Suatu hari, sekelompok sahabat memutuskan untuk membuktikan apakah legenda itu benar. Mereka adalah Lila, Arman, Tio, dan Indra. Mereka tak percaya pada cerita-cerita tua yang dianggap takhayul dan penuh fantasi. Lila, yang paling berani, justru mengusulkan agar mereka berkemah di tepi danau itu.
"Ini hanya danau biasa," ujar Lila dengan senyum penuh percaya diri. "Aku yakin kita akan baik-baik saja. Lagipula, cerita-cerita itu sudah terlalu kuno untuk dipercaya."
Malam hari, mereka mulai mendirikan tenda di tepi danau. Bulan purnama bersinar terang, membuat air danau berkilauan seperti permata. Suasana malam itu terasa damai, bahkan terlalu damai. Lila dan teman-temannya menyalakan api unggun dan mulai bercerita tentang legenda danau tersebut, tertawa-tawa sambil mengolok-olok ketakutan yang dianggap tak beralasan.
"Katanya, ada seorang wanita yang tenggelam di sini bertahun-tahun lalu," kata Tio sambil menambahkan kayu ke dalam api. "Dan arwahnya masih berkeliaran, mencari seseorang untuk menemaninya di dasar danau."
"Ah, cerita kosong," sahut Indra tak percaya. "Mana mungkin ada hantu di sini? Kita lihat saja, malam ini tidak akan terjadi apa-apa."
Jam menunjukkan tengah malam ketika tiba-tiba angin bertiup kencang. Api unggun mereka bergetar dan hampir padam. Angin itu membawa suara yang aneh, seperti bisikan lembut yang bergaung di telinga mereka.
"Apakah kalian mendengarnya?" tanya Lila, sedikit bingung.
"Apa yang kau maksud?" jawab Arman, merasa tidak nyaman.
"Suara itu... seperti ada yang memanggil kita," ujar Lila sambil menatap danau dengan mata yang terpaku. Perlahan-lahan, tanpa sadar, ia berdiri dan berjalan menuju tepi air.
Teman-temannya memanggil Lila untuk kembali, tapi seolah terhipnotis, Lila tak menggubris mereka. Tiba-tiba, permukaan danau yang tenang mulai beriak, dan kabut tebal muncul entah dari mana, menyelimuti air danau dengan cepat. Kabut itu semakin mendekat, membuat suasana berubah mencekam.
"Lila, jangan dekat-dekat!" teriak Tio, tapi Lila sudah terlalu dekat dengan tepi air.
Saat itulah mereka semua melihatnya---sebuah bayangan samar di tengah kabut, bentuk seorang wanita dengan rambut panjang terurai, berdiri di atas permukaan air. Wajahnya tak jelas terlihat, namun sepasang mata hitam pekat menatap lurus ke arah mereka. Senyuman aneh terukir di bibirnya.
Lila berhenti tepat di tepi air, matanya kosong seolah berada di bawah kendali bayangan itu. Tanpa peringatan, tangan Lila terangkat dan bergerak seolah-olah ia akan menyentuh bayangan di danau.
"Jangan!" Arman berlari, menarik tangan Lila dengan keras. Tiba-tiba, bayangan wanita itu menghilang, kabut pun lenyap seketika. Lila terjatuh ke tanah, gemetar dan ketakutan. Ia tidak bisa mengingat apa yang baru saja terjadi, hanya bayangan samar tentang wanita di danau yang terus menghantui pikirannya.
Mereka segera mengemasi barang-barang dan pergi meninggalkan tempat itu, memutuskan untuk tidak kembali lagi. Tapi kejadian malam itu belum berakhir.
Beberapa hari kemudian, Lila mulai berubah. Ia sering melamun, tidak banyak bicara, dan setiap malam ia bangun dengan mata yang kosong, memandang keluar jendela seolah ada yang memanggilnya. Teman-temannya mulai khawatir, terutama Arman yang menyaksikan kejadian di danau dengan jelas.
Suatu malam, Arman memutuskan untuk menginap di rumah Lila. Malam itu, tepat saat tengah malam, Lila bangun dan berjalan keluar rumah tanpa sepatah kata. Arman mengikutinya dalam diam. Lila berjalan lurus menuju danau, tanpa menghiraukan apa pun di sekelilingnya. Arman memanggilnya, tapi Lila tak menggubris. Ia hanya terus berjalan, seakan terpanggil oleh kekuatan tak terlihat.
Sesampainya di tepi danau, Lila berhenti. Arman berusaha menahan Lila, tapi kekuatan yang tak terlihat mendorongnya pergi. Lila menatap danau, wajahnya kosong dan pucat. Saat itulah, bayangan wanita itu muncul lagi, lebih jelas daripada sebelumnya. Rambut panjangnya berkelebat ditiup angin, dan suaranya terdengar lirih.
"Bawa dia kembali... Aku kesepian..."
Lila perlahan berjalan menuju air. Arman panik, ia menarik Lila sekuat tenaga, tapi sebuah tangan dingin mencengkram lengannya. Tangan yang muncul dari air danau, menarik Lila semakin dekat ke tepi.
Arman berteriak, memohon, tapi semuanya terlambat. Dengan satu gerakan, Lila terjun ke dalam air yang dingin dan tenang, tubuhnya menghilang di bawah permukaan. Bayangan wanita itu tersenyum puas dan lenyap bersama dengan hilangnya Lila.
Arman jatuh tersungkur di tepi danau, gemetar ketakutan. Ia tahu, apa yang ada di danau itu bukan sekadar legenda. Keesokan harinya, pencarian dilakukan, namun tubuh Lila tak pernah ditemukan. Danau itu kembali tenang seperti sediakala, seolah menyembunyikan rahasianya yang kelam.
Kini, setiap malam purnama, suara bisikan lembut terdengar dari tepi danau. Suara yang memanggil, memohon, mengajak siapa saja yang mendengarnya untuk datang. Dan di air yang jernih, bayangan seorang wanita dengan senyum dingin bisa terlihat mengintip dari balik kabut.
Desa itu kembali diselimuti misteri, dan legenda tentang danau yang memakan korban hidup-hidup beredar lebih kuat dari sebelumnya. Arman, satu-satunya saksi yang tersisa, kini menghabiskan harinya di desa dengan tatapan kosong, menunggu---menunggu apakah ia juga akan terpanggil suatu hari nanti untuk memenuhi permintaan yang tak pernah selesai.
Sebab di danau itu, setiap bisikan adalah undangan, dan setiap undangan adalah kutukan yang menanti.