Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ketika Ulat Bulu Beraksi Kembali

9 April 2011   10:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58 785 2
[caption id="attachment_99656" align="aligncenter" width="640" caption="Ulat bulu yang menyerang Probolinggo "][/caption] Di tengah musibah bencana alam seperti meletusnya gunung berapi, gunung bromo yang ikut 'berdehem', gempa, tsunami, musibah lumpur lapindo yang sejak 2006 tidak mau bersahabat sehingga menenggelamkan banyak desa di Sidoarjo, musim yang tidak sesuai dengan jadwalnya alias pasang surut. Tak ketinggalan daerah Probolinggo, Jawa Timur terkena wabah ulat bulu sejak beberapa minggu lalu belum bisa diatasi bahkan beritanya ulat bulu sudah mencapai daerah Banyuwangi, Kendal, Jawa Tengah dan terakhir di Bekasi. Tidak ada satu musibah pun terjadi kecuali atas izin-Nya maka sebagai manusia kita perlu mengoreksi dan mengevaluasi diri untuk tidak sombong hidup dan berjalan di atas bumi ciptaan-Nya. Wabah ulat bulu seperti di Probolinggo sesungguhnya pernah terjadi 30 tahun lalu sekitar tahun 1981-an menyerang area perkebunan jambu biji di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan mulai dari Tanjung Barat sampai Lenteng Agung. Ibu saya pun yang mengalami kisah itu menceritakan wabah ulat bulu yang menyerang kawasan Pasar Minggu dan sekitarnya. Berikut kutipan ceritanya :

"Wabah ulat bulu ini menyerang secara tiba-tiba dan serempak menghabiskan area perkebunan jambu dalam jangka waktu beberapa bulan. Saat ulat bulu beraksi memakan daun dan buah jambu biji baik siang terlebih malam terdengar jelas seperti hujan gerimis yang turun membasahi bumi. Jika siang kita berjalan harus menggunakan payung agar tidak kejatuhan ulat bulu dan berjalan pun harus berhati-hati karena begitu banyak ulat bulu yang berjalan kesana kemari. Rumah yang berdekatan dengan perkebunan jambu harus ekstra hati-hati karena ulat bulu pun masuk ke dalam rumah, sampai kupu-kupunya pun kalau masuk harus dihalau karena telurnya yang menempel beberapa hari kemudian menjadi ulat bulu. Upaya masyarakat dengan menyemprot insektisida  tidak membuahkan hasil. Ketika itu bakti sosial dari siswa siswa SPG (Sekolah Pendidikan Guru) 3 Pasar Minggu tempat ibu sekolah diterjunkan dengan menggunakan seragam pramuka untuk ikut mengambil ulat bulu kemudian dimasukkan ke kantong plastik kresek selanjutnya dibakar. Di rumah tempat tinggal ibu pun ada 10 pohon jambu biji namun 2 pohon ditebang untuk menyelamatkan 8 pohon lainnya. Ada yang menarik, ketika seluruh pohon jambu biji seperti pohon jati di musim kemarau yang gugur daunnya dan hanya tinggal batang dan rantingnya maka yang tampak pada pohon jambu biji pun demikian. Sementara buah jambu biji yang masih menggantung di atas pohon diselimuti oleh puluhan ulat bulu. Jika ulat bulu masuk rumah maka ulat bulu dikumpulkan untuk kemudian disiram minyak tanah dan dibakar. Saat itu banyak masyarakat dari luar kota yang menyempatkan diri melihat ganasnya wabah ulat bulu. Cerita yang beredar meskipun tidak dapat diketahui kebenarannya adalah tentang Pak Haji yang sedang panen jambu biji, ada pengemis yang minta-minta kemudian dijawab oleh Pak Haji [daripada gue kasihin lu mendingan dimakan ulat bulu]. Setelah beberapa bulan wabah ulat bulu itu menghabiskan area pohon jambu biji, entah kenapa menghilangnya pun tiba-tiba seperti tersapu angin. Alhamdulillah 8 pohon jambu yang ada di rumah daunnya tetap menghijau dan pohonnya lebat berbuah sampai 10 tahun ke depan. Padahal sejak saat itu kisah pohon jambu biji pun dari Pasar Minggu rusak akibat wabah itu dan sudah tidak ada lagi yang menanam pohon jambu biji kembali".
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun