"Kita masih ingat betul akan perintah dari pak Jokowi terkait "HAPUS KTKLN" yang mana itu menjadi tuntutan dari jutaan TKI yang tersebar di seluruh penjuru dunia dalam acara teleconference pada tanggal 30 November 2014, itu belum dilakukan" ujar Figo Kurniawan Ketua DPC SPILN di Malaysia.
Lanjut Figo, Presiden Jokowi perintahkan pulangkan 1,8 juta TKI Ilegal (17 Desember 2014), perintah penghentian pengiriman TKI dikaji (15 Februari 2015), perintah kepada Kemenlu untuk buat langkah khusus tangani TKI (15 April 2015) dan yang terbaru adalah perintah kepada BNP2TKI untuk meningkatkan kualitas TKI. "apa semua perintah tersebut sudah dijalankan" tanya Figo.
Sementara Wakil Ketua DPP SPILN Imam Syafi'i di Jakarta mengatakan, jika TKI sektor darat saja tidak terlindungi, bagaimana yang bekerja di sektor laut. selama ini lemahnya sistem perlindungan para TKI di luar negeri menjadi dampak banyaknya TKI yang terjerat kasus di negara penempatan. namun, ironisnya setelah terjadi kasus pemerintah sangat lamban dalam menangani.
sebagai contoh, kasus TKI Siti Zaenab yang mana pemerintah kecolongan karena baru mendapat notifikasi di detik terakhir proses eksekusi, kasus TKI Pelaut yang menjadi korban perdagangan orang di Trinidad and Tobago dan Senegal, sejak 2012 hingga saat ini pemerintah belum bisa menyelesaikannya, kasus TKI Pelaut dari PT. Bahana Samudera Atlantik yang terhenti di kepolisian dan kasus TKI pelaut di Angola yang over kontrak dan ditampung setelah finish kontrak tidak dipulangkan dan hampir tak tercium oleh instansi pemerintah terkait permasalahan TKI di Indonesia. "itu baru beberapa saja, masih banyak lagi yang tidak terungkap di media baik media sosial maupun media online" ujar Imam.
SPILN Berharap, Presiden Jokowi dapat tegas dalam memberikan perintahnya, jika kedapatan perintah tersebut tidak dijalankan maka harus ada konsekuensinya.