Seringkali terjadi; memaafkan hanya menjadi ukiran bibir semata. Segera sesudah itu, dimulai lagi benci dan dendamnya.
Indikasi memaafkan sekedar ukiran bibir semata ialah memaafkan karena paksaan; memaafkan karena popularitas; memaafkan karena takut, memaafkan karena niat ingin mendapatkan sesuatu yang lain.
Sikap memaafkan, yang tulus dan murni keluar dari hati, disebut pengampunan. Mendiang Paus Yohanes Paulus II, pasca dirinya ditembak oleh Mohamad Ali Aksa, Bapa Suci mengunjunginya lalu mengampuninya. Sikap Bapa Suci, jelas bahwa ia tidak sekedar memaafkan dari mulut, melainkan mengampuni dari hati.
Apa yang dilakukan oleh Bapa Suci waktu itu, merupakan suatu ekspresi beriman, yang berpartisipasi dalam karya keselamatan Yesus; bagaimana Ia menang dan bangkit setelah menderita karena ulah dan dosa umat manusia. Yesus tidak membenci, apalagi dendam terhadap umat manusia. Yesus memaafkan ulah dan dosa manusia. Pengampunan tertinggi Yesus ialah Korban Salib.
Yesus menunjukkan suatu semangat pengampunan, yang melampaui pengampunan yang biasa, yakni Ia tidak hanya mengampuni dengan hati, melainkan Ia juga menunjukkan kepada kita, bagaimana pengampunan yang baik itu, harus sampai pengorbanan yang total.
Di sini, kita belajar; pengampunan sebagai ekspresi iman, dalam tingkat paling mendalam, tidak banyak butuh penjelasan rational, dan bahkan sama sekali tidak butuh penjelasan rational.
Seringkali terlalu banyak penjelasan rational, menjerat semangat pengampunan ke dalam suatu diskusi ingatan intelektual semata, yang tidak pernah sampai pada aksi pengorbanan sebagai ekspresi ketaatan iman yang berkanjang dalam  spiritualitas kenosis Yesus.
Selamat siang, selamat berefleksi. Tuhan memberkati.
RD. Yudel Neno