Dengan kepala pusing, terpaksa pintu aku buka karena sepertinya ada sesuatu yang penting dan mendesak. Ternyata dia cuma butuh kawan ngopi sambil mengabarkan berita soal pertemuan Prabowo dan Gibran di Solo.
Seorang penulis masyhur pernah berkata, kita tetap butuh teman, seburuk apapun orang itu. Dan kukira seburuk-buruknya teman adalah mereka yang membangunkan tidurmu untuk mengajak diskusi.
"Kacau bro, bener-bener kacau, relawan Gibran dukung Prabowo!"
"Bangsat! lebai amat luh," aku berkata.
"Lho ini serius, Bung. Ganjar sulit harapannya kalau Jokowi dan Gibran sampai dukung Prabowo."
"Sok tahu!"
Sampai sekarang aku memang nggak begitu serius memandang pertemuan mereka di angkringan Solo. Bahkan aku masih bisa berpikiran sehat, anggap saja itu bagian dari usaha Prabowo yang kadang-kadang perlu juga diapresiasi.
Dua kali kalah dalam Pilpres tentu bukan pengalaman indah. Dan rupanya Prabowo belajar dari sana dengan mengubah strategi. Cara yang diambil dengan menyusup ke lingkaran Jokowi. Tinggal pura-pura baik dan terlihat loyal, siapa tahu kecipratan dapat dukungan.
Itu memang ciri khas gaya orde baru. Yang punya banyak kaki. Bisa bersikap bengis, namun yang ditampilkan dimana-mana tetap wajah tersenyum. Apapun akan dilakukan untuk mengekalkan kekuasaannya. Bahkan hampir lengser saja masih sempat-sempatnya menculik aktivis.
Gara-gara itulah Prabowo kemudian dipecat. Dia mungkin mengira bisa mendapat promosi jabatan karena mengganggap telah berjuang mengamankan kondusifitas negara. Tapi ternyata rakyat yang menang. Prabowo oleh Dewan Kehormatan Perwira dinyatakan bersalah telah melakukan pelanggaran HAM berat, lalu dia melancong ke Jordania.
"Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto," demikian yang tertulis dalam dokumen rahasia Amerika Serikat tertanggal 7 Mei 1998, yang diterbitkan Arsip Keamanan Nasional (NSA)
Tercatat sebanyak 23 aktivis diculik. Dari puluhan orang itu, Â 9 Â dilepaskan, 1 ditemukan meninggal dunia, dan 13 lainnya hilang tak tahu dimana keberadaannya sampai sekarang.
Belum lama Fadli Zon dalam satu tayangan podcast juga bicara soal itu. Kata Fadli Zon saat itu Prabowo dengan Tim Mawarnya bukan menculik, tapi menangkap sembilan orang aktivis karena diduga membawa bom. Dan kemudian mereka dilepaskan.
Setahu saya Wiji Tukul bisanya cuma bikin puisi, sejak kapan dia punya ketrampilan merakit bom? Tapi bisa jadi maksud ucapan Fadli Zon, puisi Wiji Tukul ini sangat meledak-ledak mirip bom sehingga sangat membahayakan pemerintahan orde baru.
Memang sulit dimengerti. Sudah dihilangkan dan tidak tahu dimana rimbanya, masih saja para korban itu difitnah. Kok segitu amat sih berusaha membersihkan diri dari jejak kotor demi ambisi berkuasa? Sulit membayangkan bagaimana pedihnya nasib keluarga korban yang mendengar ucapan Fadli Zon.
Makanya dari awal aku tidak percaya kubu Prabowo benar-benar tulus saat masuk pemerintahan Jokowi. Apalagi salah satu yang  menyarankan Prabowo bergabung ke Jokowi sebagai Menhan adalah Fadli Zon.
Ambisi Prabowo dari dulu memang gede banget. Menangkap aktivitis saja mau dengan dalih kondusifitas negara, apalagi kok ini cuma bergabung di pemerintahan, dapat jabatan menteri pula.
Kali ini dalih Prabowo adalah rekonsiliasi. Padahal tujuannya cuma untuk menarik pemilih Jokowi, memecah belah berakyat. Tulusnya dimana? Nyatanya kubu Prabowo sampai sekrang juga masih berdampingan manis dengan kelompok-gelompok garis keras yang jelas musuh negara.
Jadi ketika malam hari Prabowo terbang ke Solo dan bertemu Gibran, bagiku itu sekedar bagian dari operasi Prabowo. Pasti banyak juga rayuan manis yang disampaikan Prabowo. Namanya juga usaha.
Tentu Gibran sudah pasti tahu niat terselubung Prabowo selama ini. Dan dia asik-asik saja menjalani perannya karena pada saatnya nanti, semua juga akan terlihat jelas.
"Terus operasi Prabowo kali ini berhasil dong?" kata kawanku.
"Siapa bilang? Justru Prabowo yang terjebak dan terperangkap. Lihat saja kaosnya, sekarang dia jadi kawan Gibran, bukan Gibran yang menjadi kawan Prabowo."
Aku masih ngantuk. Tapi ketika kulihat ponsel, ternyata hari ini tanggalnya tepat 21 Mei. Akhirnya aku memilih bikin kopi dan menulis catatan ini. Selamat memperingati hari reformasi nasional kawan-kawan yang budiman!