Menurut hukum di Indonesia, penjelasan mengenai korupsi ini ada dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001. Menurut UU itu, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Banyak faktor-faktor yang disebabkan korupsi, seperti penegakkan hukum dan layanan masyarakat jadi amburadul. Di lalu lintas misalnya, dari mengurus Surat Ijin Mengendara (SIM) sampai sidang kasus tilang, tidak ada lagi yang berjalan sebagaimana mestinya seperti yang dapat kita lihat faktanya. Kemudian, pembangunan fisik terbengkalai. Seperti jalanan rusak atau gedung sekolah reyot, mulai dari mengorbankan kualitas bahan bangunan mereka bisa mengantongi uangnya sampai membuat proyek yang sebenarnya tidak perlu.
Lebih ironis lagi, prestasi jadi tidak berarti. Seharusnya orang bisa menduduki jabatan tertentu karena berprestasi dan berkompeten. Tapi kenyataan bicara lain, siapa saja bisa menduduki posisi apa saja dengan syarat memiliki uang dan kekuasaan. Alhasil, sangat banyak posisi penting yang diduduki oleh orang yang “nggak becus.” Lantas kita dan rakyat lagi yang kena getahnya.
Selanjutnya, demokrasi jadi tidak jalan, yang terjadi malah mobokrasi. Pemilihan wakil daerah setelah terpilih, sebagian tetap saja lebih mengutamakan kepentingan mereka yang memiliki uang ketimbang mereka yang memilih. Melihat situasi ini, jangan heran jika rakyat tidak percaya pada demokrasi. Apalagi saat ini, hampir seluruh parpol yang ada di parlemen terjerat kasus korupsi.
Faktor terakhir, ekonomi jadi ancur. Ada dua kata kunci: tidak efisien. Ingin membuat pabrik saja harus nyogok sana nyogok sini. Ingin membuka usaha dengan modal kecil, kalah sama perusahaan bermodal besar yang dekat dengan pemegang kekuasaan. Tidak heran orang asing mulai “males” investasi di Indonesia. Buntut-buntutnya, rakyat juga yang pada akhirnya menjadi sengsara. Mencari kerja susah, bertahan hidup apa lagi? (Fityan Benz Lenin)
KEPALKAN!! LAWAN!! HANCURKAN!! SEGALA TINDAKAN KORUPSI SAMPAI TERJUNGKAL DIHADAPAN RAKYAT!!