Sebelum ngomong, Anda harus blusukan. Bukan blusukan 2-3 hari saja tapi bertahun-tahun lamanya. Selama bertahun-tahun itu kita hanya menjadi bagian kecil mungil di blantika sepakbola dunia, tanpa prestasi, tanpa gengsi. Malu kita sebagai negara berpenduduk ratusan juta yang bikin tim beranggotakan 11 pemain inti dan 7 cadangannya saja tak bisa. Lebih malu lagi bila ada yang seakan-akan pintar, kemudian berkomentar. Nyinyir pula komentarnya dan omong kosong belaka. Saya menjadi wartawan olahraga, khususnya sepakbola, sejak 1992. Selama itu saya menjadi bagian di setiap item yang saya ungkap di atas hingga ke bau-bau alkohol, muntahan dan darah suporter; dan menjadi saksi hidup dalam kongkalikong dunia sepakbola Indonesia. Selama itu pula hidup saya perih menyaksikan persepakbolaan kita yang sungguh sangat kotor. Satu lagi, dua anak saya pemain sepakbola, sehingga wajar saya tahu bobroknya pembinaan sepakbola usia dini. Padahal, katanya, pembinaan pemain usia dini bermuara ke tim nasional! Jadi, wajar timnas kita untuk
passing maupun kontrol bola saja tidak lebih jago ketimbang pemain-pemain Myanmar,
lha wong melatih teknik dasar di tingkat SSB saja tidak benar. Kalah dari Myanmar 2-4 dibilang karena para pemain dibuat kalut oleh pembekuan PSSI. Maaf, saya tidak memercayai itu ...
-Arief Firhanusa-
KEMBALI KE ARTIKEL