Dalam sejarahnya, selalu sulit untuk bisa membuktikan secara akurat apabila perempuan menjadi korban dalam penganiayaan atau pemukulan secara fisik. Perempuan selalu dianggap memiliki kodrat sudah seharusnya menjadi properti rumah tangga. Bila ia keluar malam, berkumpul, dan memenuhi hak-haknya mengeluarkan berpendapat dan berakivitas politik, maka ia sudah dicap sebagai perempuan pemberontak, bukan perempuan baik-baik, dan sudah sepantasnya dipukuli. Sementara kalau laki-laki yang keluar malam, berkumpul dengan koleganya, dan bahkan mabuk-mabukan, masyarakat akan menganggap hal tersebut wajar adanya.
KEMBALI KE ARTIKEL