Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hanya Ingin Kembali Menjadi Teman (Seseorang di Masa Lalu)

8 September 2012   11:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:45 649 0
Sejenak  meninggalkan cerbung tentang sepasang gay, sepasang lesbi dan seorang anak yang dibesarkan oleh sepasang lesbian, aku ingin berkeluh kesah tentang seseorang, seseorang dimasa lalu yang mengenalkan indahnya cinta padaku lalu membangunkanku dengan seteguk racun. Maniz rasanya. Sudah dilupakan dan itu nyata...untuk pertama kalinya dan mungkin terakhir...

Well akhirnya jalan ini juga yang ku ambil, ini bukan lagi perkara ku bisa melupakannya atau tidak, lebih cenderung Bagaimana caraku mengembalikan hidupku pada jalur semula. Bukan sesuatu yang mustahil tapi lumayan atau bukan lumayan lagi tepatnya, tapi memang berat.

Menjauhinya bukan perkara sulit, justru yang lebih sulit adalah mendekatinya sebagai teman tanpa berpikir atau mengingat sedetik pun tentang kisah kita dimasa lalu, entah itu bagian yang manis atau terpahit sekalipun. Aku tidak ingin terlalu dekat tapi juga tak mau kalau terlalu jauh dan itu masalah selanjutnya, kalau memilih dekat dengannya itu berarti siap-siap meredam cemburu karena mendengar kisahnya bersama orang lain,
atau siap-siap membunuh perasaanya saat ia juga mendengar hal-hal yang mungkin membuatnya cemburu juga. Tapi kalau menjauh aku tak mau tanggung-tanggung bahkan orangpun akan berpikir bahwa kami tak saling kenal.

Sebenarnya lebih mudah kalau di otak kita ada semacam Memory Card, jelas hal pertama yang ku lakukan saat mengakhiri semua kisahku bersamanya adalah pergi ke swalayan dan membeli MMC baru, memulai hidup baru tanpa kenangan. Betapa menyenangkannya, dan itu mustahil sekalipun aku makhluk hasil kloning, Mungkin..tahun tiga ribu nanti…

Beberapa hari kedepah hari ulang tahunnya, aku sempat berpikir mungkin membelikan sesuatu untuknya. Tapi, tapi….banyak sekali akan tetapi yang bercokol dibenakku. Aku tau itu sama saja menghancurkan benteng yang selama ini aku bangun perlahan-lahan, dengan tertatih menyusun satu per satu batu bata untuk menjadikannya tembok penghalang sehingga aku bisa kebal dengan rasa sakit yang mengiris-iris hatiku, yah…. kalau saja hatiku masih terbentuk tapi bahkan aku sendiripun ragu. Apa aku masih punya hati atau tidak, aku benar-benar ragu….

Kadang aku merasa seperti zombie, menjalani hidup ini hanya sebatas menghabiskan waktu, entah itu bermakna, ataupun tidak sama sekali. Aku sudah cukup bersyukur bahwa aku tidak memilih mati, hal terkonyol yang ku harap tak akan terlintas dalam benakku. Yach jelas aku takut mati, mungkin bukan karena sakitnya, lebih ke menakutkannya kehidupan setelah itu bahwa aku tak punya cukup amal untuk menghapus dosa-dosaku yang bila aku pikir mungkin berada di urutan paling atas. Yup minimum marginnya adalah keluargaku. Mungkin aku menduduki peringkat pertama pemegang dosa terbanyak, benar-benar memilukan terbaik untuk sesuatu yang jelek. Bagaimana aku menghadapi kehidupan berikutnya setelah semua dosa yang terang-terangan aku perbuat. Mungkin aku bisa bilang sudahlah tapi kenyataannya tidak semudah itu aku lari. Jalan termudah adalah berpura-pura melupakannya.

Aku kembali berpikir apa yang bisa ku lakukan, mencari jalan terbaik boleh dibilang. Ku pandangi teman-temanku, sesaat aku ingin membagi apa yang ku pikirkan tapi cuma satu menit kemudian aku lantas mengurungkannya. Aku bisa menebak apa yang mungkin mereka katakan, seperti :
“ Ya belikan saja sesuatu tapi tak usah yang mewah atau yang mungkin membuatnya kembali suka padamu “
Bisa juga
“ Jangan, nanti kalian mulai lagi, ayolah Die…lupakan manusia brengsek itu “

Yup mungkin Ayu akan bilang begitu, mengingat dia sering mengucapkan kata-kata kasar, tapi sebenarnya kau pun tak akan bilang kalau dia berucap kasar kalau kau melihat wajahnya yang manis dan sok imut, begitu polos. “Oops…dia mungkin akan mengamuk kalau mendengar ku langsung bicara seperti ini”

Aku masih gelisah, bingung, takut , kangen, benci oh … campur aduk rasanya. Jelas tidak enak menahannya lama-lama sampai akhirnya aku mengambil keputusan yang tepat tanpa melukai siapapun, tanpa menyakiti siapapun, dan tanpa mengorek luka yang pernah ada. Dia tak ingin menyakiti hati ceweknya sekarang, dan aku tak ingin menyakiti hatinya. Dengan tidak langsung berarti caraku untuk membuatnya senang adalah membuat ceweknya sekarang bahagia, membuatnya tak menyakiti hati ceweknya. Ironis mengingat siapa yang merebut dia dari sisiku.

Desember kemarin dia masih mengucapkan kata selamat ulang tahun untukku, dan itu menyebalkan karena aku sudah berantisipasi untuk kecewa sebelumnya bahwa ucapannya tak akan datang bahkan aku sengaja tidur menjelang tengah malam dengan ponsel non aktif, tapi keesokan paginya akhirnya ku tau, pesannya datang juga dan aku tak ingin membiarkah aku sendiri terlalu senang dan berharap lagi. Luka-luka yang ku terima sudah cukup membuatku berhenti berharap, setidaknya berharap sesuatu yang kalaupun aku pegang aku yakin akan lepas lagi.

Anehnya Tuhan juga sepertinya tak mendukungku, Dia memberiku begitu banyak tugas sampai akhirnya aku bahkan tak punya cukup banyak waktu untuk sekedar merangkai kata indah, aku tidak tau kenapa bila berhadapan dengannya aku bisa membuat kata-kata yang manis didengar, entah itu bullshit atau memang curahan hatiku sendiri. Aku sendiri bingung kenapa bila menghadapinya aku selalu cenderung lebay dan melankolis. Shit ini bukan aku sebelumnya.

Beberapa hari belakangan dia mulai mengirim SMS lagi padaku, dan itu membuatku limbung lagi, boleh dibilang begitu. Pasalnya dia bilang dalam pesannya bahwa dia ingin melipat waktu. Jujur aku merasa senang mendengarnya, tapi aku tak mau perasaan itu berkembang lebih dari yang seharusnya, aku membalasnya dengan lelucon, tak lucu memang tapi dari pada garing?
Aku menyuruhnya melipat pakaian saja, dan sedikit mengingatkannya, kalau ditanggal-tanggal akhir Maret inilah dia bertemu dengan ceweknya yang sekarang padahal dulu dia masih berstatus sebagai pacarku. Ditanggal-tanggal inilah dia mulai menyematkan jarum-jarum penghianatan dibalik selimut yang sedang ku rajut dengan bunga-bunga matahari, jelek sekali….

Justru karena itulah dia menyesal dan berharap melipat waktu sehingga penghianatan itu tidak akan terjadi. Dia membuatku teringat kembali masa-masa dulu dan itu menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi karena hanya beberapa hari berikutnya dia tak lagi berpendapat begitu, kembali cuek dan menghempaskan harapanku bahwa mungkin ku bisa membisikkan kata selamat ulang tahun ditelinganya, dan memberinya hak “ I’m yours “ sepenuhnya padanya selama 24 jam. Dan seharusnya aku cukup tahu kalau dia begitu mudah berubah pikiran, seharusnya aku tidak usah merasa senang, seharusnya aku tidak usah menanggapi pesan-pesannya karena seperti sebelumnya semua cuma bullshit, bahkan mungkin dia Cuma mengigau dalam tidurnya saat mengirim pesan itu. Dia yang memulainya lagi tapi seharusnya ku juga tau kalau dia juga yang akan mengakhirinya lagi.

Aku menyesal kenapa aku mengiriminya email itu, dimana isinya seolah aku begitu berharap dia ingin kembali padaku. Aku menyesal mengiriminya pesan dimana akhirnya justru balasan ini yang ku terima :

“ Gue cuma berharap lo ga usah kirim SMS macem-macem ama gue, gue nggak mau dia berpikir macem-macem tentang gue “

Heh….
Aku tertawa getir, seharusnya aku tahu kalau dia begitu egois, egois dari sisiku tentunya. Bukan dari sisi ceweknya sekarang, dia bahkan akan terlihat terlalu mengenyampingkan egonya hanya karena tak mau menyakiti hatinya. Dalam hal apapun akulah satu-satunya orang yang ia relakan untuk jadi korban keegoisannya. Dengan satu alasan klasik bahwa aku tegar, beda dari cewek-ceweknya selama ini, dan juga ceweknya kali ini. Aku tidak tahu apakah aku harus bersyukur dengan kelebihanku kali ini atau justru mengutuk diriku sendiri kenapa aku tak terlahir sebagai cewek lemah saja agar dia bertahan disampingku, takut melukaiku dan tak bisa meninggalkan aku.

Ah sudahlah aku tak mau mengingat segala pujiannya tentangku kalau tujuan akhirnya hanya untuk meninggalkan aku. Aku bukan wonder women seperti yang mungkin ia harapkan. Aku juga bisa sakit hati, karena aku manusia biasa, tidak lebih.

Dalam keadaan kesal aku kembali memilih salah satu solusi yang pernah terlintas, yach sesuai permintaanya, aku tak akan mengirimkan SMS apapun tak terkecuali ucapan ulang tahun, apalagi telephon, jangan harap. Sudah jadi SMS person dari dulu dan itu juga berlaku padanya bukan cuma sekedar masalah irit tapi lebih cenderung ke kepribadianku sendiri, aku jenis orang yang cepat sekali kehabisan bahan bicara apabila harus ngobrol dengan siapapun dan itu membuatku kurang pandai bergaul, aku lebih senang menyendiri. Tapi fakta bahwa aku lumayan mempunyai banyak teman dekat dan baik hati sangat menguntungkan apalagi di masa down seperti ini.

April 9th 2009 05.18 p.m
Aku kembali ke ruang kerjaku setelah terlebih dulu ganti baju dan bersiap-siap pulang saat aku melihatnya melintas kearah tempat parkir, dia juga mau pulang. Aku kembali bukan untuk lembur atau karena ada pekerjaan yang belum selesai atau bahkan mengambil barang yang tertinggal. Aku hanya ingin memasukkan sedikit file di foldernya lewat network, aku tak bisa tidak melakukan satu-satunya hal yang aku bisa tanpa harus menyakiti hati siapapun, termasuk ceweknya. Tapi aku juga tak ingin ia merasa bahwa aku melupakannya, aku tak mau ia merasa aku tak peduli, aku tak mau dia merasa kehilangan hal yang mungkin sedikit diharapkannya, Itu juga kalau dia merasa….

Ini bukan salahnya, hanya salahku sendiri, aku selalu ingin jadi yang pertama dalam hal apapun mungkin termasuk dosa tadi itu, aku jadi yang pertama juga, bahkan dulu ku pernah bersemboyan Vini, Vidi, Vici, semboyan Viking yang menakutkan, terkesan egois, tapi anehnya justru dengannya aku selalu mengalah. Itu kelemahanku, selalu mengalah pada orang yang aku sayang sekalipun merekalah yang melukaiku. Aku benci harus selemah ini, tapi aku lebih benci karena sampai sekarang pun aku tak bisa merubahnya, aku tetap ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya, walaupun aku tahu, ucapanku akan ia terima paling akhir mengingat bahwa tiga hari kedepan libur kerja. Itu berarti ia baru akan membuka ucapanku tanggal 13, itu berarti satu tahun sudah kita putus, anehnya aku masih juga menetap disini, dikubangan luka bernanah yang ku buat tetap basah.

Aku belum juga berhenti menikmati perihnya, aku masih membiarkan hatiku berlubang-lubang tak karuan dan tak menjahitnya, agar ia tertutup. Aku masih tetap merindukannya, menyayanginya dengan topeng benci, membiarkan ruang hatiku kosong tanpa mencoba mencari pengganti yang sepadan, sekalipun bukan berarti ku mengharapkannya kembali. Atau justru karena aku membiarkannya kosong sehingga aku tak jua melupakannya? Aku tak tahu pasti mana sebab akibat yang lebih mengarah kebenaran, dan itu bukan masalah lagi, Aku cukup senang bahwa waktu tetap berjalan dan memberiku kesempatan untuk melangkah ke depan.
Entahlah………. I keep d’ bleeding love n only time which could answer everything.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun