Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Wanita Ini Ingin Bunuh Diri Gara-gara Cantik Jelita

10 April 2015   13:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:17 83 0
Cantik tiada tara mungkin impian setiap wanita. Tapi, tahukah Anda, kecantikan juga bisa membunuh seorang perempuan? Setidaknya, si pemilik wajah ayu itu tergoda untuk mengakhiri hidupnya.

Ia menyebut dirinya Zaskia. Tentu itu bukan nama sebenarnya. Di bawah nama tertera nomor ponselnya, lengkap, tapi oleh redaksi majalah kami kemudian disamarkan hanya 0812250xxxxx saat majalah kami terbit awal pekan ini. Ini untuk menyamarkan identitas wanita yang mengaku asal Salatiga itu.

Zaskia mengirimkan surat via email, ke rubrik "Konsultasi Psikologi" majalah kami. Isi suratnya sebagai berikut (saya kutip mirip aslinya, dengan pembetulan sejumlah ejaan/kosa kata):

Dear Ibu Swarastika. Perkenalkan saya Zaskia. Usia saya sekarang 28 tahun, belum menikah. Saya bekerja di sebuah perusahaan milik orang asing di Jogjakarta. Beberapa tahun terakhir saya sangat tersiksa, Bu, bukan oleh sesuatu yang membuat saya tampak jelek tapi sebaliknya justru karena saya (menurut orang-orang) cantik. Saya menjadi tidak percaya diri karena saya dianggap cantik jelita.

Saya memang dikarunia Allah tinggi badan 173 cm dan berat seimbang. Rambut saya tebal hitam, dan kulit saya kuning langsat (banyak hal-hal lain bisa saya gambarkan dari tubuh saya, tapi menurut saya itu sudah cukup). Ini diwariskan oleh Ibu saya yang memanga cantik, Bu, beliau konon mewarisi Eyang Buyut yang dinikahi tentara Portugis.

Tapi, saya menganggap tak ada satu pun yang istimewa dari diri saya. Saya hanya merasa agak mancung dan lebih tinggi dari teman-teman, baik teman kerja yang sekarang maupun teman-teman kuliah dulu. Saya juga tidak bangga dengan apa yang saya miliki karena pada dasarnya kecantikan tidak datang dari pesona tubuh melainkan dari hati.

Sampai akhirnya apa yang saya miliki ini berbuah masalah. Di kantor, saya merasa terkucil karena seolah saya menjadi biang masalah. Teman-teman pria maupun costumer laki-laki yang datang rata-rata menatap saya tidak wajar. Ini berakibat kawan kerja yang perempuan mencibir saya di belakang punggung sehingga terkadang saya merasa sendirian hidup di dunia.

Di acara resepsi yang saya datangi, atau ketika berbelanja di swalayan, saya juga menjadi pusat perhatian. Jujur saya saya kikuk. Bahkan merasa sangat tersiksa. Padahal, saya sering dandan tidak menyolok. Bedak tipis, dan gincu pun juga hanya disapukan saja.

Yang membuat batin saya teriris-iris adalah sikap beberapa bapak-bapak di kampung (saya hanya berdua dengan Ibu. Bapak sudah wafat. Kakak laki-laki sudah menikah, begitu pula adik perempuan yang kini sudah punya satu anak), mata mereka jelalatan memandangi saya tiap lewat. Sejumlah di antaranya bahkan sering menggoda, baik langsung berbicara maupun mengirim SMS. Entah dapat nomor saya dari mana. Dampaknya cukup berat. Saya dengar bapak-bapak yang menggoda saya itu sering cekcok dengan istrinya gara-gara saya.

Sering pula pimpinan kantor mengajak makan. Saya tahu persis beliau sudah punya anak-anak kuliah dan SMA. Saya menolak, tapi beliau terus-terusan mengajak. Bahkan terkadang dengan alasan dinas dia minta saya menemaninya. Saya bukan tipe perempuan yang gampang diajak, biarpun itu cuma makan siang. Tapi menolak pun saya akhirnya merasa lelah, meski tetap saja saya lakukan dengan berbagai alasan.

Saya pernah punya pacar, seorang pria yang punya kedudukan bagus di sebuah vendor seluler. Pacaran dua tahun tapi selalu cekcok karena dia sangat cemburu. Dia menganggap saya melirik pria-pria, padahal saat jalan bersama itu merekalah yang melirik dan bahkan menatap nanar, sementara saya selalu menunduk atau memandang ke arah lain.

Dengan pacar yang terakhir saya minta putus karena sering cekcok juga oleh masalah yang sama, padahal kami baru tiga bulan pacaran.

Saya putus asa, Bu, saya takut sekali. Saya takut jalan kemana-mana karena khawatir menjadi biang masalah. Saya takut memulai pacaran karena bisa jadi akan menemui problem yang sama seperti yang sudah-sudah. Saya menjadi tidak percaya diri, bimbang, bahkan tak jarang gemetar. Jujur saja, Bu, kadangkala saya ingin bunuh diri daripada menyusahkan orang lain.

Sampai di sini saja ya Bu, saya mohon dikuatkan agar saya menjalani hidup dengan normal. Terima kasih, Ibu.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun