Di bawah langit biru cerah, aku pertama kali bertemu dengannya. Dia, lelaki dengan tatapan tajam dan pikiran kritis, memancarkan aura yang membuatku jengkel sekaligus penasaran. Awalnya, aku tidak menyukainya. Dia begitu jauh, tidak hanya dari segi pikiran, tapi juga dari caranya melihat dunia. Sementara aku terbiasa berpikir sederhana, dia selalu menantang pemikiran dengan argumen-argumen tajamnya. Kami berada di satu divisi di organisasi kampus, dan meskipun aku berusaha menghindarinya, takdir sepertinya terus mempertemukan kami.
KEMBALI KE ARTIKEL