Hitam Putih tadi malam mengundang Aki Dudung. Veteran perang asal Bandung berumur 83 tahun itu kini berprofsi sebagai tukang timbang badan, berkeliling kampung, mengais recehan. Saat sesi timbang badan, host pembantu Nycta Gina melakukannya dengan sopan. Giliran Deddy, pria plontos yang kekar itu menyeret/mendorong timbangan dengan kaki sebelum menginjak timbangan, seolah alat gepeng di lantai itu seolah limbah. Padahal benda tersebut sehari-harinya menemani seorang mantan pejuang yang berdarah-darah saat melawan penjajah ...
Beberapa saat sebelumnya, Deddy pun 'kurang ajar' saat membaca dokumen milik Aki Dudung yang bela-belain dibawa ke studio untuk meyakinkan bahwa dia pernah menjadi serdadu dan pernah berkarya di sebuah instansi kuno. Ia memelesetkan beberapa teks dalam dokumen lusuh tersebut untuk melucu. Ck ck ck ...
Dari banyak episode Hitam Putih saya mencatat Deddy bersikap tidak berempati pada tetamu. Selain pada Aki Dudung, sikap bossy Deddy juga tampak di episode yang mengundang tamu tuna daksa, belum lama ini. Beberapa tamu tanpa tangan itu mahir membatik menggunakan kaki. Saat memandu pemirsa, Deddy mendekati pembatik yang melakukan pekerjaannya dengan cara lesehan. Bukannya jongkok untuk menunjukkan empati, Deddy tetap berdiri dengan gagahnya di sebelah tamu yang tidak sempurna tersebut.
Pada medio Juni 2014 lalu, Hitam Putih mendatangkan Raeni dan ayahnya yang tukang becak di Kendal, Jawa Tengah. Raeni adalah lulusan terbaik (cum laude) Universitas Negeri Semarang. Diundang ke Hitam Putih sebab Raeni ini fenomenal karena cerdas meski sang ayah 'cuma' pengayuh becak. Di Hitam Putih yang digelar secara on stage di depan ratusan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Jakarta itu, Deddy sering mengeluarkan joke yang tak pantas, seolah meledek abang becak.
Deddy boleh dibilang sudah identik dengan Hitam Putih. Ia cerdas memberi pertanyaan, untuk membedakannya dengan Tukul Arwana. Tukul mengutip teks lewat laptop di depannya, sementara Deddy tidak. Sampai-sampai ia tetap bertahan di program yang kini mulai disukai lagi itu, sehingga keberadaannya di Hitam Putih langgeng biarpun sempat ia pernah akan diganti oleh Farhat Abbas pada 6 Januari silam.
Cuma sayangnya dia kerapkali keceplosan omong dan tidak mampu mengontrol sikap. Boleh melontarkan lelucon, namun janganlah joke-joke garing yang menyilet perasaan orang dan mencederai hati para tamu maupun sanak familinya.
Sepanjang sejarah Hitam Putih sudah sering acara ini menuai masalah. Masih ingat kan ucapan ngawur mentalis ini kala mewawancarai keluarga masinis kecelakaan kereta kontra truk tangki di Bintaro, awal Desember 2013? Ia berkelakar soal kematian. Kelakar yang terucap tidak pada tempatnya mengingat aura acara ini adalah kesedihan nasional.
Sebelumnya, pada 8 April 2012, Deddy juga sangat ceroboh kala mewawancarai Nasywa, anak Desy Ratnasari. Dalam interview tersebut -- yang di studio juga ada Desy -- Deddy menanyakan begini pada Nasywa: "Kamu lebih suka ketemu ayah (ayah kandung Nasywa) atau Daddy (teman dekat Desy waktu itu)." Nasywa menyebut "Daddy". Yang menyayat perasaan, setelah menyebut "Daddy" ini Nasywa kemudian menangis tersedu sedan. KPI bertindak tegas usai tayangan tersebut. Lembaga ini menegur Hitam Putih atas pelanggaran perlindungan pada anak!
Performa Deddy sesungguhnya menjual. Tapi dia tak mampu membedakan mana Hitam Putih dan Indonesia Mencari Bakat. Di Indonesia Mencari Bakat, boleh-boleh saja ia berdebat sengit dan lucu melawan Soimah sebagai bumbu, tetapi di Hitam Putih dengan tamu-tamu yang sering dari kalangan terhimpit nasib dan kaum papa, seyogyanya Deddy mengerem niat-niat melucu. Sedikit boleh, tapi harus pas dimana ia meletakkan leluconnya tersebut.
Jika dia tidak bisa berempati dan menyepelekan sektor 'sepele' ini, lambat laun ia mendapat persetujuan khalayak agar diganti saja dengan host lain. Host lain ini ialah mereka yang smart menempatkan joke macam Andy F Noya. Atau Deddy harus belajar dulu dari Kick Andy?
-Arief Firhanusa-