Saiful Huda menyoroti bahwa kasus perundungan, baik verbal maupun non-verbal, termasuk kekerasan seksual, mengalami peningkatan signifikan. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa hingga Maret 2024, terdapat 141 kasus bullying, 46 di antaranya berujung pada kehilangan nyawa. Banyak anak remaja yang tidak hanya mengalami kekerasan, tetapi juga trauma yang berkepanjangan.
Salah satu poin penting yang diungkap adalah risiko yang dialami korban. Pemulihan mereka kadang berujung pada siklus bullying baru, menciptakan tantangan baru yang sulit diputus. Ironisnya, perilaku bullying sering kali dilakukan secara berkelompok, menunjukkan bahwa upaya pencegahan di sekolah belum cukup efektif. Meski Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah menerbitkan Permendikbud No. 46 Tahun 2023 untuk menangani perilaku perundungan, implementasinya masih diragukan.
Kritik juga mengarah pada mekanisme pelaporan yang rumit, membuat korban enggan untuk melapor. Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret dalam melindungi anak-anak dari konten bullying. Upaya pencegahan yang lebih terstruktur dan masif sangat dibutuhkan agar lingkungan pendidikan aman dan mendukung bagi semua anak.
Mintarsih Abdul Latief menambahkan bahwa anak-anak saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak guru yang merasa tertekan dan takut mengambil tindakan tegas, terutama jika pelaku bullying berasal dari latar belakang berkuasa. Ketakutan akan pemecatan sering menghambat keberanian mereka untuk melerai situasi bullying.
Deteksi dini perundungan sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih besar. Guru harus berani mengambil tindakan, namun sering kali terhambat oleh tekanan dari lingkungan sekitar. Jika tidak ada tindakan yang jelas, kasus bullying bisa terus berlanjut tanpa ada yang menyadari.
Perilaku bullying tidak hanya dipicu oleh lingkungan sekolah, tetapi juga oleh faktor luar seperti lingkungan bermain dan keluarga. Remaja sering kali lebih mendengarkan kata kelompoknya daripada nasihat orang tua, sehingga kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.Â