Dalam perjumpaannya dengan peredaran zaman, di mana menguatnya semangat materialisme dan individualisme, iman Katolik diperhadapkan dengan suatu tantangan serius. Seringkali umat Allah sulit memberi jawaban. Sebetulnya, iman dari sisi illahinya, berurusan langsung dengan Allah, tetapi secara sosio-eksistensial, iman memang harus dipertanggungjawabkan.
Saya memilih dua tantangan, dari sekian banyak tantangan zaman ini, yakni individualisme dan materialisme.
Perspektif individualisme; orang hanya asyik dengan urusannya sendiri, dan tidak peduli dengan orang lain, mau baik atau tidak. Iman urus masing-masing, tidak perlu sibuk dengan orang lain. Sementara iman selalu berarti beriman dalam semangat persekutuan.
Perspektif materialisme; orang menaruh total kepercayaannya hanya kepada materi sebagai penjamin dan sumber kesejahteraan, dan tidak pada sesuatu yang abstrak sifatnya. Sementara iman memang sifatnya abstrak (tak kelihatan). Tersebab materialisme, orang hidup dalam gaya serba perhitungan, sementara iman selalu berarti murah hati dan ringan tangan.
Lantas, apa itu iman Katolik?
Kata Kitab Suci
Ibrani 11:1 ; Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Iman memang tidak kelihatan, dan justru karena itu, iman menjadi dasar dan penghubung bagi manusia, untuk merasakan Allah dari dekat. Inilah letak misteri iman.
Yakobus 2: 20
Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati (iman yang kosong).
Kita beriman kepada Allah, sembari hidup di tengah-tengah umat manusia. Iman kepada Allah, tidak ada gunanya, jika perbuatan baik kepada sesama, yang olehnya dan kepadanya Allah berkenan, tidak kita lakukan.
Kata Konsili Vatikan II (Dei Verbum artikel 5)
Iman adalah ekspresi bebas manusia, menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan "kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah, yang mewahyukannya", dan dengan sukarela menerima kebenaran yang diwahyukan Allah.
Dalam bahasa singkat, Allah mewahyukan diri atau mengkomunikasikan diri kepada manusia (Wahyu), dan tanggapan manusia terhadap pernyataan diri Allah itu, disebut iman. Karena itu, iman berarti sikap pribadi manusia yang tinggal dekat pada Tuhan, yang ingin menyertainya.
Kata para Teolog
St. Anselmus Canterbury
Credo ut Intelligam ; Iman mencari Pemahaman
Iman perlu masuk akal.
Kerja sama akal budi dan iman, membebaskan iman dari kepercayaan yang sifatnya mitologis.
St. Thomas Aquinas
Saya tidak akan percaya jika saya tidak menyadari bahwa itu masuk akal. Bagi Thomas Aquinas, iman harus masuk akal. Tetapi iman tidak berarti persetujuan akal budi semata, dan karena itu, Thomas Aquinas menyebutkan pentingnya kehendak, yang didorong oleh Allah melalui RahmatNya untuk membantu akal budi, menyetujui kebenaran Illahi yang datang dari Allah sendiri.
Henry Newman
Iman pada dasarnya adalah penerimaan suatu kebenaran yang tidak bisa diterima nalar; semata-mata dan tanpa syarat atas dasar kesaksian.
Karl Rahner
Iman berarti menempatkan diri dengan hal yang tidak bisa dimengerti atas Tuhan untuk seumur hidup.
Ciri-Ciri Iman Katolik
Iman adalah Rahmat cuma-cuma yang diberi Allah
Beriman berarti menghayati bahwa segala sesuatu terberi dari dan oleh Allah. Karena itu dikatakan ; tidak ada seorangpun yang berani memegahkan dirinya di hadapan Allah, karena apa yang bodoh dari Allah, merupakan kebijaksanaan bagi manusia (bdk. 1Kor. 1:18-31).
Iman adalah Kekuatan Adikodrati yang Mutlak diperlukan
Orang-orang beriman percaya bahwa karena Allah itu misteri (merupakan suatu kekuatan adikodrati), yang di luar jangkauan kemampuan manusia, maka untuk menjangkauNya, dibutuhkan suatu kekuatan adikodrati, dan kekuatan adikodrati itu, adalah iman.
Iman Menuntut Kehendak Bebas dan Pemahaman yang Jelas
Sejak manusia diciptakan, kepadanya dikaruniakan kehendak bebas. Itu berarti, Allah tidak hadir sebagai "pemaksa" untuk manusia. Allah menyatakan diriNya, dan manusia bebas menanggapi pernyataan diri Allah. Tetapi kebebasan sebagai ekspresi iman, tidak dipahami dalam arti bebas melawan Allah atau ajaran-ajaran Allah. Bebas pun harus masuk akal. Bebas yang masuk ialah sadar dan tahu bahwa apa yang kepadanya dituju, sejak mulanya dan sampai kekal, mengalir rahmat kehidupan tiada batas.
Iman adalah Suatu Kepastian yang Mutlak
Kepastian iman yang pertama-tama ialah bahwa iman merupakan karunia Allah. Iman itu karunia yang datang dari Allah sendiri, dan karena itu, beriman selalu berarti berada dalam dekapan Allah. Yang kedua, beriman berarti beriman kepada Allah; beriman kepada ajaran Allah, dan beriman kepada ajaran-ajaran tentang Allah. Yang ketiga, orang yang beriman, pasti ia diselamatkan. Iman adalah pintu bagi keselamatan umat beriman.
Iman hanya Sempurna jika Mengarah pada Cinta Kasih yang Aktif
Cinta kasih yang aktif, menunjuk pada perbuatan. Demikian Kata Santo Yakobus; Iman tanpa perbuatan adalah mati. Orang yang beriman, menghasilkan perbuatan-perbuatan baik dari perbendaharaan imannya. Perbuatan baik adalah wujud cinta kasih. Paus Benediktis XVI mengatakan ; mengasihi selalu berarti mengambil inisiatif untuk melakukan kebaikan terhadap subyek dan obyek yang dikasihi.
Iman Bertumbuh dalam Pendengaran Sabda Tuhan (Fides ex Auditu)
Iman tidak hanya mendengarkan pewartaan tentang Tuhan, melainkan secara eksistensial menaati dan melakukan apa yang didengarkan itu.
Iman Menjamin Kegembiraan Surgawi
Iman bergaul karib dengan harapan. Dalam iman, orang mendekatkan diri dengan Allah. Kedekatan dengan Allah, diuji dalam teguhnya harapan. Orang yang beriman, ia senantiasa berharap untuk diselamatkan. Harapan untuk diselamatkan, mengambil bentuknya sebagai kesetiaan. Orang yang setia pada Allah di bumi ini, ia pun akan menikmati kegembiraan surgawi kelak.
Iman sebagai Ekspresi Personal
Iman bersifat pribadi, dalam arti masing-masing orang, kelak mempertanggungjawabkan imannya di hadapan Allah, tetapi tidak bersifat ekslusif atau tertutup.
Iman secara personal bercorak misioner, dalam arti orang beriman melekat tanggung jawab untuk memperkenalkan Kristus kepada mereka yang belum mengenal Kristus, dan karena itu, tuntutannya ialah harus ada dalam suatu persekutuan.
Iman sebagai Ekspresi Persekutuan
Beriman berarti ambil bagian dalam keyakinan bersama. Iman yang sama merupakan dasar kesatuan Gereja. Iman personal menyatu dalam iman persekutuan.
Tentang iman sebagai ekspresi personal dan ekspresi persekutuan, kita temukan dalam dua Syahadat yakni Syahadat para Rasul dan Syahadat Nicea-Konstantinopel. Syahadat para Rasul memulai dengan "Aku Percaya" (Credo), dan Syahadat Nicea-Konstantinopel, dalam bentuk aslinya dimulai dengan "Kami Percaya" (Credimus).
Iman Bertahan dalam Kesetiaan
Iman akan janji-janji Allah, mengambil bentuk harapan. Harapan sebagai ekspresi iman, sangat membutuhkan kesetiaan. Orang beriman, bertahan dalam kesetiaan; kesetiaan menunggu hingga janji-janji Allah dipenuhiNya. Iman memungkinkan orang berpegang teguh pada janji-janji Allah.
Iman menjadi suatu Pernyataan yang Hidup
Iman sebagai pernyataan hidup menunjuk pada kesaksian hidup. Apa yang diimani mutlak dihayati dalam hidup dan diterapkan dalam perbuatan. Kata Santo Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah mati; adalah iman yang kosong. Tunjukkanlah kepadaku, imanmu dengan perbuatan-perbuatanmu, dan akan kutunjukkan kepadamu, imanku dengan perbuatan-perbuatanku.
Iman adalah suatu Sikap Pasrah Total kepada Allah
Meneladani iman Bunda Maria ; terjadilah padaku menurut perkataanMu, sekiranya para beriman perlu menanamkan dalam-dalam, sikap Sang Bunda terhadap Allah, dalam beriman.
Beriman berarti biarkanlah Allah berkarya dalam diri manusia, seturut inisiaif bebas Allah, dalam perjumpaannya dengan kehendak bebas manusia.
Penulis :
Rm. Yudel Neno, Pr, Imam Keuskupan Atambua, kini bertugas di Paroki Santa Maria Fatima Betun.
Sumber Bacaan :
Alkitab
Dokumen Konsili Vatikan II
Katekismus Gereja Katolik
Ensiklik Fides et Ratio
YOUCAT Indonesia, Katekismus Populer
Buku Allah Menggugat