Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Simpatisan Politik Pasca Debat Capres II

25 Februari 2019   11:31 Diperbarui: 25 Februari 2019   11:37 73 2
Pasca debat Capres II, salah satu  sorotan santer diperbincangkan lantaran pernyataan Jokowi tentang ribuan hektar tanah yang dimiliki  Prabowo. BPN dan TKN Prabowo-Sandi menilai aksi Jokowi ini merupakan sebuah serangan pribadi terhadap Prabowo, yang sebenarnya tak diperbolehkan dalam debat ilmiah.

Pasca debat, Jokowi, Capres Petahana itu kembali dipersoalkan publik terkait dengan ketidakakuratan data yang dipakai dalam debat Capres II itu. Benarkah, kalau seperti ini lalu, Jokowi dikatakan cukup menguasai bahan dan masalah?

Beberapa hari lalu, saya mendapat cuplikan video via WA, yang membeberkan 10 alasan mengapa Jokowi lebih unggul dari Prabowo. Salah satu alasan adalah dalam debat II, Jokowi menguasai masalah dan bahan sementara Prabowo menguasai lahan. Dengan titik simpulnya, Jokowi lebih layak sebagai presiden daripada Prabowo dengan tolok ukur 10 alasan yang dibeberkan itu.

Beberapa hari terakhir ini, dapat kita saksikan di YouTube, berhadapan dengan para pendukungnya, Capres Petahana itu kembali menegaskan pentingnya dan komitmennya terhadap sertifikat tanah bagi masyarakat sebagai bukti kepastian hukum bagi rakyat dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah.

Oleh karena itu, kalau ada konsesi tanah yang mau dikembalikan ke pemerintah, saya tunggu sekarang, tandas Jokowi. Pernyataan ini, toh dinilai sebagai sindiran keras untuk Prabowo. Bisa saja benar, bisa juga tidak.

Di tengah kedua sosok Capres melayangkan aksi kampanye, para politisi, akademisi pun demikian, masyarakat dihimbau agar tetaplah menjadi pemilih yang kritis. Entah Capres nomor urut 1 maupun 2, pilihan ada pada rakyat.

Sebenarnya, dalam situasi saat ini, rakyat ibarat jenuh karena masa akhir menjelang pilpres ini, diwarnai dengan berbagai aksi para politisi, akademisi, pengamat yang justru lebih mempertontonkan sesuatu yang tidak menarik misalnya saling menghakimi, saling mengkambinghitamkan, saling tuding-menuding, entah dalam debat, diskusi maupun dalam pernyataan-pernyataan.

Antara ketidakakuratan bahan-data yang dipakai Jokowi dan lahan yang dimiliki Prabowo dalam debat, timbul tafsiran publik hingga dampaknya pada elektabilitas kedua Capres itu.

Menurut hemat saya, masyarakat boleh memetik hikmahnya bahwa demi konsumsi publik, validasi data penting; dalam mengatasi konsesi tanah, kita perlu saling berbagi, mengingat bahwa cukup sulit masa sekarang untuk memperoleh sebidang tanah khususnya di daerah perkotaan. Tentu saling berbagi ini tidak dalam arti membagi-bagi kue dalam taman kanak-kanak, tetapi ada aturan mainnya.

Tentang bahan dan lahan yang menjadi sorotan, sebagai masyarakat kritis, mari kita bermenung untuk menentukan yang terbaik. Cita-cita kebangsaan ini tidak boleh mengkhianati kenyataan bahwa bangsa ini mesti memiliki pemimpin.

Kita membutuhkan pemimpin yang berkarakter atau bermoral. Menurut Prof. Sahetapy, pelaksanaan hukum Bangsa ini sedang dalam situasi tak menentu karena itu akan lebih parah kalau pemimpin yang menjalankannya memiliki catatan "buruk moral".

Entah apapun persoalannya, golput bukanlah solusinya. Di tengah berbagai analisis politik yang berpotensi dimainkan untuk meruncing suasana, hingga mempengaruhi masyarakat untuk golput,  masyarakat mesti tetap tunjukkan kejeniusan mereka bahwa dengan memilih, dan bukan golput, masyarakat jauh lebih cerdas dari tokoh-tokoh analis yang cenderung untuk golput.

Melalui tulisan ini, sebagai generasi muda, saya menghimbau, cukup sudah para politisi, akademisi, pengamat politik mempertontonkan aksi mereka saling menghina, tuding-menuding dan saling mempersalahkan.

Masyarakat kini juga sadar akan adanya upaya menggunakan pengetahuan dan media sosial untuk meruncing suasana politik menjadi memanas. Masyarakat juga tahu, bahwa dalam situasi politik seperti ini, cukup rumit dibedakan antara akademisi dan politisi.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun