Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ara dan Rahasia Sedekah Ibu…

17 Agustus 2012   20:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:36 311 0

Ibuku sudah berumur 45 tahun, ia adalah seorang Guru TK, dulu aku sering meledek karena latar belakang pendidikannya adalah Sastra Jerman. Aku bilang, “Memangnya anak TK mau diajarin bahasa Jerman?” Ya, hanya sekedar canda sih, aku bertanya seperti itu karena penasaran juga kenapa Ibu lebih memilih menjadi Guru TK yang sama sekali tidak memerlukan bahasa German dalam kurikulumnya, lagi pula TK tempat Ibu mengajar berada dilingkungan Kabupaten yang cukup terpencil, sudah belasan tahun kami tinggal jauh dari Ibu Kota. Kenapa Ibu tidak mencari pekerjaan lain saja? Yang lebih nyambung. Kalaupun jika cita-cita ibu adalah Guru TK kenapa dulu tidak mengambil Fakultas Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak?

Suatu hari saat libur kuliah, aku seharian berada dirumah. Cukup punya banyak waktu untuk bersantai siang setelah lelah melarikan ke sepuluh jariku diatas keyboard laptop dari Paman untuk mengerjakan Tugas Pengantar Ilmu Hukum yang sudah Deadline ditunggu dosen. Tak lama kemudian Ibu datang, baru saja selesai mengajar dan memintaku untuk memasangkan modem dan menyambungkan koneksinya ke Internet, “Ibu mau Online Facebook” katanya sambil cengengesan. Ya! Ibuku memang Ibu gaul, berbeda dari Ibu-Ibu lainnya disini, meskipun kami tinggal di pelosok, tapi kami tidak Gagap Teknologi. Kalau boleh kubanggakan Ibuku, dilingkungan kami, Ibuku lah yang paling maju pemikirannya. Setelah itu ku tinggalkan Ibu bermain-main dengan akun Facebooknya untuk tidur siang, karena waktu berbuka puasa masih sangat jauh. Aku terbangun saat Adzan Ashar berkumandang, aku beranjak menuju Kamar mandi untuk mengambil wudhu, tapi saat melewati ruang tempat tadi aku mengerjakan tugas aku hanya melihat laptop tak bertuan, Ibu sudah tidak memakai laptop itu lagi, juga sudah tidak ada dirumah saat ku cari kesemua sudut rumah kami yang tidak terlalu besar. “Hmmm… lagi-lagi lupa Log-Out” gumamku saat melihat layar laptop masih menampakan facebook ibuku, karena tidak pernah berniat usil aku segera mengarahkan kursor kesudut layar dan mencari menu Log-Out, tapi tiba-tiba kolom Chattingnya terbuka karena ada seseorang yang mengirimkan pesan Online, isinya dari seorang wanita sebaya dengan ibuku, karena sudah terlanjur melihat, aku tak sengaja membacanya, “Hatur nuhun Bu Haji, uangnya sudah saya ambil di Kantor Pos, secepatnya akan saya ganti. Semoga pertolongan dari Bu Haji dibalas berlipat ganda oleh Allah Swt.” Setelah membaca pesan itu aku benar-benar melog-outnya dan berpendapat saat ini Ibu pasti sedang ke Kantor Pos untuk mengirim uang via Wesel kepada orang yang mengiriminya pesan facebook tadi. Saat sedang melipat mukena setelah sholat, terdengar suara ibu baru saja masuk rumah, “Dari mana Bu?” “Dari Kantor Pos, abis kirim Wesel” ternyata dugaanku benar, “Kirim buat siapa?” kali ini aku agak kepo, “Temen Facebook” saat aku mewawancarainya, sedari tadi Ibu sedang fokus membuka sepatu dan kaos kakinya, terlihat juga Ibu menggulung baju panjangnya sampai ke siku. “Temen kuliah?” tanyaku memastikan siapa orang di facebook itu. “Temen Facebook” Ibu menjawab tanpa menatap mataku, ia tetap bergerak, meletakan tasnya, membuka kerudungnya, lalu membuka kacamatanya lalu ke kamar mandi mengambil wudhu. Aku menunggunya sampai selesai membaca doa wudhu, sebelum menuju kamarnya untuk Sholat, aku menahan sebentar, “Temen SMA?” aku bertanya seperti itu karena penasaran, “Ya ampuuuuun, ya Temen Facebook lah, baru kenal minggu lalu. Udah, minggir dulu Ibu mau Sholat!” kali ini agak keras dan menatapku tapi tetap tidak marah.

Setelah sholatnya selesai, aku menahan diri untuk tidak langsung bertanya soal itu lagi, aku membiarkan ibu selesai dulu melipat mukena. “Apa? Gimana bisa ibu percaya sama temen facebook yang baru seminggu di confirm? 500ribu itu gede Bu, Ibu kan ngga tau dimana rumahnya, gimana kalau orang itu ngga menepati janji buat ganti uangnya? Ga tau juga kan itu facebook beneran apa Cuma account palsu?” aku tidak habis pikir, ibuku baru saja mentransfer uang pada orang yang meminta pertolongan padanya dari dunia maya, yang tidak jelas keberadaannya. Aku tidak marah, hanya saja aku diliputi keheranan level expert. “Ya, kalo nolong orang mah ya nolong aja, yang penting ikhlas karena Allah Lillahi ta’ala, ibu itu bilang anaknya perlu dibawa ke Rumah Sakit secepatnya, urusan uang itu bakal dikembaliin atau engga itu urusan belakangan, kalo itu akun palsu ya itu urusan dia sama Allah!” Ibu masih bisa menjelaskan dengan senyum-senyum disaat aku sedikit emosi, sama sekali tidak marah ketika aku keras bicara seperti itu.

Ke esokan harinya, Ibu membeli banyak sembako, ku pikir itu untuk kebutuhan kami selama sebulan, ternyata pada sore harinya Ibu pergi bersama tukang becak langganannya membawa semua sembako itu tanpa sisa, dan entah dibawa kemana. Pada malam harinya aku baru tau dari tetangga sebelah yang sholat tarawih disampingku di masjid dekat rumah, ternyata tetanggaku itu adalah pengurus panti asuhan yang tadi sore ibu datangi untuk menyedekahkan sembakonya. Selama ini, Ibu memang sering begitu, membagi-bagikan apa saja yang ia punya tanpa sepengetahuanku, akhirnya nanti aku akan tau dari orang lain. Aku semakin tidak mengerti kenapa Ibu bisa semudah itu mengeluarkan uangnya untuk disedekahkan, padahal diwaktu yang akan datang aku butuh uang untuk membayar biaya semesteran. Aku tau sedekah itu wajib, tapi bagaimana nanti Ibu bisa membayar uang kuliahku jika dari sekarang tabungan dari hasilnya mengajar sudah banyak ia keluarkan, aku tau tabungan ibu tidak pernah banyak, berapa sih gaji guru TK? Dari dulu sampai sekarang, penghasilan ibu hanya dari honor mengajar. Setiap malam aku selalu merisaukan hal itu, khawatir akan masa depan kuliahku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun