Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kemarau Panjang di Dadaku

25 Desember 2014   06:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:30 19 0
Nda,

Setelah setapak membawa kaki-kakimu menjauh,

segala bentuk musim telah berlalu,

ingatanku tak henti menghitungi

angka-angka di kalender yang terisak

oleh kepergianmu.

Katamu; kau terlalu rindu dengan semesta

di belahan lain,

jagad yang tak pernah tersentuh

tangan manusia.

Dadaku sesak, menerka-nerka waktu

yang harus kulalui

tanpa hangat lengan-lenganmu.

Musim terus berganti, namun tidak bagi kemarau panjang

di dadaku, sebab kepergianmu.

Rindu ternyata, tak semudah apa yang air mata

jatuhkan,

dan kenangan yang dengan mudah

kepala kita simpan.

Terlalu kerontang mekar bunga yang pernah kau tanam,

hingga musim di tubuhku lupa

bagaimana caranya menurunkan hujan.

Barangkali, di tempat yang entah,

kau telah menemukan persembunyian

Tuhan,

dan mulai bercinta dengan semesta.

Memanjakan matamu pada Maha ciptaanNya

yang surga.

Tapi ketahuilah, Nda. Di kota ini, rinduku tetap khusyuk

menerjemahkanmu di tiap doa.

Mungkin arloji Tuhan telah merencanakan

sebuah waktu yang lebih tepat,

lengan-lengan kita kembali merapat,

dan mengingatkan kaki-kakimu arah pulang,

membuat bumi kembali menimang

tiap genangan gerimis, atau bahkan mampu

menurunkan hujan yang akan membasahi

kemarau panjang di dadaku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun