Kompasianer ini : http://www.kompasiana.com/penyeru mulai bergabung pada bulan Mei 2014. Coba diamati artikel - artikel nya. Kadang berisi informasi / ilmu yang menarik, contohnya ini : http://politik.kompasiana.com/2014/06/26/psikolog-hatta-orang-sensing-dan-jk-orang-instinct-dan-hubungan-prabowo-hatta-dan-jokowi-jk-669554.html tapi tidak jarang artikelnya betul - betul koplak seperti : http://politik.kompasiana.com/2014/06/27/warga-solo-masuk-siapa-jokowi-sebenarnya-669712.html atau ini : http://politik.kompasiana.com/2014/06/14/apa-agama-sarwo-edhie-wibowo-666436.html Kadang pula mengandung tendensi tertentu yang merupakan bahan yang baik untuk black campaign: http://politik.kompasiana.com/2014/06/28/fakta-inilah-ciri-pendukung-jokowi-670064.html
Kalau di amati, maka pada artikel - artikel awal, yang bersangkutan masih menjawab komentar yang masuk. Tapi artikel - artikel yang belakang, baik artikel yang berkualitas maupun yang konyol, tidak ditanggapi sama sekali. Memang benar, tidak ada peraturan dari Kompasiana yang mengharuskan penulis artikel menjawab komentar yang masuk. Tapi tetap berasa aneh. Yang terlihat akun tersebut adalah akun yang memang tugasnya melempar isu tertentu sebagai bahan untuk kampanye, baik negatif maupun hitam. Karena tidak jarang Kompasiana dijadikan rujukan dalam berbagi info di medsos. Dan ini jelas tidak sehat, apalagi artikel semacam "ciri pendukung Jokowi tersebut" bernuansa SARA. Repotnya lagi, kalau tidak salah pada Kompasiana versi mobile tidak dimungkinkan membuka komentar - komentar pada artikel ya? CMIIW
Berdasarkan konten artikel - artikelnya, bisa dikatakan akun tersebut adalah akun yang kontra terhadap Jokowi. Sehingga seberapa konyolnya isi artikel, tetap mendapatkan vote dari pendukung kompetitor Jokowi. Ya ini memang hak sih... Dan merupakan bahan black campaign yang baik. Akun yang hampir mirip adalah akun ini: http://www.kompasiana.com/Rifki99 .Sama - sama tukang lempar granat lalu lari. Sayangnya, maraknya akun - akun pejuang gerilya dengan metode "hit and run" ini memang tidak bisa dicegah. Kalau saya pribadi hanya merasa kesal sekaligus geli melihat fenomena ini. Dan jadi curiga, bahwa ini adalah salah satu varian taktik dari tim Cyber Army capres tertentu. Jadi tim Cyber army melempar bahan black campaign, lalu simpatisan / relawan langsung menggunakannya sebagai bahan kampanye di facebook, twitter, dll. Untuk taktik nya saya kagum lah, hanya saja apakah cara ini mendidik, bagi bangsa Indonesia? Bagi simpatisan yang bukan bayaran, coba gunakan nurani nya apakah cara semacam ini jujur? Maaf kata, fenomena semacam ini hanya saya temukan pada pendukung capres no 1.