Contohnya episode tadi malam (Selasa, 7/10/2014). Bintang tamunya penyanyi-penyanyi dangdut antah berantah. Saking asingnya, Tukul Arwana pun tampak malas mewawancarai. Vega Darwanti juga tampak tak bergairah disodori bintang tamu yang disodorkan oleh tim kreatif ini.
Disamping itu, Tukul sendiri juga mulai kehabisan energi. Maksud hati ingin melucu, tapi teriakan "Yia! Yia! Yia!" para pengunjung kok ya sama persis dengan yang dibuat oleh Indosiar dalam "New Famili 100". Saya menduga teriakan penonton yang membuntuti gerakan tangan Tukul itu diusulkan Tukul sendiri pada kru "New Famili 100", tanpa memperhitungkan munculnya cap bahwa Indosiar menjiplak Trans7.
Lawakan-lawakan Tukul pun juga sudah membosankan. Ia sering menggunakan para 'pendukung'-nya yang duduk bergerombol di belakang kursinya untuk menjadikannya pijakan saat ia kehilangan ide melucu, dengan membandingkan kawan-kawannya tersebut dengan binatang, roh halus, pepohonan, dan sebagainya. Tukul juga kerapkali membandingkan tamu-tamunya yang cantik dengan Susi, istrinya. Itu sudah ratusan kali dia lakukan, ternasuk hal serupa ia usung di studio Indosiar dalam kuis "New Famili 100".
Acara bincang-bincang yang digelar tengah malam, macam "Bukan Empat Mata" ini, tentu melewati pertimbangan tertentu, misalnya tak laku di slot prime time, atau muatan obrolan hanya boleh dicerna orang-orang dewasa. Tampaknya "Bukan Empat Mata" ada di kemungkinan pertama, terbukti kini tak lagi ada logo sponsor di meja atau disebut-sebut dalam kuis.
Di sisi lain, program ini juga tidak lagi membahas topik-topik dewasa seperti dulu Tukul sering meraba-raba bintang tamu yang berakibat acara ini dicekal KPI, melainkan cuma obrolan-obrolan ringan dengan narasumber, plus nynayi-nyanyi, diselingi joke-joke Tukul, Vega, dan terkadang Peppy.
"Hitam Putih" Lebih Menginspirasi
Walhasil, "Bukan Empat Mata" adalah acara yang tanggung dan hambar. Program bincang-bincang yang mulai ditinggalkan dan meninggalkan jejak jenuh. Berbeda dengan "Hitam Putih".
"Hitam Putih" -- sama-sama dilahirkan Trans7 -- lebih gurih dan menginspirasi. Tamu-tamu Deddy Corbuzier yang unik, fenomenal, dan memancing spirit bekerja. Memancing semangat hidup orang-orang yang menontonnya. Contohnya pada hari ini, saat saya mengetik naskah ini, "Hitam Putih" menampilkan semangat hidup remaja difabel dan semangat berkarya remaja berkulit sisik ular.
Pada hari-hari sebelumnya, program ini juga mengundang remaja perempuan yang juga difabel tapi mamu membatik, lulusan Universitas Semarang (Unnes) yang anak seorang abang becak dengan nilai sempurna, dubber film Upin Ipin, dan sebagainya.
"Hitam Putih" -- meski ada sedikit kelemahan di diri Deddy yang cara mewawancarainya mirip dia jadi juri di "Indonesia Mencari Bakat" Trans TV, kaku, dan seperti menginterogasi, namun harus diakui cukup banyak mengundang peminat, apalagi ditayangkan pada prime time.
Pendek kata, kembali ke "Bukan Empat Mata", sebaiknya Trans7 mulai memuseumkan sejumlah programnya yang telah kadaluwarsa, termasuk acara yang dipandu Tukul Arwana itu. "Bukan Empat Mata" telah lelah, dan sepertinya Tukul juga sudah capek.
-Arief Firhanusa-