Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Potensi Kerawanan Pangan saat Musim Penghujan

27 Januari 2012   07:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:24 316 0

Sebenarnya, semua hal yang diciptakan oleh Tuhan bagi dunia kita ini, memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing, seperti misalnya Tuhan menciptakan hujan untuk kita. Sebagai manusia yang dikaruniai oleh Tuhan akal dan pikiran yang nyaris sempurna, seharusnya kita dapat memanfaatkan dan mengelola apa yang telah diberikan Tuhan dengan bijak, bukan malah merutuk dan menyesalinya. Jika kita memiliki keinginan yang kuat untuk memanfaatkannya, musim penghujan sebenarnya bukanlah suatu musibah bagi keberadaan pangan di negeri kita ini.

Indonesia sebenarnya kaya akan bahan makanan pokok yang mengandung karbohidrat tinggi selain nasi. Sebut saja jagung, sagu, dan ketela. Bukankah di jaman dahulu kala nenek moyang kita sudah makan makanan selain nasi dan ternyata masih dapat bertahan hidup ? Lalu, mengapa kita sekarang menjadi pemakan nasi yang aktif ? Saya tidak tahu persis sejak kapan rakyat Indonesia mulai menggunakan nasi sebagai bahan makanan pokoknya dan budaya ini terus berlanjut hingga saat ini. Memang, banyak sekali yang mengatakan bahwa kalau belum makan nasi, itu berarti belum makan. Ini sebenarnya adalah masalah pola pikir dan kebiasaan saja, yang menurut saya relatif lebih mudah untuk diubah. Teknologi penyajian makanan yang makin maju saat ini sebenarnya semakin memudahkan kita dalam mengolah berbagai bahan makanan pokok alternatif selain nasi. Jika hal ini juga didukung oleh pemerintah, bukan tidak mungkin akan semakin cepat saja rakyat Indonesia mengalihkan menu makanan pokoknya dari nasi ke bahan makanan pokok lainnya.

Namun, kenyataannya saat ini sungguh amat bertolak belakang. Demi mengatasi krisis beras yang sering melanda negeri kita, pemerintah malah dengan bangganya melakukan impor beras dari negara lain. Bahkan tidak hanya beras, seperti yang pernah terjadi saat harga cabai melambung tinggi, pemerintah juga menjawab krisis cabai dengan mengimpor dari negara tetangga. Pemecahan masalah krisis pangan secara instan oleh pemerintah dengan impor ini seakan menjadi suatu hal yang jamak dan berulang kali diterapkan. Tetapi, maukah kita selalu menjadi bangsa yang selalu bergantung pada bangsa lain hanya dalam soal makanan ? Padahal di negara kita sendiri,masih sangat banyak kekayaan alam yang belum tereksplorasi, terutama dalam bahan makanan pokok pengganti beras atau nasi. Bagaimana bangsa ini bisa maju dan berkembang jika hanya dalam soal makanan saja kita masih bergantung pada bangsa lain ? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini harus segera dijawab oleh pemerintah dengan segera.

Teknologi pertanian yang makin maju dan inovatif belakangan ini juga sebenarnya dapat memberikan peran yang penting dalam membantu memenuhi kebutuhan akan pangan. Modifikasi terhadap varietas tanaman melalui persilangan dan teknik budidaya tanaman juga sangat besar pengaruhnya dalam mengatasi krisis pangan akibat musim yang tak menentu. Sudah banyak diciptakan varietas tanaman pangan serta sayuran baru yang relatif tahan terhadap segala kondisi ekstrim. Namun, semua itu hanyalah sebatas hasil penelitian semata yang kurang mendapat respon positif dari pemerintah Indonesia sendiri untuk dapat diproduksi secara massal dan berdayaguna bagi para petani di Indonesia dan bagi pemenuhan kebutuhan pangan di negeri ini. Jika pemerintah saat ini lebih mengarahkan dan memberikan porsi cukup besar bagi pembangunannya untuk memperkuat sektor pertanian demi memperkuat ketahanan pangan di negeri ini, mungkin saja kerawanan pangan akibat musim yang tak menentu belakangan ini tak mungkin terjadi.

Zonasi terhadap alternatif tanaman pangan juga nampaknya perlu diterapkan di negeri kita ini. Tujuannya agar tanah di Indonesia dapat didayagunakan lebih optimal dalam mendukung ketahanan pangan. Jika dalam pelajaran IPS dulu kita mengenal adanya corn belt, cotton belt, atau rice belt, nampaknya konsep tersebut juga masih manjur jika diterapkan pada kondisi sekarang. Jawa, sebagai misal, karena irigasinya bagus, bisa saja dijadikan rice belt. Sedangkan daerah Indonesia bagian timur karena kondisi tanahnya yang cocok untuk ditanami sagu, maka bisa saja dijadikan sagu belt. Namun, itu semua tak akan bisa berjalan jika mind set rakyat Indonesia yang harus makan nasi jika ingin kenyang tak diubah terlebih dahulu. Selain itu, melalui konsep zonasi ini, kelangkaan terhadap sumber bahan makanan juga dapat teratasi jika suatu saat nanti ada bencana alam yang datang tanpa permisi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun