Selamat malam Indonesia, malam ini kita tidak sedang membahas MH370 dengan sejuta misterinya. Tidak juga membahas tentang bencana Vulkanis & Kebakaran Hutan. Rasanya jenuh membahas berbagai hal yang tidak jelas ujung pangkalnya.
Malam ini kita akan membahas khusus tentang “PENGORBANAN” a.k.a “SACRIFICE”. Ya, Pengorbanan. Pengorbanan, sebuah hal yang mustahil dilakukan tanpa kasih sayang tulus dari si subjek terhadap objek.
Beberapa malam yg lalu, salah satu stasiun TV swasta memutar Film Titanic. Sebuah film yg mungkin sudah seringkali ditayangkan. Berulang-ulang hingga kita jenuh menontonnya. Dengan durasi penayangan yg cukup lama (±3 jam) dan alur cerita yang cukup panjang, film ini sebenarnya cukup menarik dikemas dengan grafis yg bagus dan pesan moral yang mendalam. Sekedar informasi, Titanic sempat memegang rekor sebagai film dengan biaya pembuatan termahal sejagat pada masanya.
Mengapa saya memilih film TITANIC sebagai studi banding terhadap topik PENGORBANAN yang malam ini saya bahas? Anda mungkin sudah menerkanya. Diatur dalam setting tahun 1920-an di mana gaya hidup Aristokrat kaum bangsawan masih sangat kental, Rose (diperankan oleh Kate Winslet) tumbuh dalam didikan serupa. Semua serba diatur dari posisi duduk, berbicara, hingga bagaimana ia harus menikah kelak.
Singkat cerita, seperti yang kita ketahui, Rose berlayar bersama RMS Titanic bersama keluarga & tunangannya. Secara “kebetulan” pula, Jack Dawson (diperankan oleh Leonardo DiCaprio) memenangkan sebuah permainan Poker sebelum keberangkatan kapal tsb yg kemudian secara “kebetulan” pula membawanya naik berlayar bersama kapal tersebut.
Dari awalnya tidak dipandang sama sekali oleh Rose, Jack yg secara “kebetulan” lg menyelamatkannya dari upaya bunuh diri membawa mereka kpd hubungan cinta antar kasta. Dari sini pembaca tentu sudah tau apa yg terjadi selanjutnya hingga kapal tenggelam dan Rose survive. Sementara Jack tenggelam bersama ribuan penumpang lain dalam dinginnya suhu laut Atlantik dini hari tersebut.
Tapi bukan itu inti dari kisah fiktif tersebut. Pada bagian awal, kita tau bagaimana Rose tua tanpa sengaja di TV melihat liputan sebuah tim pencari sebuah kalung berlian maha mewah yg diduga ikut tenggelam bersama Titanic. Sebuah kalung berlian yg dinamakan “The Heart of Ocean”. Ekspedisi yg menghabiskan banyak dana dan sumber daya tentunya.
Rose lalu menghubungi tim pencari, dengan dalih member informasi ia pun berangkat menuju Base Ship tim ekspedisi dan menceritakan semua kisah mereka. Sampai pada akhir kisah di mana dengan penuh haru yakinlah semua pendengar di kapal tersebut bahwa “The Heart of Ocean” tidaklah pernah tenggelam bersama Titanic, namun telah dibawa serta Cal Hockey (ex-tunangan Rose) turun dari Titanic.
Tidak ada yg tau kecuali penonton bahwa pada akhir cerita kita lihat bagaimana Rose tua dengan tertatih ceria berjalan menuju buritan kapal untuk memanjat lalu melemparkan sebuah kalung biru besar, ya, The Heart of Ocean untuk ditenggelamkan ke dasar Atlantik tepat pada lokasi di mana Titanic tenggelam. Sementara setelah itu semua alat pencari, radar, dan tim telah ditarik untuk dipulangkan. Ya, Mission Failed. We’re home.
Rose menyimpan berlian itu selama puluhan tahun, dari usianya 17 tahun hingga 101 tahun (84 tahun lamanya) hanya untuk menemukan kesempatan bagaimana ia bisa kembali ke tempat itu. Untuk apa? Untuk ia persembahkan kembali kepada permata hatinya yg telah tenggelam ke dasar Atlantik dalam perjuangannya agar Rose tetap bertahan hidup.
Kita semua menonton bagaimana kisah cinta mereka. Luar biasa. Singkat. Mengubah semua hal. Mengacaukan semua hal. Namun waktu yg singkat itu cukup buat seorang wanita utk menentukan cinta sejatinya. Sejati, namun secara realita mereka hanya bersama kurang dari 3 hari.
Waktu yg singkat cukup bagi mereka untuk merasakan bagaimana duduk bersama dalam pesta yg gembira utk kemudian secara terbalik menikmati hampir mati bersama. Mungkin mereka benar² akan mati bersama andai Jack tidak “memaksa” Rose utk berjanji tetap hidup. Utk tetap hidup dan hidup sampai usia tuanya. Melihat anak-cucunya bertambah besar. Dan mati tua dalam kehangatan ranjangnya.
Rose mungkin melihatnya sebagai sebuah “Janji Suci utk terus tetap bersama”, sementara Jack menahankan tusukan ribuan pisau dingin menusuki tubuhnya, membekukan pembuluh² darahnya, & perlahan menghentikan detak jantungnya. Tidak ada suara lg ketika Rose menyadari belahan jiwanya telah tiada. Rose bahkan hampir menyerah andai ia tak tersadar akan janji mereka.
“Aku tidak akan menyerah. Aku berjanji,” katanya sambil mencium tangan jenazah Jack utk terakhir kalinya dan berjuang menuju sekoci. Sebuah janji yg membuatnya mengubah namanya, meninggalkan hidup lamanya, dan memulai hidup baru di New York.
Rose hidup bahagia, menikah, melahirkan anak-cucu, dan hidup hingga masa tuanya. Ia bahkan tak pernah menceritakan kisah Titanic kepada suaminya. Sebuah balasan pengorbanan yg luar biasa, bukan?
Hati wanita adalah sebuah samudera yg sangat dalam. Kau bahkan bisa menyembunyikan kapal sebesar Titanic di dalamnya. Apalagi sekedar menyembunyikan The Heart of Ocean selama 84 tahun. Itu kenapa ia tak menyia²kan kesempatan bagaimana ia bisa kembali ke lokasi Titanic tenggelam. Hanya utk mempersembahkan kalung itu kepada belahan jiwanya nun jauh di dasar Atlantik.
Selama hidup, setidaknya saya mengenal 2 pasang manusia yg melakukan pengorbanan serupa namun tak sama. Mereka tak bahagia namun bahagia. Kebahagiaaan mereka adalah melihat belahan jiwanya bahagia. Pria melakukannya dgn caranya sendiri, Wanita melakukannya dengan caranya sendiri pula.
Sebagian orang melihatnya sebagai sebuah hal yg gila bin bodoh. Untuk apa saling mencintai namun menyakiti diri sendiri dengan dalih kebaikan? Bukankah cinta selayaknya saling memperjuangkan? Bukankah cinta selayaknya saling memiliki? Hidup bahagia bersama selama²nya? Ah, buat beberapa kisah itu memang mutlak. Tapi tidak utk beberapa hal.
Terkadang kita memang harus berkorban utk orang yg kita cintai. Sama seperti seorang Ayah-Ibu yg tidak makan demi anak²nya. Sama seperti seorang anak yg menyembunyikan kisahnya demi menenangkan pikiran orang tuanya. Sama seperti Jack yg bertahan terapung agar sepotong papan piano yg mengapungkan Rose tidak tenggelam. Sama seperti Rose yg menyimpan The Heart of Ocean selama 84 tahun demi mempersembahkannya kepada Jack.
Pertanyaannya: Mengapa? Mengapa harus berkorban bila itu menyakitkan? Ah.. semua orang juga tau jawabannya. Semua demi kebaikan objek yang dicintai. Walaupun demi itu, setiap malam dalam mimpinya, ia akan terus merindukan dan merasakan sosok yang terhilang tersebut.
Selamat malam Indonesia. Semoga bermanfaat.