Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Petani Kelapa Menjerit, Kebutuhan untuk Bertahan Hidup Semakin Sulit

19 Februari 2023   18:02 Diperbarui: 19 Februari 2023   18:22 539 5
TEMBILAHAN-PROV RIAU-Harapan petani kelapa untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga sudah semakin sulit.Ditengah terpaan harga kebutuhan pangan yang semakin mahal, justru harga komoditas yang menjadi primadona mayoritas penduduk Inhil ini dalam kondisi stagnan dan cenderung menurun selama beberapa kuartal terakhir.

Banyak petani sudah enggan untuk memanen kebun miliknya dikarenakan hasil yang di peroleh tidak setimpal dengan biaya operasional yang harus di keluarkan selama kurun waktu 3 bulan masa tunggu panen berikutnya.

Sebahagian lagi dari mereka terpaksa harus terus berjuang bekerja,karena sudah terlilit hutang,akibat menutupi kekurangan biaya kebutuhan hidup keluarga sehari-hari,apalagi diperburuk oleh adanya disparitas harga komoditas kelapa antara grade A-B dan PMK di masing-masing daerah.

AM adalah salah satu diantara 80,264 orang (sumber data BPS Indragiri hilir tahun 2015) petani di Inhil yang merasakan sulitnya kondisi saat ini.sebelumnya AM adalah Pemilik kebun kelapa yang terbilang mapan karena memiliki luasan kebun yang relatif cukup,Untuk membiayai kehidupan keluarga.

Dia bercerita kepada awak media bahwa kondisi petani saat ini sebenarnya sudah sangat mengkhawatirkan.

"Sebenarnya kalau boleh jujur,saat ini kita sudah mengalami masa "krisis"petani lokal,hanya saja belum nampak dipermukaan"ungkapnya pada Sabtu 11/02/23 yang lalu disalah satu kedai kopi yang berada di jalan telaga biru kota tembilahan.

AM menambahkan jika hasil yang diperoleh oleh petani yang mengerjakan kebun miliknya sudah tidak memungkinkan lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup.

"Coba Abang bayangkan jika hasil panen 5 ton saya antar ke penampung"PANCANG"dengan harga Rp.1650/kilo kemudian hasilnya di bagi dua lagi atau 50:50 antara saya dan petani yang mengerjakan berapa yang didapat?"ucapnya.

Dari penjelasan awak media mencoba mengkalkulasi pendapatan para pekerja/petani yang memanen di kebun miliknya.

Dengan asumsi harga Rp.1650/Kg kemudian dikali 5,000 Kg(5 ton) maka hasil yang didapat sebesar Rp.8.250.000,dari hasil tersebut,kemudian dibagi lagi menjadi dua antara pemilik dan pekerja maka masing-masing akan mendapatkan uang sebesar Rp.4.125.000.

Namun jumlah pendapatan tersebut ternyata bukan hasil netto/bersih.ada cost/biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan semisal biaya transportasi dari kebun menuju penampung(PANCANG)yang nilainya ratusan ribu rupiah.

Tidak sampai disitu saja,Perolehan Hasil sebesar Rp.4.125.000,oleh pekerja tersebut harus dibagi sama rata lagi jika orang yang bekerja lebih dari satu.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah uang sebesar Rp.4.125.000 itu harus cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anak dan istri selama 3,bulan kedepan,menjelang masa panen berikutnya.

Maka jika di estimasi pendapatan petani yang bekerja di kebun kelapa milik AM tersebut,setelah dipotong biaya-biaya lainya hanya mendapat kurang lebih sebesar Rp.40.000,ribu rupiah perhari yang digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok seperti beras,minyak,telur,gula,teh,listrik dan jajanan anaknya serta kebutuhan lainnya.

Sementara dikutip dari laman bps.co.id tahun 2019 penduduk dengan kategori miskin adalah mereka yang berpenghasilan rata-rata Rp.1,900.000/perbulan dengan anggota keluarga 4-5 orang.

Dari sektor mikro terutama dalam penyediaan barang dan jasa juga akan terus berdampak jika hal ini tidak ditanggulangi dengan segera,karena tidak sedikit pelaku usaha mikro mengeluhkan tentang omset mereka yang terus menerus menurun beberapa bulan terakhir.

Harapan para petani menjelang bulan ramadhan dan idul Fitri,harga komoditas kelapa bisa segera naik untuk mengimbangi kenaikan harga kebutuhan bahan-bahan pokok***


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun