Kawaki yang kemudian tinggal dalam lingkungan baru tidak sekonyong-konyong percaya pada tindakan Naruto tersebut. Dia begitu hati-hati pada keluarga Hokage yang meskipun tampak normal seperti keluarga biasanya. Sikap Kawaki ini adalah akibat dari kekejaman Jigen di masa lalu. Ia sebelumnya memiliki orang tua, tetapi malah dijual kepada Jigen untuk dijadikan kelinci percobaan. Selama itu, Kawaki mengalami kekejaman dan tidak dianggap selayaknya anak-anak. Karena itulah, ia selalu waspada terhadap gerak-gerik keluarga Boruto ini. Bahkan ia mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang keluarga, desa Konoha, teman-teman Boruto dan pengawasan yang ada di sekelilingnya. Padahal Naruto sendiri telah memberikan kebebasan bagi Kawaki selama tinggal di rumah mereka.
Sikap Kawaki dalam menggali informasi tersebut dapat menjadi acuan bagi kita untuk senantiasa waspada dalam memperoleh informasi yang benar dan akurat. Ini bertujuan agar kita tidak mudah termakan oleh berita-berita yang tidak benar yang kadang menyesatkan kita. Ada pula berita-berita yang terlihat menarik, dengan pemarapan yang masuk akal, pada akhirnya menjadi kabar bohong juga. Backgroundnya terlihat bagus, tetapi isinya tidak relevan sama sekali.
Ada beberapa contoh berita Hoax yang sempat dipercaya masyarakat di Indonesia. Kisah Ironman Bali, I Wayan Sumardana alias Sutawan alias Tawan yang membuat tangan robot untuk menggerakkan tangan lumpuhnya. Dengan menggunakan perangkat electronik rongsokan, dia berhasil menciptakan robot yang digerakan melalui sensor otak dengan sistem EEG electroencephalography. Namun setelah diteliti, ternyata rangkaian mesin tersebut bukanlah robot karena ditemukan banyak kejanggalan. Selain itu kabar hoax tentang Rush Money, Blue Energy, serbuan TKA China ke Indonesia, Pembangkit Listrik Tenaga Hampa pernah menghiasi pemberitaan-pemberitaan di media massa. Mirisnya, kabar-kabar tersebut sempat dipercaya dan menjadi viral di tengah-tengah masyarakat.
Sikap Kawaki menanggapi berbagai kabar, situasi sekeliling, segala berita-berita yang ada di media massa sangat relevan untuk ditiru. Demi mengungali kesalahan yang sama, Kawaki mencoba untuk percaya tetapi dengan mengolah lebih dalam informasi tersebut dengan benar. Ia berusaha mencari tahu, berinteraksi secara langsung, mengobservasi, skeptis untuk sesaat, tetapi ketika ia menemukan kebenaran, barulah ia mulai berefleksi. Bisa saja itu berupa pertanyaan, Apakah situasi ini benar? apakah mereka bisa dipercaya? Bagaimana hal tersebut hanyalah jebakan? Pertanyaan-pertanyaan dalam benak Kawaki ini cukup skeptis, tetapi sangat efektif untuk menepis hoax.
Krisis literatur dan kepongahan informasi menyebabkan orang menerima berita-berita begitu saja tanpa adanya filter. Hal ini tidak menimpa orang-orang yang tidak berpendidikan saja, tetapi juga orang-orang berpendidikan tinggi. Bahkan informasi tidak benar dan bias bisa diputarbalikkan dan dimanfaatkan untuk membodohi publik. Cara kerja kaum sofis untuk memanipulasi informasi di zaman Yunani Kuno malah dipopulerkan kembali untuk dimanfaatkan demi kepentingan pribadi, kelompok bahkan politik. Sikap kritis seperti Kawaki memiliki urgensi dan mendesak untuk dimiliki oleh setiap orang di masa kini. Bukan sekedar skeptis pada informasi, tetapi usaha kondusif untuk menemukan kebenaran sejati.