"Ayo naik" Ucap seorang laki-laki yang menaiki sebuah motor besar berwarna hitam pada seorang gadis berseragam putih abu yang sedang duduk anteng di halte depan sekolah.
"Aqila Putri Heryawan" laki-laki berseragam biru dongker khas seorang guru itu kembali memanggil nama lengkap si gadis dengan suara lebih kencang.
"Naon sih om!"protes Aqila sembari mendelik tak suka.
"Ayo naik, kita pulang" ulang pria tersebut sambil menyodorkan sebuah helm warna pink.
"Ogah, sono aja boncengan sama busuk" ucap Aqila dengan nada tak suka, tersirat kecemburuan yang amat sangat dari nada bicaranya.
"Busuk?" tanya pria tampan itu kebingungan
" Bu Sukma, bapak Rasyid yang terhormat" jawab Aqila lalu berlari menjauh dan menaiki sebuah angkot jurusan Sumedang-Cileunyi
"Ya Allah... Qila... Qila" panggil Rasyid namun tidak digubris oleh gadis keras kepala itu
"Jenong, turun!" teriak Rasyid mengeluarkan kekesalannya, sedangkan Aqila malah mengejeknya dari dalam angkot
Aqila, siswi kelas 3 IPA 1 yang cukup pintar namun agak sedikit badung. Ibunya meninggal ketika dia berumur 9 tahun, oleh karena itu dia tumbuh dan besar tanpa sosok seorang ibu. Ayahnya seorang pemilik toko bangunan yang cukup terkenal di kota Sumedang. Aktivitas ayahnya yang cukup padat membuat waktu bersama keluarga sangatlah sedikit.Â