif Malaysia. Keberadaan Proton sebagai mobil nasional di Malaysia telah menghambat investasi merk merek global. Industri otomotif Malaysia jauh tertinggal dibanding dengan Thailand.

Thailand yang tidak memiliki merek otomotif nasional tetapi telah berubah menjadi Detroit Asia dengan banyaknya manufaktur otomotif berbasis di Thailand. Tidak saja jenis kendaraan jenis minibus yang dibuat di Thailand, tetapi juga jenis sedan dan double gardan yang mempunyai spesifikasi teknis lebih tinggi.

Model-model mobil terbaru pun kerap kali muncul dari negara Thailand. Banyaknya manufaktur pabrikan otomotif global di Thailand juga telah menumbuhkan industri penunjang otomotif yang ujungnya juga meningkatkan industri manufaktur di luar otomotif.

Saat banjir besar dan kerusuhan politik yang melanda Thailand memukul industri otomotifnya, merek-merek global tidak melirik Malaysia untuk relokasi. Ini karena keberadaan Proton di Malaysia dianggap menghambat kompetisi industri otomotif yang fair di Malaysia.

Di sini Indonesia seperti mendapat berkah karena merek global lebih memilih Indonesia sebagai tujuan relokasi manufatur di Thailand. Gayung pun bersambut, pemerintah sigap memilih meniru Thailand untuk menjadi basis manufaktur industri otomotif dunia. Lahirlah proyek LCGC yang merupakan langkah awal menjadi basis otomotif global.

Proyek LCGC ini tergolong sukses, karena tidak saja mobil murah yang dibuat di Indonesia, tetapi mobil-mobil jenis di luar LCGC pun akhirnya dibuat di Indonesia untuk menekan harga setelah terjadi gap lebar di kelas mobil LCGC dan kelas di atasnya.

Ironi Proton

Ironi besar terjadi dengan langkah Jokowi menjadikan proton sebagai basis Mobil Nasional. Proton yang kesulitan mendapat pasar di luar Malaysia tentu saja menyambut baik melihat potensi Industri otomotif Indonesia dilihat dari jumlah penduduknya.

Saat ini Malaysia sendiri merasa Proton menjadi batu sandungan merek global melakukan manufacture di Malaysia. Proton sudah menjadi seperti buah simalakama, ingin dimatikan tetapi sudah banyak modal yang digelontorkan dan alasan nasionalisme yang sudah terlanjur. Tetapi jika dilanjutkan industri otomotif Malaysia akan semakin tertinggal dengan Thailand dan Indonesia di ASEAN.

Anehnya, langkah benar SBY yang mengikuti strategi Thailand di bidang otomotif justru dibuat mundur ke belakang dengan antri di belakang Malaysia. Jika dulu Jokowi menolak LCGC yang katanya merek asing, mengapa sekarang justru mengundang proton yang jelas-jelas 100% diimpor gelondongan dari Malaysia?

Jangan membual akan tumbuh 5,7%, untuk bisa bertahan sebagai anggota G20 saja sepertinya akan sulit. Ekspor dan impor yang terus turun di tiga bulan terakhir ini menunjukkan banyak kebijakan yang dibuat secara ngawur atas nama pencitraan.

Wahai Presiden, buat apa repot-repot ke Malaysia hanya untuk jadi pecundang?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun