Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Analisis Bias Gender di Pondok Pesantren

7 Juli 2024   14:32 Diperbarui: 7 Juli 2024   14:32 44 1
Pondok pesantren merupakan tempat dimana para santri memperdalam studi agama Islam dan bidang lainnya. Pondok pesantren merupakan contoh sempurna bagi Pendidikan Nasional dalam menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang inklusif dan penuh toleransi, yang merupakan warisan budaya asli Indonesia. Sejak dulu, pesantren sudah menerapkan inti dari Pasal 3 UU Sisdiknas, yakni untuk meningkatkan keterampilan dan membentuk kepribadian yang baik. Pesantren tidak hanya menjadi tempat belajar tradisional, tetapi juga berperan dalam mengembangkan kemandirian, disiplin, tanggung jawab, dan moralitas bagi santri. Melalui pendidikan karakter yang menyeluruh, pesantren memberikan bekal bagi para santrinya untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan nilai-nilai Islam, serta menjadi manusia yang utuh. ( Sabil, N. F., Diantoro, F., 2021). Penelitian tentang bias gender di pondok pesantren ini, bertujuan untuk memeriksa apakah terdapat ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan. Isu yang dapat timbul adalah penyalah gunaan terhadap perempuan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, atau hak-hak lainnya.

Mengapa gender "perbedaannya" muncul? Pembentukan perbedaan gender karena banyak faktor termasuk pembentukan, sosialisasi, dan penguatan, bahkan dibentuk oleh masyarakat atau budaya melalui prinsip-prinsip keagamaan baik itu perusahaan maupun pemerintah. Akhirnya, setelah proses yang panjang, sosialisasi gender akhirnya tercapai dianggap seakan-akan sebagai kehendak Allah. Sebaliknya, dengan menggunakan dialektika, perkembangan sosial gender secara berangsur-angsur dipengaruhi oleh evolusi masing-masing ahli biologi (Hambali, 2017). Ketidaksetaraan gender mengacu pada preferensi terhadap satu jenis kelamin, gender dalam kehidupan sosial atau kebijakan publik. Gender dalam interaksi masyarakat atau peraturan pemerintah. Stereotip gender dalam pendidikan adalah fakta pendidikan yang memberi keunggulan pada satu jenis kelamin tertentu yang mengakibatkan ketidakseimbangan gender (Asrohah, 2008).
Kajian tentang bias gender di pesantren sangat penting karena pengajaran didasarkan pada kitab-kitab kuning, yang diyakini memiliki ketidakseimbangan gender dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Contohnya dalam ilmu fiqh, terdapat banyak aturan normatif yang cenderung bersifat patriarki (Jauhari dan Thowaf, 2019). Kegenderan dalam kehidupan sosial dapat menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan bagi perempuan. Namun demikian, karakteristik laki-laki telah dibangun sebagai individu yang memiliki sifat maskulin dan cenderung untuk selalu mendominasi. Jika pesantren menerapkan perlakuan yang tidak adil, hal itu dapat meredam semangat dan kreativitas santri perempuan, sehingga membuat mereka menjadi pesimis dan apatis terhadap pendidikan lanjutan (Muafiah 2018).

Akan tetapi, kita juga perlu memeriksa bukti dari Al-Quran dan hadis untuk memahami kedudukan wanita dalam agama Islam. Walaupun Al-Quran tidak secara eksplisit mendukung bias gender, penafsiran ayat-ayat tertentu dan norma budaya di pesantren kadang-kadang menyebabkan perlakuan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat membatasi kemampuan perempuan dan menghalangi kesempatan pendidikan mereka.


Artinya: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa dalam perspektif Islam, pria dan wanita seharusnya mendapatkan perlakuan yang adil dan sama. Perempuan di pesantren mungkin merasa tidak diperlakukan adil dan kurang dihargai dibandingkan dengan laki-laki. Wanita mungkin tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya dan memberikan kontribusi yang signifikan pada masyarakat luas.
"Sesungguhnya perempuan itu separuh dari diri kalian. Janganlah kamu sakiti mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menyatakan bahwa perempuan merupakan bagian dari seorang manusia. Hindarilah   melukai mereka. Pesan ini menekankan pentingnya peran perempuan dalam Islam dan tata cara perlakuan laki-laki terhadap mereka. Hadits ini dapat berdampak luas pada berbagai bidang kehidupan dan mendorong terbentuknya masyarakat yang adil dan sejahtera bagi seluruh individu.
Dampak Negatif Bias Gender:
Terbatasnya akses dan kesempatan belajar bagi siswa pondok pesantren.
Terbatasnya peran perempuan dalam memimpin dan menentukan keputusan di tengah masyarakat.
Pembentukan kembali stereotip gender dan dukungan budaya patriarki.
Risiko terhadap perempuan meningkat dalam hal kekerasan dan pelecehan.
Kesehatan mental dan fisik yang terganggu terjadi pada santri yang mengalami diskriminasi gender.
Penanganan Bias Gender di Pondok Pesantren dilakukan melalui berbagai upaya:
Menyusun kurikulum yang responsif gender: Memperkaya kurikulum dengan materi pendidikan tentang kesetaraan gender, keadilan gender, dan hak asasi manusia.
Pelatihan dan pembelajaran bagi kyai, ustazah, dan staf pondok: Memperluas pemahaman tentang gender, bias gender, dan strategi menghadapinya.
Penerapan kebijakan gender yang adil: Menjamin kesetaraan kesempatan dan perlakuan bagi santri laki-laki dan perempuan di semua bidang kehidupan pondok.
Menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif: Menggunakan sistem pelaporan dan pendampingan yang efektif bagi korban kekerasan dan pelecehan, serta mempromosikan budaya saling menghormati dan menghargai.
Pengembangan program untuk meningkatkan kemampuan santri perempuan dengan memberikan pelatihan, pendampingan dalam berwirausaha, serta memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak seksual dan reproduksi.
Peningkatan komunikasi dan kolaborasi antara berbagai pihak: Mengajak kyai, ustazah, santri, alumni, LSM, dan pemerintah untuk bersama-sama mengatasi masalah bias gender di pondok pesantren.
Tindakan-tindakan tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan terkoordinasi dengan melibatkan semua pihak yang terlibat di pondok pesantren. Pondok pesantren memegang peran penting dalam pendidikan Indonesia, tapi masalah ketidakadilan gender perlu diselesaikan. Studi tentang ketidakadilan gender di pesantren memiliki signifikansi yang besar yaitu Mengetahui ketidakseimbangan gender dalam kitab kuning dan norma budaya pesantren dan mempertahankan semangat santri perempuan dengan mencegah perlakuan yang tidak adil. Diperlukan kerja sama  dari berbagai pihak untuk menanggulangi ketidakadilan gender di pesantren dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif bagi seluruh santri. Diharapkan pengurangan kesenjangan gender di pondok pesantren dan penciptaan lingkungan pendidikan yang adil dan inklusif bagi semua santri dapat tercapai melalui komitmen dan kerjasama yang solid.


DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun. 2008, Sosiologi Pendidikan, Surabaya: Kopertais Press.
Hambali, (2017), Pendidikan Adil Gender di Pondok Pesantren, Jurnal Pedagogik,Vol. 04, No. 02.
Sabil, N. F., & Diantoro. F., (2021), Peran Pesantren dalam Membangun Karakter Bangsa. Jurnal Pesantren, Vol. 15, No.1, Hal. 1-18.
Jauhari, A., & Thowaf, Z, (2019), Rekonstruksi Pemikiran Fiqh Tentang Kesetaraan Gender: Telaah Kritis Terhadap Kitab-Kitab Fiqh Klasik, Jurnal Ilmiah Dinamika, Vol.18, No. 2, Hal. 315-330.
Muafiah, E. (2018). Problematika Kesetaraan Gender dalam Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Putri: Studi Kasus di Pondok Pesantren Putri Al-Hasan Genggong Banyuwangi. Jurnal Ilmiah Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Raden Intan Lampung, Vol. 3, No. 1, Hal. 1-18.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun