Era digital telah memberi peluang kemudahan dalam akses data pribadi siapapun yang begitu melimpah, dan mudah untuk didapatkan dan dimanipulasi. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman ini juga membuka ruang bagi tindakan persekusi yang diawali dengan mencari, mengungkapkan dan mempublikasikan data pribadi atau identitas seseorang di ruang publik seperti media daring/sosial tanpa adanya izin persetujuan dari yang bersangkutan dengan niat untuk mengintimidasi dan membungkam pihak yang ditarget yang berdampak pada adanya rasa malu di depan umum dan mendapat penghinaan dari publik, mendapat diskriminasi, mengalami pencurian identitas, dan  rusaknya reputasi personal maupun profesional. Data-data yang telah dimanipulasi tersebut merupakan ancaman kejahatan terbaru yang difasilitasi oleh teknologi digital dan telah berseliweran di berbagai media online di Nusa Tenggara Timur, dan sangat merugikan korban yang ditudingkan. Dengan memakai memakai kedok social justice, persekusi tampil cantik  dengan seolah-olah memberikan sanksi sosial bagi korban persekusi tersebut padahal didalamnya terdapat unsur penzaliman atau character assassination. Naiknya angka jumlah online harassment kepada orang-orang yang diidentifikasi sebagai pelaku kejahatan, bertambahnya jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan persekusi dan naiknya intensitas selang waktu terjadinya suatu tindak pidana  ancaman yang memenuhi linimasa  merupakan indikator bahwa persekusi digital sudah merupakan suatu tindak pidana luar biasa. Tuduhan tersebut kemudian menimbulkan efek bola salju yang terus membesar dan menjadi vonis publik kepada yang terpersekusi secara digital. Untuk itu, maka kontrol personal, kesadaran untuk beretiket di media sosial, dan ketegasan negara menjadi fondasi awal dan  sangat penting bagi semua orang.
KEMBALI KE ARTIKEL