[caption id="attachment_93510" align="alignleft" width="300" caption="Mariska dalam sebuah Kopdar di TIM"][/caption] Bakti Sosial Kompasianers di Suaka Margasatwa Muara Angke, Minggu pagi sampai sore tadi, boleh disebut sukses. Hampir semua yang menyatakan bersedia hadir, tidak ingkar janji. Termasuk Mariska Lubis. Penulis yang senang dipanggil ML ini sengaja jauh-jauh datang dari Bandung ke Jakarta untuk ikut Kopdar Hijau ini. Malah, dia sudah lebih dulu dari saya tiba di TIM, tempat peserta berkumpul untuk berangkat bareng ke Muara Angke. Saya mencatat khusus nama Mariska dalam tulisan ini bukan hendak mengecilkan peran dan kehadiran Kompasianer lain di aksi hijau itu. Ini semata-mata karena memang ada kesan khusus kepada perempuan hangat yang senantiasa memandang semua Kompasianer setara, satu level. Tidak ada senior- junior, juga tidak ada hebat-bodoh. Semua kita sama! Terus terang kedatangan saya ke Jakarta mengikuti Baksos Muara Angke, di antaranya karena panitia bilang ML juga akan datang. Acara yang oleh Jimmo Putra disebut “misi hijau” itu bukan hanya bakal diramaikan Kompasianer asal Jakarta. Pada Sabtu sore, saya sempat kecewa. Jimmo yang menyambangi saya di tempat kakak di Bekasi mendapat telepon dari Mbak Kit Rose. “Mariska gak bisa datang, dia kehilangan kartu ATM sehingga gak punya uang tunai untuk meluncur ke Jakarta.” Begitu laporan perempuan yang ternyata lebih cantik aslinya ketimbang di fotonya itu. Sebagai Ketua Pelaksana Baksos, Jimmo tentu kecewa mendapat kabar itu. Maka, dia segera menelepon Mariska. “Saya gak mau tahu, kau harus datang ke Jakarta. Terserah bagaimana caranya. Cari utangan dulu kek. Pokoknya, kalau kau gak datang, saya marah!” kata Jimmo berapi-api. Alhamdulillah, Minggu pagi Mariska sudah sampai di TIM. Kedatangannya ini jelas bukan karena takut kepada Jimmo, tetapi lebih sebagai bentuk solidaritas. Bahwa kawan-kawannya sedang punya kegiatan positif, maka wajib didukung. Sungguh, saya harus angkat topi buat Mariska. Maka, saya bisa ketemu dengan perempuan kelahiran 1974 yang rambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya itu. Uban yang muncul karena tempatnya tumbuh rajin dipakai berpikir. Kecuali setia kawan, Mariska menurut saya, juga punya harapan besar terhadap kemajuan Kompasiana lewat aksi nyata warganya. “Baksos ini harus menjadi awal bagi Kompasianer untuk punya program rutin memberdayakan masyarakat. Ke depan, kita mungkin harus punya kampung binaan,” katanya kepada peserta Baksos Muara Angke. Konon, gagasan memiliki kampung binaan itu akan dibahas di TIM sepulang dari satu-satunya hutan mangrove yang tersisa di Jakarta. Sayang, saya tidak bisa ikut rombongan kembali ke TIM. Selesai tanam bibit bakau di Muara Angke, saya langsung ke Bekasi karena anak yang saya bawa rewel, mendesak minta pulang. Catatan: Kepada kawan-kawan, saya mohon maaf belum bisa memosting laporan baksos karena gambar belum di-capture ke komputer. Sesampai di Lampung Selasa malam besok, insyaallah saya menurunkan tulisannya. Dari sebuah warnet yang gerah di Bekasi Salam Kompasiana!
KEMBALI KE ARTIKEL