Ketika kecil dulu, saya sangat terkesan dengan film Holywood mengenai tokoh – tokoh dalam kitab suci. Film tentang Musa, Daud, Esther dan tentu saja Yesus. Saat itu pun, saya sudah tahu kalau cerita dalam film – film tersebut tidak sepenuhnya sama dengan apa yang saya baca dalam kitab suci saya. Namun berbeda dengan saat itu, pada usia remaja, saya mulai melihat adanya larangan dan hujatan terhadap film – film serupa di Indonesia. Alasannya, film tersebut tidak sama dengan kisah dalam Al Quran. Tidak terkecuali pada film yang ditayangkan akhir – akhir ini, seperti Noah dan Exodus. Reaksi sebagian orang Indonesia tidak hanya menyerukan larangan akan film – film tersebut, tapi juga dibumbui dengan caci maki serta tudingan lucu bahwa Yahudi dan Nasrani sedang berupaya merusak aqidah umat Islam. Marilah kita tinjau, apakah tudingan ini benar adanya.
Pertama – tama, menurut saya harus di ingat bahwa tokoh – tokoh dalam agama samawi, banyak yang sama. Baik orang Yahudi, Kristen, maupun Islam mengenal tokoh seperti Adam, Abraham, Musa, Daud, Salomo, dll. Adalah wajar kalau masing – masing agama memiliki versi kisah masing – masing. Barangkali, kisah hidup tokoh – tokoh ini bagi orang Yahudi dan Kristen hampir sama, mengingat kitab suci Yahudi dan Kristen, untuk perjanjian lama adalah sama. Meskipun pihak Yahudi punya sumber lain seperti Talmud, atau pihak Kristen punya perjanjian baru juga disamping perjanjian lama. Masing – masing pemeluk agama BERHAK meyakini bahwa versi agamanyalah yang benar.
Perbedaan versi ini sebagian di dasari perbedaan cara pandang masing – masing agama mengenai tokoh dalam kitab suci. Dalam agama Islam, tokoh yang menyandang gelar Nabi, pastilah seorang yang bisa diteladani dalam setiap aspek hidupnya. Taat pada perintah TUHAN, berhati mulia, dll. Sedangkan Yahudi dan Kristen, mencatat pula sisi buruk, dosa, kelemahan dari seorang tokoh dalam kitab suci. Mengapa? Karena dalam agama Yahudi dan Kristen, hal ini menunjukan bahwa orang yang pernah punya kesalahan pun bisa dipakai TUHAN untuk membawa kebaikan. Holywood sendiri beberapa kali membuat film yang justru focus pada dosa sang tokoh. Contohnya film “David and Bathseba” yang dibuat tahun 1951. Tentunya hal ini akan memancing protes bilamana tokoh yang kisahnya dijadikan film ini adalah tokoh yang juga dihormati dalam Al Quran.
Tahun lalu, di tengah kontroversi film “Noah”, dimana saya cukup beruntung karena bisa nonton film nya di Belgia, saya pernah berdiskusi dengan teman – teman dari negara lain. Waktu itu ada 2 teman dari Bangladesh dan 2 teman dari Malaysia yang beragama Islam, serta teman – teman dari Bolivia, Colombia, dan saya yang berlatar Kristen, juga 1 orang dari Nepal yang mungkin agamanya Hindu. Dalam diskusi itu, kami tidak memperdebatkan versi siapa yang benar. Tapi kami akhirnya saling memahami, bahwa dalam agama Islam, tidak diizinkan mengubah atau membuat gambaran yang berbeda tentang kisah tokoh dalam Al Quran. Sebaliknya, dari pihak Kristen, rata – rata tidak mempermasalahkan bilamana sang sutradara mengubah sedikit atau tidak sepenuhnya mendasarkan filmnya pada kitab suci kami. Saya sendiri melihat, film Noah menampilkan cukup banyak perbedaan dengan versi Alkitab. Tapi hal itu tidak menjadi masalah bagi saya dan teman – teman saya yang berlatar Kristen. Film adalah film!
Mengenai tudingan merusak aqidah, apakah film bisa digunakan untuk merusak aqidah? Bisa saja! Dari pihak Kristen sendiri pernah ada perdebatan, tapi bukan mengenai film yang menampilkan tokoh Alkitab. Perdebatan ini misalnya untuk serial Harry Potter, yang dipandang mengajarkan okultisme bagi anak – anak. Sihir adalah hal yang dipandang berasal dari iblis dalam keyakinan Kristen. Film lain yang juga memicu perdebatan adalah film yang menyisipkan pesan – pesan “New Age” di dalamnya, seperti penggunaan Kristal untuk membantu kita agar merasa lebih baik.
Kembali ke film yang mengangkat kisah tokoh dalam kitab suci, apakah benar, tujuan pihak Holywood adalah untuk merusak aqidah umat Islam? Saya rasa tidak sejauh itu. Film Holywood yang utama adalah untuk menghibur, dan adalah wajar saja kalau mereka menggunakan versi kitab suci Yahudi / Kristen sebagai dasar, ditambah interpretasi mereka sendiri. Jadi, sikap umat Islam yang tidak mau menonton film tentang tokoh dalam kitab suci karena kisahnya berbeda dengan Al Quran HARUS DIHORMATI. Namun tidak perlu lah, protesnya sambil memaki – maki dan menuduh penganut agama lain sedang berusaha merusak aqidah umat Islam. Ingat saja, makin kontroversial, makin terkenal film nya.