"Kita tidak bisa kontrol pekerja paksa yang ada di kapal-kapal itu," ujar susi di kementrian KKP, Senin, 18 April 2015.
Menurut Susi, upaya pemberantasan tindak illegal fishing dapat dilakukan dengan adanya kerjasama. Dirinya mengaku akan menjalin kerjasama dengan interpol guna menindas praktik perbudakan dan jenis illegal fishing lainnya.
Wakil Ketua SPILN Imam Syafi'i mengatakan, Pemerintah Indonesia memang perlu melakukan kerjasama bilateral dengan negara tempat dimana para ABK Indonesia berada. Selain itu, kata Imam, Perwakilan Pemerintah Indonesia di luar negeri KBRI/KJRI/KDEI/ÂKonsul Kehormatan harus pro aktif melakukan Inspeksi secara rutin terhadap kapal-kapal penangkap ikan yang sedang sandar di pelabuhan negara setempat yang kedapatan mempekerjakan para ABK asal Indonesia.
Lanjut Imam, kegiatan tersebut sangatlah penting untuk dilakukan, mengingat kondisi kerja mereka di laut sangat beresiko tinggi. Petugas pengecek harus melihat kondisi kelayakan kapal, keselamatan kerja, makanan yang dikomsumsi apakah layak dan sistem kerja dan jam kerjanya bagaimana.
"Itu perlu dipertanyakan, jangan sampai sudah diperbudak dan tidak digaji selama dua sampai tiga tahun pemerintah baru tahu. Ini kan sama saja pemerintah kecolongan dalam hal pengawasan dan perlindungan terhadap ABK Indonesia yang bekerja di luar negeri" tegas Imam.
Kedepan, semoga bu Susi dapat segera merealisasi kerjasama tersebut, selain untuk menindas praktik ilegal fishing, kerjasama tersebut juga bisa membantu meminimalisir sindikat perdagangan orang dalam modus perekrutan tenaga kerja indonesia di sektor laut yang rawan praktik perbudakan modern di laut lepas.