Ini hari kelima yang kami lalui, bekerja sebagai buruh batik. Sebuah perusahaan batik “rumah tangga” menjadi sekolah kehidupan kami selama seminggu. Kesempatan ini bukanlah iseng-iseng atau sekedar memenuhi tuntutan tugas dari fakultas kami. Saat itu, saya hanya berniat untuk mendengarkan pengalaman butuh batik yang ada di situ dan belajar memaknainya. Aku tersentak ketika seorang buruh yang saya ajak
ngobrol mengungkapkan “
yang membuat batik itu lebih bekerja keras dibanding yang menjual batik di toko-toko”. Aku enggan berkomentar dan hanya menganggukkan kepala.
KEMBALI KE ARTIKEL