TANTANGAN (CALON) GUBERNUR DKI JAKARTA 2012-2017
Oleh : Firman Yursak*
Dinas intelijen Amerika Serikat Central Intelligence Agency/ (CIA) merilis pantauan peta persebaran penduduk dunia tahun 2011. Lebih dari 50% total 7,004 miliar penduduk dunia saat ini tinggal dan hidup di kota-kota atau zona perkotaan.(CIA Factbook, 2011)
Meningkatnya jumlah penduduk kota itu dan eksploitasi sumber alam dapat mengurangi atau merusak daya sangga ekosistem kota-kota kita. (Global Footprint Network, 2012) Ada potensi risiko lingkungan seperti kenaikan level emisi karbon-dioksida, pemanasan global, dan polusi akibat lonjakan penduduk perkotaan. (The Nature, 2012)Sekitar 50% penduduk dunia terancam kelaparan dan kemiskinan akibat kerusakan dan kemerosotan sumber daya alam, pemanasan global, krisis energi, dan kehancuran keragaman-hayati. (U.S. Census Bureau, 2009)
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) bukan kekecualian dari tren dan potensi risiko tersebut. Penduduk Jakarta yang dibangun sejak abad 4 M, mencapai 65 ribu jiwa tahun 1870. Jumlah itu naik menjadi 258 ribu (1928), 600 ribu (1945), 4.546.492 (1971), 6.503.449 (1980), 8,384.853 (2000), dan 9.588.198 jiwa tahun 2010. (BPS, 2010). Maka para Calon Gubernur dalam Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur DKI 2012 perlu memiliki strategi dan program kerja untuk merespons risiko-risiko tersebut.
Model “the city of palm-trees’Jericho di Tepi Barat dekat Sungai Jordan, Palestina, layak ditiru. Kota ini adalah jejak peradaban dan perdamaian sejak milenium 7 SM dan dihuni manusia sampai hari ini. (Gates, Charles, 2003)RahasiaJericho ialah kebijakan zona—khususnya zona hijau sekitar 30% lahan kota. Zona hijau jugadipionir oleh Nabi Muhammad yang melarang darah tercecer hingga pohon ditebang guna melahirkan karakter kota sakral Mekkah di Hejaz. (A. Zahoor & Z. Haq, 1998) Lahan konservasi (hima) adalah pendukung lestarinya Mekah di Hejaz, Arab Saudi, sejak abad 5 M (Exploring Islam Foundation, 2010)
Program pemerintah kota sekarang juga diilhami oleh kebijakan zona ecocities tersebutseperti GujaratInternational Finance Tec-City dan Nano City (India), Putrajaya (Malaysia), King Abdullah Economic City (Arab Saudi), Ottawa dan Calgary (Kanada), Dubai Waterfront, dan Dubai World Central (Uni Emirat Arab), Sejong City (Korea Selatan). Di Negara RI, awal November 2011 di Jakarta, 60 bupati dan walikota menanda-tangani komitmen membangun kota-kota hijau sebagai zona aman, nyaman, produktif, dan lestari. (Antara, 8/11/2011)
“Smart Growth” DKI
Strategi pembangunan ‘smart growth’ memiliki dua ciri pokok yaitu kebijakan zona, seperti green-field dan lahan konservasi, dan partisipasi stakeholders seperti masyarakat umum, media, investor, bankir, pedagang,PKL, lembaga riset, dan lain-lain. Zona-zona baru dibangun di lahan tidur kota untuk lahan-lahan pertanian, landsekap, lahan hijau terbuka yang bermanfaat bagi pelestarian lingkungan, produksi, dan penyerapan tenaga kerja. (Walters, D., 2007)
Konsep dasar ‘smart growth’ ialah bahwa setiap lahan hanya memiliki satu kapasitas tertentu untuk mendukung kehidupan manusia, hewan, dan hayati lainnya hingga level harmoni alamiah. Melampaui kapasitas itu ekuivalen dengan merusak keseimbangan alamiah antara manusia, tanah, air, atmosfir, dan hayati. Kondisi semacan ini memicu kriminalitas, kekerasan, konflik, kemacetan, pengangguran,dan kerusakan linkungan di kota-kota. (Walters, D., 2007)
‘Smart growth’ melalui program ecocity memandang masyarakat merupakan komponen sangat menentukan pembangunan dan pelestarian tata-kehidupan yang harmoni, lestari, tertib, aman, dan adil. Hal ini mesti dijabarkan dalam pilihan rumah, pembangunan properti, layanan kesehatan dan pendidikan, layanan administrasi pemerintahan, pasar, transportasi, pelestarian hingga penyerapan tenaga kerja di kota. (Smart Growth Network, 2011)
Khusus DKI tahun 2012-2017, hal paling mendasar untuk meraih smart growth ialah riset dan pemetaan-ulang seluruh zona sehingga ada peta baru bagi pemerintah dan masyarakat dalam rangka melaksanakan program-program pembangunan di DKI. Pemetaan ulang itu mencakup : (1) zona-zona ekonomi, (2) pemerintahan dan pelayanan publik, (3) landmark dan wisata, (4) air, laut, sungai, (5) parkir, (6) transportasi, (7) pendidikan, (8) industri, (9) ruang hijau, dan (10) ruang publik, yang mencakup seluruh sektor kehidupan masyarakat dan lingkungannya di DKI.
Pemetaan ulang seluruh zona DKI akan memudahkan pelaksanaan berbagai program pembangunan mencapai titik-titik itu tepat sasaran. Ini penting, sebab inti dari negara ialah rakyat dan lahannya. Di DKI, ada banyak zona periferal yang tidak terdeteksi sehingga sulit disentuh program pembangunan dan zona-zona baru hasil alih-fungsi lahan. Pemetaan ulang titik-titik zona DKI memudahkan kontrol semua program Pemda dan efisiensi mata-rantai arus uang, barang, jasa, pelayanan, manusia, dan zat di DKI. Pemetaan ulang titik-titik zona DKI itu juga memudahkan pelayanan publik, mengatasi kemacetran, melestarikan lingkungan, dan kontrol keamanan ibukota Negara RI Jakarta. DKI akan menjadi kota sehat dan layak huni.
Tantangan Cagub DKI
Luas 662 km2 daratan dan 6.977 km2 perairan dari wilayah DKI Jakarta bukan lingkungan mudah ditata dan dikelola. Sekitar 40% lahan DKI berada di level bawah permukaan laut dan sisanya sekitar 7 meter di atas permukaan laut. Jakarta kini merupakan kota ke-12 terpadat di dunia dan sejak tahun 2008 termasuk satu global-city. (GaWC, 2009)
Dari sudut pandang smart growth, konsep dan program pembangunan DKI yang ditawarkan oleh para cagub DKI melalui laporan media, (VivaNews, 2012) tampaknya bakal menemui peluang dan tantangan untuk membangun DKI Jakarta. Misalnya, konsep dan pembangunan ransportasi dan pelayanan publik dari pasangan cagub Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli tidak mudah memecahkan masalah DKI 2012-2017. Pasangan ini perlu memodifikasi konsep baru khususnya mengatasi isu penduduk dan kemacetan. Pelayanan publik memang telah berjalan dan meningkat. Untuk meraih dukungan publik, pasangan cagub ini perlu merilis konsep baru pembangunan smart growth DKI Jakarta 2012-2017.
Tawaran konsep dan program pembangunan DKI yang bernafas kerakyatan dari pasangan cagub Joko Widodo dan Basuki T Purnama berpeluang meraih hasil bagi masyarakat nenengah ke bawah di DKI. Namun, visi kerakyatan ini tidak mudah direspons masyarakat menengah ke atas. Program-program seperti ini cocok untuk kota-kota yang sedang atau baru berkembang dan belum cocok untuk kota maju seperti Jakarta. Konsep dan program berbasis kerakyatan untuk DKI berbebeda dengan kota-kota lain.
Usulan program pasangan cagub Alex Noerdin dan Nono Sampurno bisa berpeluang menyelesaikan isu vital DKI seperti tata-kota, lalu-lintas, ekonomi, dan lingkungan. Konsep dasarnya dapat mengatasi kemacetan, karena kekurangan ruas jalan dan kelebihan pengguna jalan. Fungsi zona-zona dan lahan ditata-ulang. Program-program ini dapat melahirkan tata dan masyarakat kota Jakarta yang lebih teratur, sadar fungsi lahan meningkat, dan pembinaan karakter. Namun, program-program ini membutuhkan biaya besar dan SDM profesional.
Visi keadilan dalam program pelayanan publik dan perbaikan ekonomi rakyat DKI dari pasangan cagub Faisal Basri dan Biem Benyamin sekilas dapat meraih simpati publik. Namun, jika simpati dan dukungan ini tidak dikelola, maka partisipasi dan dukungan terhadap program semacam ini dalam kampanye dan jangka panjang mudah rapuh.
Tawaran program pembangunan DKI dari pasangan cagub Hidayat Nurwahid dan Prof.Didiek J. Rachbini memiliki pesona, seperti impian Jakarta bebas macet, bebas kumuh, dan bebas dari kemiskinan. Namun, konsep ini ibarat bingkai besar, terlalu tinggi, dan waktunya lama. Maka dibutuhkan riset kuat untuk merealisasikannya. Respons kelompok elit barangkali positif, tetapi apakah ada dukungan arus bawah? Kecuali zona-zona dan akses-akses sosial-ekonomi rakyat benar-benar dibuka dan diperluas, jangka panjang program-program ini bagus.
Fokus program pasangan cagub Hendardhi Supandji dan Riza Patria pada bidang kependudukan dan kemacetan di DKI Jakarta, mudah disosialisakan. Tantangannya, mulai dari mana melaksanakan kedua program ini untuk melahirkan smart growth di DKI Jakarta periode 2012-2017? Untuk itu, pasangan cagub ini perlu melakukan riset ulang tentang DKI Jakarta sehingga ada hal baru dan signifikan untuk pembangunan rakyat DKI dan lingkungannya. ****Mahasiswa Pascasarjana FISIP/Komunikasi Universitas Indonessia