Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Jalur Mudik: Jalur Kematian

31 Juli 2013   04:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:48 173 11
Jalur mudik adalah jalur kematian,
jika mudik itu hanya sebatas pulang kampung halaman,
melulu hanya dimaksudkan untuk mengadakan pertemuan fisik,
pertemuan dengan kerabat,
famili bahkan petemuan dengan mereka yang mungkin masih sedarah sedaging.
Mudik tersebut: mundur ke udik!

Mudik searti pulang kampung (merambah-melayari) lagi ke hulu,
itu versi Kamus Besar Bahasa Indonesia,
versi harus mempunyai dan diberi "isi".

Kini mestinya mudik perlu dimaknai secara 'lebih',
tak hanya sekedar anjang sana,
apalagi ganti busana:
menukar baju dan celana.


Mudik,
mengingatkan manusia punya muasal, punya asal.
Asal harafiah - lahiriah: dari orang tua,
asal  rohaniah: yang illahi.
Mudik:
mengingat-menyadari kembali akan bakti orang tua,
yang telah diutus oleh yang illahi melahirkan - generasi baru.

Mudik, mengembalikan citra kelahiran,
mudik mengembalikan cintra dulu,
menjadi citra kini, citra di sini dan sekarang;
di hadapan yang illahi.

Mudik bukan untuk mengganti baju baru,
bukan mengganti kopiah baru,
tak pula harus mengganti sajadah baru,
apalagi selalu mengganti istri baru.

Mudik: mengganti pola hidup lama yang dalam kenistaan,
menjadi-menjalani pola hidup yang baru,
sadar akan cinta belas kasih yang illahi,
setelah berproses penyucian diri,
dalam puasa sebulan penuh.

Mudik jalur kematian,
kematian batin yang menghamba dunia,
mudik - jiarah tuturan hidup,
mengembalikan nyala hati yang telah redup,
dalam terang kehidupan mahakuasa!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun